Literasi Kesehatan Seksual pada Remaja Di Era Informasi

Literasi Kesehatan Seksual pada Remaja Di Era Informasi

Pendidikan seks penting bagi remaja era digital | Sumber: Unsplash (Jared Sluyter)

#SobatHebatIndonesiaBaik #JadiKontributorJadiInspirator #BerbagiMenginspirasi

Ibarat koin yang memiliki 2 sisi, di balik kemudahan akses informasi yang ada di era informasi ini, ternyata terdapat ancaman-ancaman yang mengintai kita. Salah satu kelompok yang rentan terkena imbasnya adalah para remaja. Mereka termasuk ke dalam net generation, yakni menjadikan informasi sebagai konsumsi pokok dan kehidupan sosialnya dihabiskan di cyberspace atau dunia maya.

Berdasarkan hasil survei dari KOMINFO bersama UNICEF pada tahun 2014, sebanyak 30 juta remaja di Indonesia telah menggunakan internet untuk mengakses informasi. Namun, beberapa di antaranya telah terkontaminasi oleh konten pornografi baik disengaja maupun tidak disengaja. Hal tersebut menunjukkan bahwa remaja mendapatkan kebebasan dalam mengakses informasi yang mereka inginkan.

Berdasarkan survei ini pula, disebutkan juga bahwa walaupun sebagian besar dari remaja tidak menyetujui adanya peredaran pornografi di internet, nyatanya ketika mereka tidak sengaja melihat iklan vulgar yang beredar, mereka tergerak untuk menekan pop up iklan tersebut dan selanjutnya mereka akan mulai mengonsumsi konten pornografi. Lambat laun remaja-remaja ini mulai mencari konten pornografi dan akhirnya mereka mengalami kecanduan pornografi (KOMINFO, 2014).

Kemudian, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh DNS Nawala, menyebutkan bahwa beberapa remaja telah terkontaminasi konten pornografi melalui internet, yaitu melalui aplikasi maupun website berbentuk whisper dan secret. Aplikasi maupun website ini tidak terjaring oleh pihak DNS Naswala sehingga remaja-remaja ini bebas mengakses konten pornografi tanpa adanya pengawasan (Atem, 2016).

Data-data di atas didukung dengan pendapat dari Santrock mengenai karakteristik remaja, yaitu mereka suka mencoba hal-hal baru dan menarik perhatian mereka. Hal ini dibarengi dengan banyaknya informasi yang mereka terima ketika menggunakan internet, terutama dalam menggunakan media digital. Sehingga, informasi yang masuk tidak dapat dikontrol termasuk dalam penerimaan pornografi (Santrock, 2003).

Kemudian pendapat Santrock juga didukung dengan pendapat bahwa remaja condong melakukan sesuatu yang menantang tanpa melakukan persiapan sehingga tidak heran remaja dapat menimbulkan masalah (Fitriana & Siswantara, 2018).

Seakan-akan seperti efek domino, dampak yang diberikan terus berlanjut. Bermula dari pornografi, lalu munculnya dorongan untuk melakukan hubungan sex dengan orang lain, dan akhirnya sex bebas terjadi. BKKBN melakukan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2017 pada sekitar 22.583 remaja yang ada.

Berdasarkan hasil tersebut , ditemukan bahwa sebesar 3,6% remaja laki-laki dan 0,9% remaja perempuan telah melakukan hubungan sex sebelum menikah. Hasil selanjutnya menunjukkan sebesar 28,3% remaja laki-laki dan 31% remaja perempuan melakukan hubungan sex di umur 17 tahun. Sekitar 22,9% remaja laki-laki dan 11,9% remaja perempuan melakukan hubungan sex di umur 16 tahun. Kemudian yang terakhir sebesar 16,4% remaja perempuan mengalami kehamilan di luar nikah yang tidak mereka inginkan.

BKKBN melakukan survei lanjutan dan dalam survei tersebut menunjukkan hasil sebesar 48,6% remaja laki-laki dan 50,5% remaja perempuan mengetahui bahwa melakukan hubungan sex berisiko menyebabkan kehamilan. Hasil selanjutnya menunjukkan bahwa sebesar 37% remaja laki-laki dan 33% remaja perempuan memiliki pengetahuan mengenai masa subur pada perempuan. Hasil-hasil tersebut menujukan bahwa pengetahuan remaja mengenai sex masih tergolong rendah dan apabila tidak segera di atasi maka dapat menimbulkan masalah yang sangat fatal bagi remaja-remaja tersebut (BKKBN, 2017).

Dari data yang sudah disebutkan, kini kita sama-sama menyadari betapa masih rendahnya pengetahuan dan kesadaran mengenai pendidikan seksual. Tentunya, realitas di atas sangat memilukan. Peristiwa ini menjadi pekerjaan rumah banyak pihak untuk menekan angka tersebut jauh lebih rendah lagi.

Permasalahan tidak berhenti di masalah sex bebas pada remaja. Sebabnya, muncul pula masalah mengenai kehamilan di luar pernikahan. Berdasarkan hasil wawancara kepada Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Hasto Wardoyo, pada tahun 2021 menyebutkan bahwa sekitar 80% pasangan meminta rekomendasi nikah dikarenakan mengalami Married by Accident (MBA) atau pernikahan akibat kehamilan di luar pernikahan.

Fakta yang lebih mengejutkan lagi adalah di antara mereka yang meminta rekomendasi pernikahan, beberapa ditemukan masih berada di usia 15-18 tahun. Artinya, mereka melakukan pernikahan dini. Inilah yang mendorong peningkatan jumlah pernikahan dini pada remaja di Indonesia.

Lagi-lagi, ada banyak dampak yang muncul ketika melakukan pernikahan dini sebab kehamilan di luar pernikahan, baik berdampak untuk kesehatan fisik maupun untuk kesehatan mental para remaja.

Literasi kesehatan menjadi salah satu langkah preventif untuk membantu para remaja dalam memahami pendidikan seksual. Sedangkan literasi ini sendiri dinilai mampu membantu seseorang dalam mengambil langkah serta konsekuensi yang akan di dapat secara seksual, misalnya seputar kesehatan reproduksi, penyakit menular, kehamilan, dan masih banyak lagi.

Dalam turunannya, literasi kesehatan memilik subbab bagian yang bernama Sexual and Reproductive Health Literacy (SRHL) atau literasi kesehatan seksual dan reproduksi. Pernyataan di atas dibuktikan dengan hasil penelitian pada SMK N X Kota Semarang, yang menyatakan bahwa remaja yang memiliki literasi kesehatan yang tinggi memiliki risiko melakukan aktivitas seksual pranikah maupun pornografi yang lebih rendah dibanding yang tidak terkognisi mengenai literasi kesehatan (Lakhmudien, 2018).

Walaupun sebenarnya pendidikan seksual tidak hanya membahas mengenai kesehatan reproduksi atau hanya seputar sexual and reproductive health, tetapi setidaknya literasi kesehatan dapat membantu para remaja untuk memahami pendidikan seksual. Apabila dikaitkan dengan era informasi saat ini, sumber informasi mengenai kesehatan seksual dan reproduksi sangat mudah untuk ditemukan.

Namun, tentu saja tidak semua informasi yang tersedia di internet mudah di pahami maupun terbukti kebenarannya. Dengan demikian, literasi kesehatan terutama literasi kesehatan seksual dan reproduksi diperlukan untuk memahami, menilai, mengakses, hingga menerapkan informasi mengenai kesehatan seksual dan reproduksi.