Pemuda, Kebingungan, dan Abad 21

Pemuda, Kebingungan, dan Abad 21

Kebingungan

TAO | Unsplash.com (@moino007)

#SobatHebatIndonesiaBaik #JadiKontributorJadiInspirator #BerbagiMenginspirasi #SohIBBerkompetisiArtikel

Lao Tzu, filsuf China sekaligus pendiri Taoisme, seperti dikutip dari Marios S. Cahyadi (2014), pernah mengungkapkan, “Mengetahui orang lain adalah kecerdasan, mengetahui diri sendiri adalah kebijaksanaan sejati, menguasai orang lain adalah kekuatan, dan menguasai diri sendiri adalah kekuatan sejati.” Pesan dari Lao Tzu tersebut bisa menjadi sebuah pembelajaran bagi generasi muda Indonesia guna pengembangan diri menjadi lebih baik.

Berbicara mengenai generasi muda, bangsa Indonesia hari ini dihadapkan dengan kenyataan bahwa populasi negara didominasi para pemuda dengan rentang usia yang cukup muda, yaitu 8-30 tahun. Generasi-generasi itu, secara konsep terbagi ke dalam beberapa nama (skala), yaitu generasi milenial, generasi Z, X, dan Pre-Boomer. Dikutip dari laman Katadata.co.id (2021), diketahui bahwa berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2020, penduduk Indonesia didominasi Generasi Z, yaitu kelompok orang dengan rentang usia 8-23 tahun, dengan total 74,93 juta jiwa atau 27,94% dari total penduduk Indonesia. Selanjutnya, komposisi penduduk produktif terbesar ditopang oleh generasi milenial sebanyak 69.38 juta orang atau 25,87%, Generasi X dengan 58,65 juta orang atau 21,88% dan Pre-Boomer sebanyak 5,03 juta atau 1,87%. Hal yang menarik adalah produktivitas Generasi Z masih belum terbangun, namun perkiraan dalam kurun waktu tujuh tahun lagi akan masuk usia produktif. Pertanyaannya, apakah prediksi tersebut bakal benar-benar terwujud?

Terinspirasi dari buku Yuval Noah Harari (2018) yang berjudul “21 Lessons: 21 Adab untuk Abad ke-21”, penulis ingin memberikan beberapa poin penting yang bisa dijadikan sebuah pedoman agar generasi muda dapat mengarungi era informasi di masa depan. Mengingat banyak hal yang harus dibangun sejak dini, karenanya banyak hal mesti diperhitungkan dan dibenahi sedari awal, sehingga di masa depan Indonesia akan dihimpun dan ditopang generasi muda yang unggul dan berkualitas.

Bersahabat dengan Teknologi

Teknologi dan Kemanusiaan | Pexels.com (@julia-m-cameron)

Hari ini, manusia di seluruh dunia sudah memasuki era informasi, yaitu masa di mana digitalisasi dan teknologi menjadi rangkaian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Guna menghadapinya, apa yang telah dipersiapkan oleh generasi muda bangsa, sejauh mana lingkungan mendukung pemanfaatan teknologi, dan sejauh mana negara dalam mengembangkan potensi kontinuitas teknologi dalam membangun kesejahteraan masyarakat. Dalam berbagai perspektif, teknologi dapat memberikan manfaat, namun juga turut muncul ancaman di baliknya. Barangkali, di masa depan, ketika kita dewasa, kita akan benar-benar “bebas”, yaitu bebas dari pekerjaan alias kita bukanlah apa-apa di balik mesin dengan algoritma akurat dan kecerdasan buatan yang mendekati “kesadaran” manusia—meskipun teknologi hakikatnya dibuat oleh manusia itu sendiri. Apakah para pemuda hanya akan menjadi makanan bagi para mesin dan pembuatnya? Film Elysium, Terminator, Alita Battle Angel, dll, mungkin sedikit dari gambaran masa depan manusia dengan mesin dan teknologi, namun prediksi itu akan lebih menyeramkan karena kita hidup dalam realitas yang sejak awal sudah butuh kemampuan survive yang lebih, apalagi harus dihadapkan dengan mesin-mesin canggih dengan tingkat pengerjaan dan presisi yang tinggi, minim cost, dan tidak perlu dikhawatirkan dengan asuransi keselamatan kerja dan pembebanan keuangan.

Lalu, apa yang mesti dilakukan. Sebagai generasi muda bangsa, tentunya kita tidak bisa mengharamkan keniscayaan kehadiran teknologi, namun yang terbaik adalah bagaimana kita bisa bersahabat dengan teknologi. Bahkan, kitalah yang harus memposisikan ulang sebagai “pencipta teknologi”, bukan menjadi konsumen atau bahkan kompetitor. Oleh karenanya, dengan menguasai teknologi dan perkembangannya, tidak hanya dapat membantu melewati arus informasi dan modernisasi, tapi juga dapat membantu kita survive untuk kehidupan yang semakin sulit dan kompetitif.

