Sekolah Hi-Tech Kembali ke Buku Cetak: Dampak Pembelajaran Full-Technology

Sekolah Hi-Tech Kembali ke Buku Cetak: Dampak Pembelajaran Full-Technology

Sekolah di Swedia Kembali Menggunakan Buku Paket | Sumber: Unsplash (Kimberly Farmer)

Perkembangan teknologi yang pesat telah terjadi dalam dunia pendidikan. Namun, belakangan ini muncul sebuah berita tentang Sekolah Hi-Tech di Swedia yang mengajukan pembelajaran kembali dengan buku paket dan pena.

Apakah SohIB bertanya-tanya mengapa hal ini bisa terjadi? Padahal kan, sudah bagus karena mengikuti perkembangan teknologi, kok memilih kembali kepada pembelajaran konvensional, ya?

Menurut berbagai sumber, hal ini disebabkan oleh penurunan keterampilan dasar siswa. Beberapa di antaranya adalah kemampuan membaca dan menulis.

Meskipun laporan dari Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS) mengatakan bahwa kemampuan membaca siswa di Swedia berada di atas rata-rata Eropa, ternyata kemampuan literasi siswa kelas 4 mengalami penurunan antara tahun 2016 dan 2021.

Jumlah siswa imigran yang meningkat sehingga banyak yang tidak lancar berbahasa Swedia mungkin menjadi salah satu faktornya, tetapi menurut para ahli penggunaan perangkat elektronik di sekolah juga turut menyebabkan ketertinggalan siswa dalam mata pelajaran bahasa.

Dari sinilah, Lotta Edholm selaku Menteri Urusan Sekolah Swedia berpendapat bahwa saat ini buku pelajaran cetak lebih dibutuhkan bagi para siswa. Bahkan, kementerian merencanakan penghentian pembelajaran digital bagi anak berusia di bawah 6 tahun.

Tidak hanya di Swedia, isu tentang pembelajaran digital ini nampaknya juga menjadi perhatian UNESCO. Melalui an urgent call for appropriate use of technology in education, mereka mendesak agar negara-negara mempercepat koneksi internet di sekolah serta memperingatkan agar penggunaan internet tidak menggantikan pengajaran oleh guru sebab beberapa sumber pengetahuan digital belum bisa dipastikan keakuratannya.

Dengan adanya isu tersebut, maka terdapat dampak negatif dari penggunaan teknologi dalam pendidikan:

1. Peran Guru yang Terganti

Peran guru sebagai pengajar perlahan-lahan menghilang. Salah satu penyebabnya adalah guru yang gaptek (tidak paham teknologi). Akibatnya, pembelajaran dengan teknologi menjadi pasif dan kurang interaksi.

Oleh karena itulah, peran guru menjadi mudah digantikan dengan teknologi digital dimana para siswa lebih mengandalkan informasi dari internet. Pengetahuan yang belum mereka dapatkan dari sekolah dapat diakses dengan mudah.

2. Penurunan Karakter Siswa

Karakter siswa yang dimaksud adalah menurunnya keterampilan sosial dan meningkatnya rasa malas. Kehadiran teknologi membuat siswa terbiasa bekerja sendiri. Mereka jarang terlibat satu sama lain, berinteraksi, dan berkolaborasi sehingga banyak siswa yang kurang memiliki hubungan bermakna dengan teman-temannya. Yang lebih parahnya lagi muncul kecenderungan bersikap apatis.

Selain itu, mereka juga cenderung malas dan meremehkan tugas. Tersedianya berbagai informasi di internet yang dapat membantu dalam mengerjakan tugas membuat siswa menjadi ketergantungan. Hal ini dapat merugikan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan kreatif mengenai masalah atau tugas yang ada.

Ilustrasi seorang siswa yang ketergantungan dengan ponsel saat belajar di kelas | Pexels: Pixabay

3. Masalah Kesehatan

Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan komputer dan perangkat elektronik dalam jangka panjang dapat menyebabkan nyeri muskuloskeletal akibat postur tubuh yang tidak memadai. Tidak hanya itu, penggunaan yang berlebihan dapat menyebabkan stress, kurang tidur, hingga mata lelah.

