Pejuang Aksara Istimewa bagi Penyandang Celebral Palsy

Pejuang Aksara Istimewa bagi Penyandang Celebral Palsy

Cerebral Palsy Pejuang Aksara | Sumber: dokumentasi pribadi Arga Bisma

Menurut UNESCO, literasi adalah seperangkat keterampilan nyata, terutama keterampilan membaca dan menulis yang terlepas dari konteks yang mana keterampilan itu diperoleh serta siapa yang memperolehnya.

Dua keterampilan tersebut pula, berhak dimiliki oleh siapapun, termasuk penyandang disabilitas. Menurut WHO, disabilitas merupakan suatu ketidakmampuan melaksanakan aktifitas/kegiatan tertentu sebagai mana layaknya orang normal, yang disebabkan oleh kehilangan atau ketidakmampuan baik psikologis, fisiologis, maupun kelainan stuktur atau fungsi anatomis.

Pendidikan seperti kendaraan yang mengantarkan setiap individu masuk ke dalam dunia literasi. Indonesia mempunyai payung hukum yang melindungi hak penyandang disabilitas untuk menempuh pendidikan yang sama dengan warga negara lainnya.

(Dokumentasi Pribadi Arga Bisma Ginanjar)

Adalah UU Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dan PP nomor 13 tahun 2020 tentang Kendaraan yang Layak untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas.

Dari ragam klasifikasi disabilitas, penyandang Cerebral Palsy mempunyai potesi untuk terjun pada bidang literasi. Dikutip dari website halodoc, Cerebral Palsy atau kelumpuhan otak merupakan gangguan yang mempengaruhi gerak dan koordinasi otot.

Meski demikian, dengan dukungan dari keluarga mereka dapat menciptakan ruang untuk berekspresi salah satunya dengan tulisan. Sebab, karena tulisan mereka dapat bersuara dengan menghiraukan hambatan berbicara yang umumnya dialami oleh penyandang Cerebral Palsy.

Peran mereka pada dunia literasi, diawali sejak penyandang Cerebral Palsy duduk di bangku Sekolah Luar Biasa khusus Tunadaksa (SLB-D). Lazimnya, setiap guru mengggali potensi siswa melalui mata pelajaran Bahasa Indonesia. Namun juga, sesuai dengan kemampuan individu siswa. Karena biasanya, di setiap kelas beda siswa beda juga kemampuan intelektualnya.

Unjuk gigi dalam perlombaan dan meraih prestasi | (Dokumentasi Pribadi Arga Bisma Ginanjar)

Siswa yang mampu biasanya, akan diberikan tugas untuk menulis puisi atau cerpen. Tema yang diambil, bisa dari pengalaman berlibur atau sudut pandangnya terhadap lingkungan sekolah. Lambat laun, tentu guru memperhatikan perkembangan setiap siswa dalam kecakapan membaca dan menulis setiap siswa.

Bagi siswa Cerebral Palsy yang mempuni kemampuan membaca dan menulisnya, akan diikutsertakan dalam beragam perlombaan pada bidang literasi dari tingkat kota/kabupaten hingga ke tingkat nasional.

Lomba tersebut, memang dikhususkan bagi penyandang disabilitas. Hanya saja, kerap kali panitia menghiraukan individu disabilitas yang berbeda potensi, kelebihan dan kekurangan setiap peserta. Seperti halnya ketika digelar lomba cipta dan baca puisi, siswa tunanetra yang lancar pada motorik bicaranya kerap disamakan dengan penyandang Cerebral Palsy yang terhambat dalam percakapan.

Akan terasa lebih bijak rasanya apabila ragam Disabilitas dapat dipisahkan sesuai potensinya pada setiap perlombaan.

Seperti halnya judul buku Ibu Radan Ajeng Kartini “Habis Gelap Terbitlah Terang”, ada semangat luar biasa dalam diri siswa Cerebral Palsy dalam menghadapi belum adilnya perlombaan tersebut serta terus berperan dalam dunia literasi. Memang masih sedikit individunya. Namun, buku kumpulan puisi Butiran Mutiara Hati, Ruang Sunyi dan Rindu Kunci Mimpi adalah bukti peran mereka untuk kemajuan literasi di Bumi Pertiwi.

Pentingnya literasi, membuat dunia ini harus ditekuni hingga diperjuangkan oleh siapapun tanpa memandang keadaan fisik. Hambatan yang ada, terbukti dapat terkikis oleh setiap individu yang memanfaatkan kalimat demi kalimat untuk mencerdaskan diri dan membaginya kepada masyarakat luas.

Selama negara hadir melindungi seluruh hak penyandang disabilitas, khususnya Cerebral Palsy. Maka, selama itu pula hati mereka ada demi terjaganya kecintaan literasi di nusantara.