Sulap Pakaian Bekas dari Kanvas Jadi Tote Bag, Peluang Menjanjikan nan Eco-Friendly

Sulap Pakaian Bekas dari Kanvas Jadi Tote Bag, Peluang Menjanjikan nan Eco-Friendly

Ilustrasi tote bag | Pexels (Bach Hanzo)

SobatHebatIndonesiaBaik #JadiKontributorJadiInspirator #BerbagiMenginspirasi #SohIBBerkompetisiArtikel

Akhir-akhir ini, fokus masalah mengenai naiknya ancaman perubahan iklim di seluruh negara di belahan dunia dipandang sebagai sesuatu yang urgent. Mengapa demikian? Berbicara mengenai makna definitif, United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), melalui salah satu artikel di laman WMO, mengartikan perubahan iklim sebagai suatu fenomena perubahan unsur iklim, baik secara langsung atau tidak langsung terjadi akibat aktivitas manusia yang mengubah komposisi atmosfer secara global yang memiliki efek jangka panjang.

Indikasi efek domino dari perubahan iklim sangat berbahaya bagi kehidupan makhluk hidup di Bumi, salah satunya adalah kenaikan suhu rata-rata. Melalui skenario terburuk, peningkatan suhu rata-rata global diperkirakan akan mencapai 8,6° C pada tahun 2100, menurut prediksi yang dilakukan oleh United States Environmental Protection Agency.

Beberapa aktivitas sehari-hari manusia, seperti menggunakan bahan bakar fosil berlebihan, hingga membuang sampah plastik secara sembarangan dalam jumlah besar berkontribusi terhadap naiknya rasio perubahan iklim. Tak hanya itu, ketergantungan manusia dengan penggunaan plastik sulit terpisahkan, mulai dari kemasan belanja, hingga bungkus makanan. Akibatnya, potensi perilaku membuang sampah plastik secara sembarangan juga turut meningkat.

Thinking Sustainably, dalam salah satu artikelnya, menulis bahwa membuang sampah secara  sembarangan turut mempengaruhi paradigma perubahan iklim karena sebagian besar bahan seperti plastik membutuhkan waktu ratusan tahun untuk terurai yang mengakibatkan gas rumah kaca, seperti metana terperangkap di atmosfer Bumi. Tak hanya itu, kebiasaan membakar sampah juga masih terus mendarah daging di masyarakat hingga saat ini. Padahal menghilangkan sampah dengan cara membakarnya juga memiliki efek negatif lantaran memicu naiknya gas metana ke atmosfer yang akan meningkatkan konsentrasi emisi gas rumah kaca.

Sampah Plastik dan Ketergantungan Manusia

Sampah yang menggunung | Pexels (Emmet)

Volume sampah dari hari ke hari terus mengalami peningkatan yang tak dapat terhindarkan. Melalui analogi sederhana, sampah yang menumpuk setiap jam bisa berjumlah hingga 7.300 ton dan dapat menutupi setengah dari tinggi Monas di Jakarta. Hal ini makin didukung dengan laporan yang diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), total sampah nasional mencapai angka 68,5 juta ton yang didominasi oleh sampah plastik per tahun 2021. Statistik yang memprihatinkan tersebut menjadikan Indonesia termasuk ke dalam produsen sampah terbesar di dunia bersama negara-negara lain yang didominasi berasal dari Asia, seperti Vietnam dan Filipina.

Meskipun memproduksi separuh plastik dunia, kebanyakan negara di Asia malah tertinggal dalam upaya pengelolaan plastik yang turut mempengaruhi hegemoni sampah plastik yang kian merajalela. Naiknya volume sampah plastik dari waktu ke waktu menandakan bahwa manusia kesulitan untuk menghadirkan alternatifnya. Terkhusus di Indonesia, peredaran plastik yang berevolusi menjadi sampah lebih didominasi dalam bentukan yang praktis dan memudahkan masyarakat dalam berbelanja, seperti kemasan pembungkus, bubble wrap dan kantong plastik.

Tren Outfit yang Tak Sejalan dengan Konsep Ramah Lingkungan

Outfit kekinian
Outfit kekinian | Pexels (Artem Beliaikin)

Secara kasat mata, penggunaan outfit sekilas dipandang menarik. Akan tetapi, tanpa disadari, industri fashion adalah salah satu kontributor terbesar polusi global, khususnya pada pakaian yang tak dapat didaur ulang. Tak hanya itu, pakaian, seperti baju yang sudah tak terpakai seringkali dibiarkan begitu saja yang memicu adanya sampah baru. Menurut laporan Enviromental Protection Agency (Lembaga Pengawasan Lingkungan AS), menyebutkan bahwa adanya kenaikan dua kali lipat volume pakaian yang dibuang oleh warga Amerika Serikat dari 7 juta menjadi 14 juta ton dalam dua dekade terakhir.