Namun, perlu diingat juga bahwa pembelajaran dengan teknologi sangat membantu siswa, guru, bahkan orang tua siswa itu sendiri. Berikut dampak positif dari penggunaan teknologi dalam pendidikan:

1. Mempercepat Proses Pembelajaran

Pembelajaran digital memberikan peluang bagi siswa untuk belajar dengan mandiri. Mereka tidak harus menunggu dari guru karena dapat mengakses informasi apapun. Selain itu, mereka juga belajar dari berbagai platform untuk memperluas pengetahuan, keterampilan, dan keahlian yang diminati, seperti musik, bahasa, coding, dan bidang lainnya.

2. Metode Belajar yang Kreatif dan Inovatif

Proses belajar yang biasanya hanya mendengarkan dan mencatat penjelasan pengajar kini berganti menjadi lebih beragam dan inovatif. Para pengajar dapat berkreasi dengan berbagai metode belajar, seperti memberikan permainan edukatif digital yang bersifat menghibur dan mendidik, meningkatkan pembelajaran yang interaktif dengan Jamboard, mengadakan projek berbentuk video, serta pengajaran melalui media film dengan YouTube.

Representasi audio visual diharapkan membuat anak muda lebih tertarik dalam apa yang mereka pelajari dan tidak mudah merasa bosan.

3. Meringankan Beban Siswa

Cara belajar konvensional dengan menggunakan buku cetak dan buku catatan untuk setiap mata pelajaran seringkali membuat tas sekolah menjadi berat. Hal tersebut tentu dapat membuat siswa menjadi sakit punggung jika harus membawanya setiap hari.

Namun, sekarang beban tersebut dapat berkurang dengan adanya penggunaan laptop atau tablet. Materi yang biasanya ada di dalam buku cetak kini tersimpan di dalamnya.

4. Mobilitas Belajar tanpa Batas

Mobilitas yang dimaksud adalah para siswa dapat mengakses materi pelajaran dengan koneksi internet. Saat membuat esai atau makalah, mereka tidak lagi dibatasi oleh ruang perpustakaan atau ruang kelas sehingga lebih mudah dalam melakukan penelitian melalui sumber-sumber yang lebih luas.

Mereka bahkan dapat mengikuti kelas virtual hingga ke dunia internasional serta bertukar informasi dan pengetahuan dengan siswa dari luar negeri.

Ilustrasi siswa yang melakukan pembelajaran virtual | Pexels: Anna Shvets

Pembelajaran dengan teknologi pasti memiliki kelebihan dan kelemahan. Oleh sebab itu, diperlukan adanya keseimbangan dan kombinasi antara pembelajaran dengan teknologi dan cara konvensional.

Kita tentu menginginkan perkembangan ke arah yang lebih baik, maka jangan sampai teknologi dalam pendidikan membuat siswa menjadi ketergantungan dan mengalami penurunan keterampilan.

Akan lebih baik jika melibatkan peran sekolah, orang tua, serta pemerintah. Pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan terkait penggunaan teknologi dalam pendidikan. Sementara, guru aktif menjadi fasilitator dan orang tua turut berperan mendampingi agar tidak terjadi penyalahgunaan internet.

Semoga ulasan ini bermanfaat ya, SohIB!

#Makin Tahu Indonesia

 

 

Referensi:

  • Bhat, S.A., (2021). The positive and negative impact of new technology on accelerated learning during covid-19 pandemic. International Journal of Applied Research 2021; 7(8): 41-44. Diakses pada 16 November 2023 dari Researchgate.net
  • Hubvela. (2023). Positive and Negative Impacts of Technology on Education. Diakses pada 16 November 2023 dari https://hubvela.com/hub/technology/positive-negative-impacts/education/
  • Pele, Charlene. (2023). Sweden brings more books and handwriting practice back to its tech-heavy schools. Diakses pada 16 November 2023 dari https://www.nzherald.co.nz/world/sweden-brings-more-books-and-handwriting-practice-back-to-its-tech-heavy-schools/CUBSWFL3GBHVBN4VFEEKBATT64/