Kebijaksanaan Politik dan Politik Bijaksana

Sebagai generasi muda dan warga net yang “berbudi luhur”, sudah cukup dunia internasional, khususnya Microsoft melabeli bangsa Indonesia sebagai masyarakat paling tidak sopan se-Asia Tenggara di dunia maya. Budaya buruk itu, tentu jangan sampai mengakar dan belok ke arah politik, karena implikasinya akan berujung pada disintegrasi bangsa. Itulah mengapa, kebijaksanaan merupakan topik utama dalam wacana generasi muda, setidaknya generasi muda masih mampu untuk dapat bertindak cerdas dan peka terhadap situasi bangsa. Ingatlah satu lah, kita bukanlah siapa-siapa di alam semesta, memposisikan kebijaksanaan diri dalam menuntun hidup adalah cara paling aman dalam menunjukan kualitas diri. Semoga, hal itu bisa dipertahankan oleh generasi muda hingga selamanya, paling tidak hingga 2024 nanti.

Efek domino dari kebijaksanaan adalah orang bisa berhenti sejenak untuk berpikir sebelum melakukan tindakan dan menghasilkan keputusan. Tentunya, berpikir membutuhkan kecerdasan, dan hal itu mampu mendorong untuk seminimal mungkin menggunakan otak dan akal sehatnya untuk bertindak. Itulah mengapa, saya yakin, generasi muda hari ini akan sedikit lebih bijaksana dalam melihat fenomena bangsa dan global hari ini. Lebih bagus bila kebijaksanaan itu diimplementasikan dalam hidup dan hajat hidup orang banyak. Demikian, itulah yang dikehendaki Politeia, Plato dan Aristoteles.

Pemuda Diantara Keputusasaan dan Harapan

Pemuda dan optimisme | Pexels.com (Tirachard Kumtanom)

Perang, pandemi, krisis energi, krisis pangan, disintegrasi, robotisasi dan algoritmatisasi, runtuhnya moralitas, dll, hanya sebagian kecil dari krisis dunia hari ini. Kenyataannya, semua itu menjadi titik balik dari munculnya keputusasaan sekaligus harapan. Bila sebelumnya kita mesti menguasai dan memproklamasikan persahabatan dengan teknologi, dan mesti bertindak bijaksana dalam hiruk-pikuk sosial yang rentan dimonopoli mekanisme politis, maka mungkin hari ini para pemuda mesti berpikir bagaimana optimisme berpadu dengan komitmen, konsistensi dan tanggung jawab. Masa depan tidak bisa sepenuhnya dibebankan pada harapan, karena bisa jadi masa depan akan datang lebih cepat dan hadir lebih buruk dari hari ini, sehingga mempercepat rasa keputusasaan. Oleh karenanya, pemuda mesti konsisten dan berkomitmen, di samping rasa optimis—terukur dan bertanggung jawab—dalam menjawab setiap konflik, gejolak, fenomena, dan ketidakpastian. Jadi, berketuhanan dan berkemanusiaan harus berkonsekuensi dengan kualitas hidup manusia, masyarakat, dan negara lebih baik. Bila hal itu tidak terwujud, mungkin kita harus mulai mempertanyakan, apakah kita sudah berkomitmen menjalani hidup yang baik?

Daya Tahan dan Kebenaran yang Membingungkan

Sebagai generasi muda yang lahir di era informasi, ketahanan fisik saja tidak cukup. Setidaknya, ia mesti punya ketahanan ekonomi, atau ketahanan otak (kognitif), ketahanan emosional, ketahanan strategi, ketahanan taktis (bertindak), ketahanan sosial, dan lainnya. Kebenaran memang membuat para pemuda bingung, bahkan sekadar mendefinisikan sesuatu. Paling tidak, kita memiliki modal untuk menghadapi berbagai persoalan dengan mewajibkan hidup kita untuk senantiasa menguasai dasar-dasar kehidupan—terutama yang diwariskan nenek moyang manusia, yaitu survive. Kita mesti sadar diri akan ketidaktahuan dan kelemahan kita, namun tidak terjatuh di dalamnya, justru kita mesti membenahi diri, dan lebih bagus bila melepaskan diri. Daya tahan kita terbatas, apalagi usia, namun apa yang bisa kita wariskan, menjadi ciri kemanusiaan yang tidak bisa diabaikan.

DAFTAR PUSTAKA

Cahyadi, M. S. (2014). The 621 Ancient Chinese Wisdom for Successfull and Happy Life (1st ed.). Yogyakarta: Penerbit Bangkit.

Harari, Y. N. (2018). 21 Lessons for the 21st Century (Vol. I). (I. Ahong, Ed., & H. Algebra, Trans.) Manado: CV. Global Indo Kreatif.

Katadata.co.id. (2021, Mei 24). Proporsi Populasi Generasi Z dan Milenial Terbesar di Indonesia. Diakses dari databoks.katadata.co.id: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/05/24/proporsi-populasi-generasi-z-dan-milenial-terbesar-di-indonesia