Mengembangkan Potensi UMKM Kearifan Lokal di Hutan Tropis Papua

Mengembangkan Potensi UMKM Kearifan Lokal di Hutan Tropis Papua

Mengembangkan Potensi UMKM Kearifan Lokal di Hutan Tropis Papua

Oleh: Eva Cristine Ronauli

Sub Tema: Jelajahi Potensi UMKM di Berbagai Sektor

Tempat tinggal: Bogor, Jawa Barat.

IG: @chamomileva

#SohIBBerkompetisiArtikel

 

Lima hari, sejak tanggal 18 hingga 22 Maret 2024 merupakan pengalaman tidak terlupakan bagiku karena berkesempatan mengunjungi tiga wilayah adat di Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua. Aku bersama tim Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) dan tim Lokasoka melakukan Padiatapa atau Persetujuan Berdasarkan Informasi di Awal Tanpa Paksaan. Prinsip Hak Asasi Manusia (HAM) yang menyatakan bahwa masyarakat (adat maupun lokal) memiliki hak untuk menerima atau menolak setiap gagasan pembangunan yang akan dilaksanakan dalam wilayah mereka. 

Setelah masyarakat adat setempat memberikan izin atau persetujuan, barulah kegiatan utama dimulai. Kami menyusun Rencana Kelola Perhutanan Sosial (RKPS) yang salah satu poinnya membahas identifikasi potensi Sumber Daya Alam (SDA). Intinya adalah hasil hutan dan hasil kebun apa saja yang dimiliki oleh wilayah adat tersebut yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan perekonomian serta menggali informasi seputar existing products yang sudah pernah dibuat secara individu maupun kelompok.

Wilayah adat pertama yaitu Kampung Yansu, Distrik Kemtuk Gresi. Wilayah ini memiliki banyak SDA terutama tumbuhan mahkota dewa, pisang, dan sagu yang telah dimanfaatkan menjadi produk ekonomi. Tas noken terbuat dari batang mahkota dewa yang dikeringkan, pisang dibuat menjadi keripik pisang, dan sagu telah diolah menjadi papeda, sagu bakar, serta tepung sagu. 

Kerajinan Noken Khas Papua | Dokumentasi Pribadi
Kerajinan Noken Khas Papua | Dokumentasi Pribadi

Kampung ini memiliki kelompok pembuat noken yang beranggotakan ibu rumah tangga dan anak muda perempuan. Kelompok ini berfokus pada pembuatan berbagai produk noken, seperti tas, dompet, topi, karung, dan pakaian. Ada tiga jenis tumbuhan untuk membuat benang noken, yaitu mahkota dewa berbuah kuning, melinjo, dan kapas hutan. Cara pembuatannya dengan mengeringkan batang tumbuhan, memisahkan benang-benang berukuran besar dari batang kering, memilin benang dengan menggosoknya ke kulit kaki, kemudian merangkainya menjadi bentuk yang diinginkan. Semua proses ini dilakukan secara manual tanpa bantuan mesin pintal.

Kelompok pembuat noken masuk dalam binaan Pengurus Daerah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (PD AMAN) Jayapura. Bahkan masyarakat serta Lembaga Balai Kerja (LBK) telah bekerja sama membangun sebuah pabrik bernama Workshop Kejuruan Agroindustri yang jua didukung oleh Kemnaker RI atau Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia. Namun pabrik ini belum digunakan dan baru akan diresmikan dalam waktu dekat.

Ada juga seorang pengrajin yang memiliki bakat luar biasa di kampung ini. Beliau mampu membuat kerajinan dari kulit kayu, kulit durian, buah pinang, dan batok kelapa. Sayangnya, beliau belum pernah mendapatkan dukungan pemerintah dari segi bantuan modal dan alat perkakas. Beliau menjadi salah satu pelaku usaha UMKM yang berpotensi mengangkat nama Desa Yansu di masa mendatang. 

Berbeda nasib dengan wilayah adat kedua yaitu Kampung Meyu, Distrik Nimboran. Meskipun wilayah ini belum memiliki pabrik, namun 10 orang ibu rumah tangga pernah mengikuti pemberdayaan perempuan dari Pemerintah Kabupaten Jayapura yang terbagi menjadi tiga pelatihan, yaitu pembuatan kue, kerajinan tangan noken, dan batik tulis. Hingga ada orang-orang dari Kabupaten Mimika yang datang ke kampung untuk berguru. 

