Perbaiki Visi, Tingkatkan Kontribusi

Perbaiki Visi, Tingkatkan Kontribusi

Beasiswa adalah investasi Indonesia kepada generasi muda bangsa

 

Meng-upgrade Sistem Pendidikan demi SDM yang Lebih Menjanjikan

#SobatHebatIndonesiaBaik

#JadiKontributorJadiInspirator

#BerbagiMenginspirasi

#SohIBBerkompetisiArtikel

 

“Orang bilang tanah kita tanah surga. Tongkat kayu dan batu jadi tanaman.”

Begitulah Koes Plus menggambarkan alam Indonesia dalam lagunya. Sekilas memang terdengar agak berlebihan. Meski tidak seutuhnya benar, namun memang demikianlah kesuburan tanah Indonesia. Negara tercinta kita ini seolah diistimewakan oleh Tuhan dengan segala potensi sumber daya alamnya. Pantas jika orang menyebut Indonesia adalah tanah surga. Indonesia is wonderland, kata Alfy Reff. Kita pun tahu bukan hanya tanah subur yang menjadi keunggulan Indonesia. Iklim tropis, letak geografis yang strategis, hasil tambang yang melimpah, serta bonus demografi adalah potensi besar Indonesia untuk menjadi negara maju dan global player. Pertanyaanya, sudahkan Indonesia berhasil memaksimalkan potensinya demi kesejahteraan rakyat?

Ada fakta cukup ironis yang dapat menjawab pertanyaan tersebut. Indonesia merupakan negara produsen minyak mentah, namun masih saja mengimpor BBM dari Singapura, negara yang hampir tidak memiliki sumber daya alam. Mirisnya, BBM dari Singapura tersebut merupakan minyak yang berasal dari sumur-sumur di Indonesia. Ironi bukan? Kita mampu menghasilkan minyak mentah, namun menjualnya dengan harga murah ke negara lain lalu membelinya lagi dalam bentuk jadi dengan harga lebih mahal. Tentu hal ini mengakibatkan defisit dalam neraca perdagangan internasional. Dikutip dari Kompas, pada tahun 2021 Indonesia mengalami defisit dalam berdagang dengan singapura sebesar 3,817 miliar dollar AS. Padahal jika kita mampu mengolah sendiri tentu akan lebih banyak keuntungan yang kita dapat. Kita dapat  mengekspor BBM dengan harga lebih mahal daripada saat masih menjadi minyak mentah, terlebih saat ini dunia tengah dilanda krisis energi akibat invasi Rusia ke Ukraina.

Kualitas SDM Indonesia dibutuhkan untuk memaksimalkan potensi SDA | Unsplash (Scott Blake)

Faktor utama penyebab Indonesia belum mampu memaksimalkan potensi alamnya adalah kurangnya sumber daya manusia yang mampuni dalam hal pengolahan minyak mentah. Bonus demografi yang dimiliki Indonesia dengan banyaknya jumlah usia produktif rakyat nyatanya belum cukup berperan dalam menjadikan Indonesia lebih mandiri. Jika menyangkut kualitas sumber daya manusia, tentu akar masalahnya adalah pada pendidikan. Pendidikan di Indonesia harus diperbaiki bukan hanya dari sistemnya, namun bagaimana pendidikan itu memiliki arah yang jelas dan sesuai dengan kebutuhan Indonesia. Dengan demikian, melalui pendidikan Indonesia dapat berinvestasi kepada para pemuda generasi penerus bangsa dengan harapan mereka mampu membawa Indonesia menjadi negara yang lebih mandiri dan sejahtera, sesuai dengan pilar pertama visi Indonesia Emas 2045 yaitu pembangunan manusia dan penguasaan IPTEK.