Terkhusus di Indonesia, situasi serupa juga terjadi. Per 2019 lalu, hasil riset YouGov Omnibus  menyebutkan bahwa dua dari tiga orang di Indonesia membuang pakaiannya setiap tahun, bahkan 25% dari populasi di Indonesia membuang sepuluh pakaiannya ke tempat pembuangan akhir (TPA). Fakta ironis lainnya juga turut dipaparkan, yaitu tiga dari sepuluh orang membuang pakaiannya yang baru dipakai sekali. Selain membuang-buang biaya secara sia-sia, aktivitas seperti demikian juga akan mengancam kelestarian lingkungan saat ini yang sudah dalam bahaya.

Inovasi Tote Bag dari Pakaian Bekas yang Tak Terpakai

Ilustrasi tote bag
Ilustrasi tote bag | Pexels (Greta Hoffman)

Akhir-akhir ini, penggunaan tote bag sudah berkembang menjadi sebuah tren lifestyle yang diminati banyak kalangan, khususnya para milenial dan Gen Z. Akan tetapi, tak semua tote bag tersebut dapat dikategorikan ramah lingkungan, tergantung pada bahan baku pembuatannya. Salah satu bahan tote bag yang dinilai eco-friendly adalah kanvas lantaran tidak mengandung plastik serta mudah terurai, yaitu hanya 15 hari saja ke dalam tanah.

Menilik realitas bahwa banyak pakaian, khususnya berbahan kanvas dibuang begitu saja bisa menjadi peluang bisnis yang menjanjikan. Alih-alih berkontribusi terhadap tumpukan sampah yang makin menggunung, pakaian bekas ini bisa diolah menjadi tote bag serba guna di dalam kehidupan sehari-hari. Implementasi bisnis ini menggunakan mekanisme yang sederhana, dimulai dari penerimaan bahan pakaian bekas dari penyetor, yaitu masyarakat dengan uang sebagai penggantinya.

Pakaian yang sudah terkumpul itu lalu diolah kembali alias didaur ulang menjadi kain kanvas yang tidak memiliki pola, dalam artian tidak berbentuk seperti pakaian atau model lainnya. Setelah didaur ulang menyerupai kain, bahan tersebut bisa dirancang menjadi tote bag yang disesuaikan dengan tren saat ini. Dalam bisnis eco-friendly yang dirancang ini, desain tote bag bisa ditambah dengan model gambar yang kreatif sehingga menarik minat dari calon pembeli.

Bisnis tanpa teknik promosi yang menarik akan terasa hambar. Maka dari itu, setidaknya ada tiga komponen penting dalam promosi bisnis tote bag eco-friendly ini agar bisa diterima oleh kalangan masyarakat sebagai sasaran utama bahkan berpotensi sangat diminati dengan konsep yang diusung, seperti penyusunan harga yang terjangkau, adanya media sosial sebagai sumber informasi yang memudahkan pengguna, hingga sosialisasi besar-besaran dengan trik via konten di dunia maya yang kreatif, tetapi tetap mengedepankan tema ramah lingkungan.

Bisnis tote bag berbahan pakaian bekas tak hanya sekadar mengembangkan lifestyle yang sudah bertranformasi menjadi mode outfit sekarang, tetapi lebih dari itu. Sederhananya, bisnis ini bisa menyadarkan masyarakat mengenai pemanfaatan pakaian yang selama  ini dibuang begitu saja. Selain itu, volume sampah pakaian juga bakal berkurang, membuka lapangan pekerjaan baru apalagi Indonesia tengah memasuki bonus demografi yang harus dimanfaatkan secara optimal.

Dengan demikian, penggunaan plastik sekali pakai bisa diminimalisir dengan tote bag sebagai alternatifnya. Tak hanya untuk kemasan berbelanja, penggunaan tote bag dapat membantu pengeluaran menjadi lebih irit, serta yang paling utama, menjadi upaya kecil untuk mencegah rasio perubahan iklim yang terus meningkat akibat penggunaan plastik sekali pakai.