ASN, setelah Langit Senja

ASN, setelah Langit Senja

Setelah langit senja

#SobatHebatIndonesiaBaik #JadiKontributorJadiInspirator #BerbagiMenginspirasi #SohIBBerkompetisiArtikel #Makin Tahu Indonesia

Langit senja berganti malam. Mentari pagi menyapa tak lama kemudian. Begitu memang hidup ini, silih berganti. Tidak pernah berhenti di satu titik, hingga saatnya nanti. Namun, yang harus terus dikawal dan dipastikan, dalam perjalanan ini harus ada pertumbuhan. Meski, tidak sedikit datang rintangan.

Melewati dua tahun masa pandemi kita semua tentu banyak belajar. Banyak merenung, juga merencanakan. Sebagai bagian dari warga sipil dengan keistimewaan menjalani profesi sebagai tenaga kesehatan, pandemi covid-19 ini memberi saya banyak kejutan. Tentu saja tidak direncanakan.

Kehilangan kerabat dan sahabat adalah kejutan yang paling menyesakkan. Jantung pun berdebar, seolah menanti kejutan-kejutan, sepanjang hari. Seiring grafik naik turunnya kasus konfirmasi, dari gelombang ke gelombang. Menghitung hari-hari infeksi, melewati masa-masa mendebarkan. Memutar layanan oksigen seperti berebut pelampung saat kapal karam di tengah lautan. 

“Boleh, Dok, pinjam tabung oksigennya? Semua rumah sakit sudah penuh...! Iba orang silih berganti. Meski, di layanan tingkat pertama, kami mencoba menyuplai tabung oksigen ke rumah-rumah. Lebih lagi rumah isolasi yang kami pusatkan. Tentu, dengan kami pantau semampunya. 

Hari-hari itu benar-benar suram. Letih raga, hati dan pikiran. Membayangkan sekian prosen penduduk dunia hilang seketika! Bersama! Atau menderita penyakit kronis lanjutan sepanjang sisa usianya. Duhai lemahnya manusia, menghadapi serangan makhluk ‘gaib’ yang tak kasat mata itu.

Namun, air mata sedih tentu ada air mata bahagia sebagai penawarnya. Bekerja sebagai tenaga kesehatan berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) di puncak-puncak pandemi lalu rasanya makin istimewa saja. Kami melayani tanpa lagi membedakan si miskin dan kaya. Obatnya sama. Tak peduli dengan kartu asuransi di saku bajunya. Status kesehatan menjadi penentu utama. Berat ringan, serta risiko-risiko nya. 

Warga pun tampak guyup, lebih dari biasanya. Saling mendukung, meringankan dengan apa yang bisa. 

Semua demi kita bisa, melewati krisis pandemi yang demikian menakutkan itu. 

Sempat menjadi kegelisahan, saat program vaksinasi covid-19 direncanakan berbayar. Dalam kelesuhan ekonomi seperti saat itu, rasanya akan sangat sulit mencapai angka cakupannya. Orang lebih memilih mati karena covid, daripada mati kelaparan. Lagi pula, tenaga kesehatan akan lebih kelimpungan, memilah si miskin dan kaya, sementara kita berburu kecepatan dengan peredaran dan mutasi virus aslinya. Untung keputusan berbayar itu kemudian buyar. 

Namun, yang masih menjadi pilu adalah di tingkat global. Negara-negara miskin yang tak punya penjamin hanya kecipratan beberapa botol vaksinnya. Cakupannya tak lebih dari 10% saja. Harapan agar penyakit infeksi ini menjadi endemik semakin jauh dari kenyatan. Karena dalam logika ilmiah, seperti mustahil untuk dilenyapkan (eradikasi) dari muka bumi ini. Infeksi covid-19 ini idealnya bisa menjadi endemi. Namun, kenyataan kita akan dibawa menuju epidemi. Artinya, akan tetap banyak yang terinfeksi di banyak wilayah. 

Badan Kesehatan Dunia (WHO) tak banyak bisa memaksakan kebijakan. Vaksin telah menjadi monopoli, atau setidaknya oligopoli beberapa negara saja. Memang secara literatur telah banyak yang mampu mengakses. Namun, dalam produksi lain lagi. 

Ya, beginilah dunia kesehatan kita hari ini. Dari hulu hingga hilir muaranya adalah soal kapital. Kemanusiaan adalah nomor kesekian. Pandemi covid-19 ini memberi kita banyak pelajaran. 

Maka, beruntunglah kita sebagai ASN. Kita dicetak sebagai pelayan publik, apapun status sosialnya. Tugas yang akan selalu inheren dengan sumpah profesi dalam dunia kesehatan, kita mengabdi untuk kemanusiaan. 

Semoga negara ini terus berbenah. Menjadi prototipe negara idaman setiap anak manusia. Dengan ASN yang profesional dan amanah sebagai motor penggerak utamanya. 

Langit senja hari ini pasti akan berjumpa cerah mentari esok pagi.