Tumbuh Bersama, Berdaya Melalui Sekolah

Tumbuh Bersama, Berdaya Melalui Sekolah

Bertumbuh bersama lebih baik

#SobatHebatIndonesiaBaik #JadiKontributorJadiInspirator #BerbagiMenginspirasi #SohIBBerkompetisiArtikel. Menjadi seorang guru, sebuah kegiatan yang sulit. Karena menjadi pengajar separuh dari penuhnya adalah berbentuk pengabdian. Kata kata itu muncul ketika seusai sidang skripsi, yang mengharuskanku berlari membawa surat lamaran kepada sekolah yang saat ini memberikanku ruang untuk berbagi yang telah aku pelajari. Ya, selamat menyelami tulisan dari seorang pengajar yang belum ada satu tahun mengajar, yang tiba tiba mendapat testimonial dari wali murid saat pembagian laporan perkembangan peserta didik. "Ibu, saya akui ibu baru saja mengajar tapi dedikasinya kepada kami, tidak hanya dengan anak saat di sekolah, melainkan saat berada di rumah, anda masih terhubung dengan kami, orang tua, melalui pesan virtual"

Entah merupakan sebuah pujian ataupun kritik. Tapi aku rasa, inilah jalan panjang yang akan aku lalui. Mendedikasikan diri sebagai "teman bermain seraya belajar bagi calon masa depan cerah yang ada di sekolah kami". 

Semua murid, semua guru. Begitulah kata Najeela Shihab dalam mengkampanyekan bahwa tidak hanya seorang guru yang dapat membagi pengetahuannya kepada peserta didiknya. Melainkan semua orang bisa menjadi sumber dari pembelajaran itu sendiri. Karena belajar bisa didapat dari mana saja, hanya saja...sekolah, menjadi salah satu ruang yang dapat memfasilitasi proses kegiatan belajar mengajarnya. Banyak sekali harapan baik, bagi anak anak usia dini yang berada di sekolah. Berawal dari ketidak Tahuan mereka, yang justru membawa potensi tinggi akan keinginannya untuk mengetahui berbagai hal. Salah satunya adalah, lingkungan. Ya, melalui sekitarnya ia dapat memulai langkah awalnya dalam membangun sebuah proses dalam belajar.

Pepatah mengatakan, belajar di usia belia bagaikan mengukir di atas batu. Tidakkah berbagai fakta telah menunjukkan keberhasilan perumpamaan tersebut? Memang benar, usia dini merupakan momen sakral dimana anak dapat menangkap segala hal yang ia dengar, lihat, dan alami oleh orang terdekatnya. Tak jarang, siswa yang pada awal masuk sekolah suka merengek dan menangis ingin ditemani ibunya, tidak heran jika perlahan diberikan pengertian dan latihan untuk menghadapi ketakutannya dengan menerima keadaannya.  Mungkin akan sekali dua kali, menolak dengan sebuah tangisan. Tapi perlahan namun pasti, dengan bantuan guru untuk menenangkan dan mengalihkan perhatian, siswa tersebut akan mengalami perubahan.

Oleh karenanya, mendidik siswa angkatan 2000-an dengan anak kelahiran 2017an tentu memiliki perbedaan karakter asuh yang cukup signifikan, sehingga memicu perubahan pemberian stimulasi yang membutuhkan kreasi yang beragam.

Bukan lagi berpusat pada pemberian ceramah dari guru. Melainkan, peserta didik menjadi pemeran utama, kemudian guru mendampingi proses pembelajaran.