Siap Hadapi Pemilu Berbekal Literasi Media Sosial

Siap Hadapi Pemilu Berbekal Literasi Media Sosial

Ilustrasi pemungutan suara | Freepik (pch.vector)

#SohIBBerkompetisiArtikel

Tahun 2024 Indonesia hendak menghadapi gelaran Pemilu secara serentak. Pemilihan presiden dan wakil presiden dilaksanakan pada tahun yang sama dengan pemilihan legislatif hingga ke pemilihan kepala daerah. Bahkan dalam acara Konsolidasi Nasional Bawaslu RI 2022 lalu, Presiden Jokowi menyebutkan bahwa Pemilu tersebut akan menjadi Pesta Demokrasi terbesar dari sepanjang sejarah Pemilu di Indonesia, dan mungkin juga terbesar di dunia. Sehingga diperkirakan tantangan dalam menciptakan Pemilu yang tertib pun bisa semakin sulit. 

Sambutan Presiden Jokowi di acara Konsolidasi Nasional Bawaslu RI 2022 | Youtube (Sekretariat Presiden)

Tantangan Pemilu tak lagi sekedar seberapa menarik janji-janji politik yang ditawarkan para kandidat kepada konstituen. Tetapi citra yang diperlihatkan di hadapan publik melalui media juga turut berpengaruh terhadap persepsi masyarakat ketika memilih wakil mereka di pemerintahan. Terutama pada era keterbukaan informasi seperti saat ini dimana konten mengenai seseorang dengan mudahnya dapat disebarluaskan dan diubah-ubah hanya menggunakan gawai. Informasi dalam konten yang dimaksud juga tidak mampu dibuktikan kebenarannya, karena memang bisa saja informasi sengaja dibuat ataupun diduplikasi untuk merugikan pihak tertentu. Apabila menemukan informasi dengan karakteristik demikian maka informasi tersebut merupakan informasi palsu atau Hoaks. 

Berdasarkan Databoks Katadata pada Pemilu terakhir yakni tahun 2019, Kementerian Komunikasi dan Informatika menemukan sebanyak 3.801 hoaks dengan 922 diantaranya merupakan isu-isu politik. Selama periode tersebut pola peningkatan hoaks terjadi seiring berlangsungnya pelaksanaan Pemilu 2019. Hoaks yang kala itu teridentifikasi misalnya berupa postingan Facebook yang menunjukkan hasil hitung suara pemilu, pesan massal yang membahas terkait dukungan tokoh ternama kepada paslon presiden dan wakil presiden, serta hoaks-hoaks lainnya. 

Contoh hoaks media sosial terkait perhitungan suara Pemilu 2019 | Kompas.com (Tim Cek Fakta)

Dampak hoaks juga bukan hal yang dapat dianggap remeh. Dilansir dari Sindonews, seorang pengamat politik Arif Nurul Imam dirinya menyatakan terdapat 3 dampak hoaks terhadap demokrasi, khususnya saat jelang penyelenggaraan Pemilu. Pertama, hoaks akan mendominasi dialog di antara masyarakat sehingga menghilangkan esensi dan hal-hal penting dari Pemilu itu sendiri. Kedua, hoaks akan memunculkan inkonsistensi opini di antara masyarakat, dan terakhir hoaks bisa mengakibatkan terjadinya segregasi sosial suatu bangsa.

Dewasa ini, peran media sosial mempunyai pengaruh yang kuat dalam strategi komunikasi politik. Namun, berkaca pada fenomena-fenomena hoaks yang telah dipaparkan sebelumnya, maka sebelum memasuki Pemilu tahun depan kita sebagai masyarakat perlu memperkaya pengetahuan supaya dapat terhindar dari bahaya hoaks, misalnya dengan memanfaatkan Literasi Media Sosial.

Ilustrasi media sosial | Pexels (Magnus Mueller)

Literasi Media Sosial merupakan kemampuan untuk mengkritisi serta mengomunikasikan informasi yang terdapat di dalam media-media sosial secara bertanggung jawab. Seseorang yang dianggap telah literat terhadap media sosial artinya ia mampu:

  • Mencari konten dari sumber yang kredibel

Sumber informasi kredibel dapat ditemukan dalam konten yang berasal dari akun-akun media sosial resmi. Akun media sosial resmi umumnya sudah mempunyai centang biru atau simbol yang membuktikan keaslian akun tersebut. Juga perhatikan perbandingan antara comment dan like pada postingan dengan jumlah pengikut yang dimiliki, apabila mencurigakan maka kemungkinan besar akun tersebut kurang kredibel.

  • Membaca atau menonton konten secara utuh 

Menerima informasi dengan detail dan menyeluruh dapat membuat kita memahami informasi berdasarkan peristiwa yang benar-benar terjadi di lapangan.

  • Mencari konten atau referensi dari sumber kredibel lainnya

Langkah ini dilakukan supaya dapat menjauhkan kita dari sikap bias konfirmasi atau kecenderungan mencari dan mempercayai informasi-informasi yang hanya bisa memperkuat pendapat pribadi.

  • Membandingkan konten-konten yang telah terkumpul

Membandingkan konten-konten dengan topik yang sama dari berbagai sumber kredibel merupakan cara supaya kita dapat menerima informasi melalui sudut pandang yang beragam dan membuat kita tidak mudah terprovokasi oleh sebelah pihak.

  • Membagikan konten secara bertanggung jawab

Sikap bertanggung jawab dalam membagikan konten yaitu mampu saling melindungi hak informasi dengan pengguna media sosial lainnya, senantiasa menerapkan etika bermedia sosial, serta tidak membagikan konten yang bersifat negatif.

Serangkaian sikap di atas akan tumbuh pada diri apabila kita senantiasa mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga dengan kemampuan Literasi Media Sosial sebagai pondasinya, kita akan siap dan mampu menghadapi kembali tahun politik tanpa takut “diperbudak” oleh hoaks-hoaks yang menyertainya. Justru kitalah yang sanggup berperan aktif menggunakan media sosial sebagai alat pertukaran informasi dalam rangka mewujudkan Pemilu yang tertib. Baik tua ataupun muda mari kita bersama-sama sukseskan Pesta Demokrasi Tahun 2024 mendatang dengan menjadi pengguna media sosial yang cerdas, dan jangan lupa untuk membiasakan saring sebelum sharing.