Mak Itam: Lokomotif Uap Legendaris dari Ranah Minang

Mak Itam: Lokomotif Uap Legendaris dari Ranah Minang

Lokomotif Mak Itam | Wikimedia Commons

Mak Itam merupakan panggilan kekerabatan yang diperuntukkan bagi saudara laki-laki ibu dalam kebudayaan Minangkabau.

Panggilan ini berasal dari dua kata dasar, yakni mamak (saudara laki-laki ibu) dan itam (warna hitam).

Oleh sebab itu, panggilan ini biasanya diberikan kepada mamak yang memiliki warna kulit yang agak gelap.

Meskipun demikian, pembahasan mak itam dalam artikel kali ini tidak ada kaitannya dengan saudara laki-laki dari ibu.

Mak Itam juga menjadi sebutan bagi lokomotif uap legendaris yang ada di Sumatra Barat.

Sama seperti penjelasan sebelumnya, penamaan Mak Itam pada lokomotif ini didasari pada warna dasar kereta api tersebut yang berwarna hitam pekat.

Lokomotif Mak Itam memiliki nilai historis yang sangat mendalam, khususnya dalam perjalanan Tambang Batu Bara Ombilin di masa lalu.

Bagaimana kisah lengkap dari Mak Itam, ikon lokomotif uap dari Ranah Minang ini?

Baca juga: Jalan Tol Indonesia jadi yang Terpanjang se-Asia Tenggara, Wow Banget!

Riwayat Mak Itam dan Tambang Batu Bara Ombilin

Ombilin, Sawahlunto di masa lalu | Wikimedia Commons
Ombilin, Sawahlunto di masa lalu | Wikipedia Commons

Bicara soal riwayat Mak Itam, maka SohIB harus mengetahui terlebih dahulu riwayat panjang tentang Tambang Batu Bara Ombilin yang ada di Sawahlunto, Sumatra Barat.

Tambang batu bara ini menjadi situs pertambangan tertua yang ada di wilayah Asia Tenggara.

Selain itu, Tambang Batu Bara Ombilin juga menjadi satu-satunya tambang batu bara bawah tanah yang ada di Indonesia.

Dilansir dari laman Indonesia.go.id, potensi batu bara di Ombilin, Sawahlunto pertama kali diketahui pada tiga abad silam.

Pada 1871, seorang geolog berkebangsaan Belanda, Willem Hendrik de Greeve menemukan potensi kandungan batu bara di daerah tersebut.

Mengetahui akan potensi ini, de Greeve langsung melaporkan temuannya ini kepada Batavia pada 1871 dan menyusun laporan yang berjudul "Het Ombilin-kolenveld in de Padangsche Bovenlanden en het transportstelsel op Sumatra Westkust."

Temuan ini tentu memberikan angin segar bagi Pemerintah Kolonial Hindia Belanda pada saat itu.

Sebab, batu bara menjadi salah satu komoditas yang sangat berharga bagi wilayah Eropa seiring dengan berkembangnya Revolusi Industri pada periode tersebut.

Batu bara yang menjadi bahan bakar utama bagi mesin uap membuat komoditas ini memiliki permintaan dan harga yang cukup tinggi.

Kondisi ini sekaligus mengubah potret Sawahlunto di masa lalu, dari awalnya yang berupa daerah persawahan menjadi kota tambang.

Pembangunan infrastruktur untuk menunjang pertambangan yang ada di Ombilin, Sawahlunto akhirnya dikerjakan oleh Pemerintah Hindia Belanda pada 1883 hingga 1894.

Salah satu infrastruktur yang ikut dibangun untuk menunjang pertambangan ini adalah jalur kereta api yang membentang dari daerah tambang menuju Pelabuhan Emmahaven atau Teluk Bayur.

Pembangunan ini berdasarkan hasil laporan penelitian yang dilakukan oleh dua ahli tambang asal Belanda, yaitu Jacobus Leonardus Cluysenaer dan Daniel David Veth.

Tidak hanya memetakan jalur kereta api yang dibangun, hasil penelitian ini juga memperkirakan biaya yang dibutuhkan untuk membangun proyek tersebut.

Hasilnya, pada 1894 jalur kereta api dari Sawahlunto menuju Pelabuhan Teluk Bayur mulai beroperasi, tidak hanya sebagai pengangkut hasil tambang, tetapi juga sebagai sarana transportasi.

Jalur kereta api untuk mengangkut hasil batu bara | Wikimedia Commons
Jalur kereta api untuk mengangkut hasil batu bara | Wikimedia Commons

Di sinilah peran lokomotif menjadi penting dalam mengangkut hasil tambang tersebut.

Kereta api ini akan menempuh jarak 150 kilometer untuk mengangkut batu bara dari Sawahlunto menuju Pelabuhan Teluk Bayur, sebelum nantinya hasil tambang tersebut akan diekspor menggunakan kapal SS Sawahlunto atau SS Ombilin-Nederland.

Khusus untuk Mak Itam, nama ini disematkan pada lokomotif uap dengan kode E1060.

