Randai: Kesenian Khas Minangkabau

Randai: Kesenian Khas Minangkabau

Randai kesenian khas Minangkabau | warisanbudaya.kemdikbud.go.id

Minangkabau merupakan salah satu suku bangsa yang mendiami wilayah Indonesia.

Suku yang mayoritas ada Provinsi Sumatra Barat ini dikenal oleh masyarakat umum dengan kenikmatan masakan yang dibuat oleh orang-orangnya.

Bahkan, masakan yang berasal dari Ranah Minang, yakni Rendang sempat ditasbihkan menjadi salah satu makanan terenak yang ada di dunia beberapa tahun silam.

Meskipun demikian, hal menarik yang berasal dari Minangkabau tidak hanya soal makanannya saja.

Banyak hal lain yang bisa SohIB ketahui jika melihat kebudayaan Minangkabau lebih dalam.

Salah satunya adalah dengan melihat berbagai macam bentuk kesenian dari kebudayaan Minangkabau yang mungkin sudah mulai jarang disaksikan pada saat ini.

Dalam pembahasan kali ini, kita akan mengulik lebih dalam tentang salah satu kesenian khas yang ada di Minangkabau dan mungkin tidak bisa ditemui di tempat lainnya, yaitu randai.

Baca juga: Sejarah Korps Brimob: Satuan Polri yang Dibentuk pada 14 November 1946

Apa Itu Randai?

Randai merupakan kesenian khas Minangkabau yang terdiri dari gabungan berbagai unsur kesenian, seperti silat, drama, tari, musik, sastra.

Tidak diketahui secara pasti kapan pertama kali kebudayaan ini mulai berkembang.

Meskipun demikian, kesenian randai diperkirakan sudah dimainkan oleh masyarakat Minangkabau yang ada di Nagari Pariangan sejak berabad-abad lalu.

Dilansir dari artikel Iswadi Bahardur dalam Jurnal Jentera, istilah randai berasal dari kata 'andai-andai' atau 'barandai-andai' yang bermakna sebagai suara yang saling bersahutan.

Kata randai diprediksi juga berasal dari bahasa Arab, yaitu 'rayan-li-da-I' atau 'da-I', yang memiliki arti sebagai ahli dakwah dalam tarekat Naqsyabandiyah.

Pada awalnya, kesenian randai biasanya dimainkan oleh para pemuda di halaman surau pada malam hari.

Akan tetapi, pada saat ini kesenian randai dimainkan sebagai hiburan dalam berbagai macam kegiatan.

Dalam penampilannya, kesenian randai dimainkan oleh banyak orang secara berkelompok dan membentuk sebuah lingkaran.

Kelompok lingkaran ini nantinya dipimpin oleh satu orang yang disebut sebagai panggoreh.

Seorang panggoreh memiliki tugas untuk memimpin gerakan dan tempo dalam sebuah pertunjukkan randai agar sesuai satu sama lain.

Ketika menonton randai, SohIB mungkin akan sering mendengar teriakan 'hep-tah-tih' dari para pemain randai.

Teriakan khas ini berfungsi untuk mengatur cepat atau lambatnya gerakan agar sesuai dengan dendang yang sedang dimainkan.

Biasanya butuh waktu satu hingga lima jam lebih untuk bisa menuntaskan satu cerita dalam sebuah penampilan randai.

Cerita yang disampaikan dalam randai juga mengalami perkembangan seiring berjalannya waktu.

Dulunya, kesenian randai digunakan sebagai media penyampai cerita rakyat lewan gurindam dan syair yang dimainkan dengan tarian yang berasal dari gerakan silat.

Pada saat ini, selain menyampaikan cerita rakyat, kesenian randai juga menggunakan gaya dialog penokohan yang ditampilkan dalam bentuk sandiwara.

Baca juga: Kenalan dengan Desa Penglipuran, Bali: Desa Terbersih di Dunia!

Kaya akan Makna

Randai kesenian khas Minangkabau | Wikimedia Commons
Randai kesenian khas Minangkabau | Wikimedia Commons

Tahukah SohIB, meskipun menjadi tontonan dan hiburan bagi masyarakat, kesenian randai ternyata juga memiliki banyak pesan dan makna yang disampaikan dalam setiap penampilannya.

Cerita yang dibawakan dalam penampilan randai biasanya berasal dari cerita rakyat yang berkembang di masyarakat Minangkabau, seperti Cindua Mato, Malin Deman, Anggun Nan Tongga, dan lain-lain.

Setiap cerita yang dibawakan ini memiliki pesan dan nasehat di dalamnya.

Tidak hanya itu, kesenian randai biasanya juga menyelipkan pesan-pesan agama dalam setiap pertunjukannya.

Dikutip dari Sumbarprov.go.id, adanya pesan agama dalam pertunjukan randai ini diharapkan bisa memberikan pencerahan bagi setiap penonton yang hadir.

Sehingga para penonton tidak hanya menikmati penampilan dari para pemain randai, tetapi juga mendapatkan nilai-nilai positif dari kesenian ini. 

 

 

Referensi:

  • Iswadi Bahardur, "Kearifan Lokal Budaya Minangkabau dalam Seni Pertunjukan Tradisional Randai" dalam Jurnal Jentera, no. 7, vol. 2, 2018, hl. 145-160.
  • https://jadesta.kemenparekraf.go.id/atraksi/teater_tradisional_randai
  • https://sumbarprov.go.id/home/news/15947-berdakwah-melalui-kesenian-randai.html