Kerajinan Piring Lidi dan Hiasan Dinding Rotan | Dokumentasi Pribadi
Kerajinan Piring Lidi dan Hiasan Dinding Rotan | Dokumentasi Pribadi

Ada dua pengrajin yang memiliki kemampuan untuk merangkai piring lidi dan hiasan dinding. Piring lidinya tersusun dari tulang daun kelapa muda yang telah dikeringkan menjadi 100 buah lidi, memiliki kerangka kawat agar bentuknya tetap kokoh, direkatkan dengan lem kayu, dan diwarnai dengan plitur. Sedangkan hiasan dinding terbuat dari dua bahan utama yaitu rotan dan bambu yang dianyam. Hebatnya, produk ini pernah dipesan untuk acara-acara festival.

Wilayah adat terakhir adalah Kampung Yenggu dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) paling sedikit hanya 36 KK. Meskipun Sumber Daya Manusia (SDM) yang terbatas menjadi tantangan tersendiri, namun ada sisi positifnya. Masyarakat lebih mudah bekerja sama dalam kelompok, seperti ketika panen sagu, kelompok ibu-ibu akan datang ke rumah orang yang memiliki kebun sagu untuk membantu memanen dengan imbalan berupa sagu gratis. Contohnya ketika panen sagu, kelompok ibu-ibu akan datang ke rumah orang yang memiliki kebun sagu. Mereka membantu sang pemilik untuk memanen sagu dengan imbalan berupa sagu gratis.

Tepung Sagu dan Benang Noken | Dokumentasi Pribadi 
Tepung Sagu dan Benang Noken | Dokumentasi Pribadi

Keunikan lainnya yang dimiliki kampung ini adalah keberadaan Badan Usaha Milik Kampung (BUMKam). Kepala Ondo atau kepala adat setempat menyampaikan bahwa ada anggaran masuk setiap tahun ke BUMKam namunbelum dimanfaatkan secara optimal. Beliau meminta arahan terkait program apa saja yang cocok untuk kampungnya.

Demikianlah ringkasan perjalananku bersama tim melalui metode Forum Group Discussion (FGD) dan wawancara mendalam. Kesimpulannya adalah ketiga kampung memiliki persamaan dalam SDA-nya. Mulai dari tumbuhan mahkota dewa, pisang, sagu, keladi, matoa, cabai, labu siam, hingga kelapa. Akan tetapi, jumlahnya masih terbatas karena umumnya hanya dimanfaatkan sebagai makanan sehari-hari. Peningkatan kapasitas melalui pelatihan dan bimbingan dapat membantu masyarakat memanfaatkan SDA sebagai sumber pendapatan. 

Rekomendasi yang kami berikan adalah membuka ladang khusus untuk menanam pohon. Tumbuhan yang hanya ada di pekarangan rumah, kini dengan sengaja dibudidayakan di ladang dan hutan. Papua yang terkenal dengan hutan tropisnya yang subur pun harus dikelola dengan baik agar dapat memenuhi perekonomian masyarakat adat yang tinggal di sana. Namun tetap memperhatikan aspek lingkungan agar alam tetap terjaga. 

Setiap kampung memiliki potensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) setidaknya di tiga sektor, yaitu: 

  • Sektor kuliner: keripik pisang, papeda, sagu bakar, tepung sagu, dan labu siam rebus 
  • Sektor fashion: kerajinan noken, topi kulit durian, dan kerajinan kulit kayu 
  • Sektor kriya: piring lidi, hiasan dinding rotan, pot batok kelapa, dan karangan bunga dari pinang 

Ketiga sektor ini sudah mulai dikembangkan secara individu maupun kelompok di rumah-rumah maupun pabrik melalui pemberian pelatihan dan bimbingan secara intensif kepada mereka, dengan harapan dapat membentuk kelompok-kelompok usaha mandiri di masa depan.

Kopi Indonesia Sentani | Dokumentasi Pribadi
Kopi Indonesia Sentani | Dokumentasi Pribadi

Sudah ada success story dari salah satu UMKM di Kabupaten Jayapura yaitu Kopi Indonesia Sentani. UMKM ini menyediakan 10 varian kopi khas Nusantara terutama kopi Papua dengan kualitas premium. Produk kopinya pernah diikutsertakan dalam Kontes Kopi Spesialti Indonesia (KKSI) ke-XI (2019), ke-XIII (2021) dan ke-XV (2023) dengan skor 83 ke atas.

Kopi Indonesia Sentani dapat menjadi inspirasi bagi masyarakat Kampung Yansu, Kampung Meyu, dan Kampung Yenggu untuk mengembangkan bisnis kearifan lokal. Semua stakeholders perlu bergotong royong, mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), institusi pendidikan, dan tokoh masyarakat setempat. Papua adalah salah satu surga bagi Nusantara yang sama-sama kita harus jaga, dukung, dan kembangkan sebagai permata dunia.