Peduli Generasi Muda Bukti Cinta Kepada Bangsa

Peduli Generasi Muda Bukti Cinta Kepada Bangsa

Peduli Generasi Muda Bukti Cinta Kepada Bangsa

#SobatHebatIndonesiaBaik

#JadiKontributorJadiInspirator

#BerbagiMenginspirasi

#SohIBBerkompetisiArtikel

Menurut Undang-Undang No. 40 tahun 2009, pemuda adalah warga negara Indonesia berusia 16-30 tahun. Badan Pusat Statistik mencatat 23,90% penduduk Indonesia adalah pemuda. Angka tersebut setara dengan 64,92 juta jiwa. Ya, itulah angka yang dilaporkan BPS untuk tahun 2021. BPS juga mengungkap bahwa jumlah pemuda di kota lebih banyak daripada di desa. Lebih jauh dari itu diketahui pula bahwa 3 dari 1000 pemuda Indonesia masih buta huruf.

Salah satu aktivitas generasi muda saat ini. Pexels.com

 

Kita semua tentu sepakat bahwa generasi muda adalah masa depan bangsa dan negara. Karena di pundak mereka kita titipkan masa depan negara Indonesia tercinta ini. Namun ada semacam kerisauan apakah pemuda-pemuda kita mampu mengemban amanah tersebut dengan baik, mengingat sering kita dapatkan berita tentang menurunnya moral serta lemahnya nilai-nilai karakter yang mereka miliki saat ini, seperti penyalahgunaan narkoba, seks bebas, tawuran dan lain sebagainya (Warada, dkk., 2020); (Irmania, 2021).

Suka bertengkar adalah satu contoh perilaku buruk generasi muda. Pexels.com

 

Generasi muda memiliki kepribadian yang belum stabil, suka meniru, dan senang mencari pengalaman baru. Hal tersebutlah yang membuat mereka mudah terpengaruh, meniru, dan mengadopsi nilai-nilai yang belum tentu sesuai dengan budaya dan nilai-nilai bangsanya sendiri (Alfaqi, 2016); (Widiyono, 2019). Lantas apa bentuk kontribusi yang dapat kita berikan?

Salah satu bentuk cinta kita kepada bangsa adalah dengan peduli kepada generasi muda. Setiap kita memiliki tanggung jawab menjaga, mengawal, dan ikut mempersiapkan generasi muda yang tangguh apapun bidang dan profesi kita hari ini. Generasi yang mampu mengelola, menjaga, serta memajukan negara yang besar ini.

Generasi muda Indonesia saat ini menghadapi “keterkejutan sosial”. Kemajuan teknologi informasi yang begitu cepat menjadi salah satu penyebabnya. Informasi apapun dan dari manapun dengan mudah dapat sampai ke mereka, baik itu informasi bersifat positif maupun informasi yang akan memberi pengaruh negatif. Hanya dengan sekali klik, semua informasi sudah tersedia di hadapan mereka. Keterkejutan sosial ini juga melahirkan generasi-generasi yang anti sosial. Mereka cenderung lebih senang berlama-lama bermain gawainya daripada berinteraksi dengan orang di sekelilingnya.

Hari ini hampir tidak ada sekat batas antara satu negara dengan negara lainnya. Seolah semua manusia menjadi satu warganegara yang sama, yakni warga planet bumi. Oleh karenanya, kita perlu membekali mereka dengan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan serta memupuk kecintaan kepada bangsanya sendiri. Tidak benar bila kita mengawal ketat aktivitas anak-anak kita, mencurigai setiap gerak-gerik mereka. Namun salah juga bila kita terlalu mempercayai mereka, membiarkan mereka tumbuh dan belajar hal-hal baru dengan caranya sendiri, dan beranggapan bahwa mereka akan mampu bertindak tepat atas segala masalah yang mereka hadapi.

Generasi muda perlu diberi ruang untuk mengembangkan diri, namun tetap dalam pengawasan, bimbingan, dan arahan orangtua serta masyarakat sekelilingnya. Mereka juga butuh didengarkan, diberi dorongan, serta pengetahuan baik dan buruk atas suatu pilihan sikap yang diambilnya.

Tiga lingkungan yang sangat berpengaruh pada pembentukan karakter generasi muda adalah keluarga, sekolah, dan masyarakat tempat mereka tinggal. Keluarga sebagai sistem sosial terkecil harus mampu menanamkan nilai-nilai moral dalam diri seorang anak. Perlakuan orangtua dalam mendidik anak memengaruhi perkembangan karakter mereka. Keluarga merupakan fondasi pendidikan karakter generasi muda (Subianto, 2013); (Yoga, dkk., 2015).