Dalam laman Indonesia.go.id disebutkan bahwa lokomotif uap buatan pabrik Maschinenfabrik di Esslingen, Jerman ini pertama kali didatangkan ke Sumatra Barat pada 1966 lalu.

Mak Itam juga menjadi lokomotif terakhir yang diproduksi oleh pabrikan tersebut.

Salah satu keunggulan dari lokomotif ini adalah memiliki gigi yang mampu digunakan untuk melewati rute jalur yang menanjak dan berbelok-belok.

Kemampuan ini sesuai dengan medan yang harus ditempuh oleh lokomotif Mak Itam dari Sawahlunto menuju Pelabuhan Teluk Bayur.

Dalam satu kali perjalanan, lokomotif Mak Itam diketahui bisa menarik 40 gerbong batu bara yang memiliki berat hingga 130 ton.

Dengan dibantu 10 roda penggerak, lokomotif ini akan mengangkut hasil tambang batu bara menuju Pelabuhan Teluk Bayur dengan waktu tempuh lebih kurang sepuluh jam.

Berkat nilai historisnya yang cukup penting ini, lokomotif Mak Itam akhirnya masuk dalam daftar Warisan Dunia UNESCO untuk kategori budaya pada 2019 lalu.

Baca juga: 6 Kampung Unik di Indonesia, Kamu Pernah ke Sana?

Menjadi Kereta Api Wisata

KA Wisata Mak Itam | Kai.id
KA Wisata Mak Itam | Kai.id

Seiring meredupnya pertambangan di Sawahlunto, Sumatra Barat, maka peran lokomotif Mak Itam sebagai pengangkut hasil tambang batu bara juga mulai tergantikan.

Total selama 50 tahun lokomotif legendaris ini melintasi jalur di kawasan Ombilin, Sawahlunto, baik untuk mengangkut hasil tambang maupun sebagai gerbong penumpang.

Meskipun demikian, lokomotif ini tidak dibiarkan terbengkalai begitu saja.

Pada 2005 silam, Mak Itam beserta lima lokomotif tua lainnya diresmikan sebagai koleksi dalam Museum Kereta Api Sawahlunto yang diresmikan langsung oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla pada saat itu.

Empat tahun berselang, lokomotif legendaris ini kembali dioperasikan untuk melintasi jalur kereta api di Sumatra Barat.

Mak Itam kembali dioperasikan pada awal 2009 untuk menarik gerbong wisata dalam rute pendek dari Sawahlunto menuju Muaro Kalaban.

Meskipun demikian, kembalinya Mak Itam melintasi rel kereta api ini tidak bertahan lama.

Pada 2014, penggunaan lokomotif Mak Itam sebagai kereta api wisata akhirnya berhenti untuk dioperasikan.

Harapan untuk menyaksikan lokomotif Mak Itam untuk kembali bertugas muncul pada akhir 2022 lalu.

Menteri BUMN Erick Thohir yang didampingi oleh Wakil Gubernur Sumatera Barat Audy Joinaldy, Wali Kota Sawahlunto Deri Asta, Anggota Komisi VI DPR RI Andre Rosiade, Deputi Bidang SDM & TI Kementerian BUMN Teddy Barat, dan beberapa stakeholder terkait meresmikan KA Wisata Mak Itam di Stasiun Sawahlunto pada 20 Desember 2022 lalu.

Dikutip dari laman Kai.id, pengoperasian KA Wisata Mak Itam ini bertujuan untuk meningkatkan potensi pariwisata yang ada di Sumatra Barat, khususnya di daerah Sawahlunto.

"Pengoperasian Kereta Api Mak Itam dan Jalur Kereta Api Sawahlunto-Muarokalaban ini merupakan ikhtiar dan bentuk konkret dukungan yang diberikan BUMN dalam rangka pemulihan ekonomi di wilayah Sumatera Barat melalui pengembangan sektor pariwisata dengan memanfaatkan dan melakukan optimalisasi aset BUMN yang ada di Sumatera Barat sebagai katalis aktivitas perekonomian lokal, sesuai Visi Kementerian BUMN," jelas Direktur Utama KAI Didiek Hartantyo, seperti yang dilansir dari laman Kai.id.

KA Wisata Mak Itam ini akan melalui jalur kereta api sepanjang 4 kilometer dari Sawahlunto menuju Muaro Kalaban dan akan melewati kawasan Warisan Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto yang sudah ditetapkan sebagai Warisan Dunia UNESCO pada 2019 silam.

Dengan adanya KA Wisata Mak Itam ini diharapkan masyarakat bisa merasakan sensasi menaiki lokomotif legendaris ini, sekaligus melihat secara langsung situs warisan dunia yang ada di Ranah Minang.

 

 

Referensi:
- https://indonesia.go.id/ragam/pariwisata/pariwisata/jejak-sejarah-tambang-batu-bara-ombilin-menjadi-situs-warisan-dunia
- https://indonesia.go.id/kategori/keanekaragaman-hayati/2040/mak-itam-legenda-sawahlunto?lang=1
- https://www.kai.id/information/full_news/5508-sinergi-bumn-ka-wisata-mak-itam-kembali-beroperasi