Sejalan dengan besarnya potensi alam Indonesia, maka penguasaan IPTEK memang sangat diperlukan agar pemanfaatannya dapat dilakukan dengan maksimal. Dengan mampu mengolah hasil alamnya secara mandiri, Indonesia bisa memperkuat posisinya di forum G20  karena memiliki ketahanan ekonomi yang mumpuni. Indonesia lebih mampu berkontribusi dalam perekonomian dunia yang sedang dalam krisis energi karena tidak lagi bergantung kepada negara asing dalam mengolah hasil tambangnya. Untuk itu, para pemuda Indonesia wajib belajar kepada negara-negara lain seperti Jepang, Jerman, dan Amerika. Pemerintah bisa mendatangkan ahli dari negara tersebut untuk mengajar di Indonesia, atau memberikan beasiswa kepada para pemuda untuk menimba ilmu ke luar negeri. Selama ini pemerintah telah gencar memberikan beasiswa kepada para pelajar, akan tetapi kontribusi yang diharapkan dari mereka nyatanya belum cukup berperan dalam memperbaiki kekurangan yang ada di Indonesia. Apakah ini salah para pelajar penerima beasiswa tersebut, atau memang sistem kontribusi yang ditetapkan pemerintah masih belum terarah?

Banyak pihak pemberi beasiswa yang hanya menanyakan, “Apa kontribusi yang ingin kamu lakukan saat lulus nanti?” kepada calon penerima beasiswa. Dari pertanyaan tersebut bisa kita simpulkan bahwa selama ini penerima beasiswa diberi kebebasan berkontribusi untuk Indonesia tanpa diberi arahan mengenai bidang-bidang prioritas yang dibutuhkan Indonesia, salah satunya pada industri pengolahan minyak seperti contoh di atas. Alhasil, penerima beasiswa bisa dengan bebas memilih bidang kontribusi meskipun mungkin bukan pada hal prioritas yang dibutuhkan Indonesia. Ini seolah menunjukkan pemerintah tidak memiliki visi dan tujuan yang jelas dalam berinvestasi kepada pemuda. Apalagi beberapa beasiswa mengharuskan para penerimanya untuk pulang ke Indonesia setelah lulus dan berkontribusi di dalam negeri, sedangkan ketika kembali mereka tidak jelas ditempatkan di mana dan memulai dari nol lagi.

Pemberian beasiswa kepada pelajar adalah investasi terbaik bangsa | Unsplash (Mathieu Stern)

Kita bisa sejenak menengok sistem beasiswa di Tiongkok. Dikutip dari Tirto.id, Tiongkok memberikan beasiswa kepada para pemudanya belajar ke luar negeri dengan memegang falsafah yang artinya: Mendukung penuh rakyatnya belajar ke luar negeri, mendorong para pelajar yang dikirim ke luar negeri untuk kembali dengan iming-iming tertentu, dan membebaskan atas kehendak dirinya untuk pulang atau tidak. Dengan demikian, jika pemerintah ingin pelajarnya kembali ke dalam negeri dan berkontribusi harusnya juga disertai dengan arahan penempatan yang jelas, misalnya dijadikan ASN, ditempatkan di kementerian dan BUMN yang membutuhkan para profesional, atau diberikan dana untuk melakukan riset. Para pelajar tidak harus memulai dari nol lagi dan berkontribusi sekehendaknya saja, mengingat mereka adalah bibit unggul SDM Indonesia dan investasi berharga bangsa. Jika mereka memilih menetap di luar negeri maka anggap saja mereka aset bangsa di luar negeri yang akan memperkuat relasi anak bangsa, baik untuk membantu pelajar Indonesia lain atau memperluas jaringan ekonomi. Bahkan jika mereka mampu menempati posisi strategis di perusahaan top global, tentu nama Indonesia akan harum pula. Itulah investasi kepada pemuda yang sesungguhnya.

Dengan menjadi lebih mandiri, Indonesia mampu berkontribusi lebih untuk pemulihan ekonomi dunia | Unsplash (Annie Spratt)

Perbaikan dari hal kecil namun nyata akan mampu membawa dampak positif yang besar di kemudian hari. Mengubah dasar berpikir dalam pemberian beasiswa akan mengubah peran pemuda menjadi lebih terarah dan nyata kontribusinya dalam membangun bangsa. Jika Indonesia mampu menjadi negara yang mandiri dalam mengolah hasil alamya, bukan hanya kebutuhan dalam negeri saja yang mampu terpenuhi, namun Indonesia juga mampu berperan aktif dalam membantu negara lain untuk pulih dari krisis akibat pandemi, sejalan dengan tema G20 saat ini yaitu Recover Together, Recover Stronger.