Pembentukan karakter generasi muda berawal dari keluarga. Pexels.com

 

 Kita perlu memahami karakter generasi muda saat ini, agar pengetahuan dan nilai-nilai yang dibelajarkan dapat mudah mereka pahami. Generasi muda hari ini adalah generasi Z. Mereka memiliki karkteristik unik, berbeda dengan generasi-generasi sebelumnya.  Generasi Z adalah generasi yang lahir pada rentang waktu tahun 1990-2010. Gaya belajar yang mereka senangi adalah pembelajaran yang bersifat visual, konkret, kritis, inovatif, dan menggunakan teknologi tinggi. Oleh karenanya para praktisi pendidikan perlu memahami hal ini.

Generasi Z lebih senang menonton daripada membaca. Itulah mengapa sejumlah aplikasi dan media sosial berbasis video berkembang pesat hari ini. Sehingga pemilihan model, metode, dan media pembelajaran yang sesuai dengan mereka menjadi penting agar tujuan pembelajaran dapat optimal dicapai. Tujuan dimaksud bukan hanya pada ranah pengetahuan, melainkan juga pada ranah sikap dan keterampilan.

Salah satu model pembelajaran yang dapat membangun karakter generasi muda adalah pembelajaran berbasis kecakapan abad 21 (Martini, 2018). Model Pembelajaran ini berpusat pada siswa. Dimana siswalah yang memilih bahan-bahan dan memutuskan apa yang akan dikerjakan dalam pembelajaran. Siswa terlibat aktif dalam pembelajaran. Mereka dilatih agar mampu berkolaborasi dengan orang lain. Kemampuan siswa bekerja sama secara efektif dengan orang lain lebih ditekankan daripada kemampuan personal. Pembelajaran bersifat kontekstual. Sedapat mungkin materi yang dibelajarkan dikaitkan dengan situasi dunia nyata siswa, sehingga pembelajaran lebih bermakna dan dapat mereka terapkan dalam kehidupan sehari-hari (Nichols, 2015).

Budiwibowo (2016) mengajukan rumusan pembangunan karatekter generasi muda berdasarkan kearifan lokal. Strategi pendidikan berbasis budaya dipercaya mampu membangun nilai-nilai karakter generasi muda. Selain memupuk nilai-nilai karakter, pembelajaran berbasis budaya lokal juga akan memperkaya pengetahuan generasi muda dengan beragam budaya bangsa yang kaya dengan nilai-nilai luhur. Harapannya akan tumbuh kecintaan mereka kepada budaya lokal Indonesia, sehingga budaya lokal tetap lestari, tidak hilang tergerus derasnya arus globalisasi dan modernisasi.

 

Referensi

Alfaqi, M. Z. (2016). Melihat sejarah nasionalisme Indonesia untuk memupuk sikap kebangsaan generasi muda. Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan13(2): 209-216.

 

Budiwibowo, S. (2016). Membangun pendidikan karakter generasi muda melalui budaya kearifan lokal di era global. Premiere Educandum: Jurnal Pendidikan Dasar Dan Pembelajaran3(1): 1-7.

 

Irmania, E. (2021). Upaya mengatasi pengaruh negatif budaya asing terhadap generasi muda di Indonesia. Jurnal Dinamika Sosial Budaya23(1): 148-160.

 

Martini, E. (2018). Membangun karakter generasi muda melalui model pembelajaran berbasis kecakapan abad 21. JPK (Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan)3(2): 21-27.

 

Nichols, J. R. (2015). Four Essential Rules of 21st Century Learning.

Subianto, J. (2013). Peran keluarga, sekolah, dan masyarakat dalam pembentukan karakter berkualitas. Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam8(2):18-25.

 

Warada, A., Mardiana, M., & Hasanah, I. A. (2020). Urgensi Peran Keluarga Terhadap Pembinaan Karakter Generasi Muda Sebagai Pilar Ketahanan Nasional. Madrasatuna1(1): 19-26.

 

Widiyono, S. (2019). Pengembangan nasionalisme generasi muda di Era Globalisasi. Populika7(1): 12-21.

 

Yoga, D. S., Suarmini, N. W., & Prabowo, S. (2015). Peran keluarga sangat penting dalam pendidikan mental, karakter anak serta budi pekerti anak. Jurnal Sosial Humaniora (JSH)8(1): 46-54.