Menciptakan Lingkungan Kerja yang Nyaman Bagi ASN

Menciptakan Lingkungan Kerja yang Nyaman Bagi ASN

Ciptakan lingkungan kerja yang nyaman bagi ASN | Sumber: Unsplash (Cytonn Photography)

#SobatHebatIndonesiaBaik #JadiKontributorJadiInspirator #BerbagiMenginspirasi

Salah satu fungsi ASN (Aparatur Sipil Negara) adalah Pelayan Publik. Di mana, Pelayanan Publik sendiri merupakan ujung tombak dalam suatu instansi dalam membantu masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik pasal 34 menyebutkan, pelaksanan dalam menyelenggarakan pelayanan publik harus berperilaku sebagai berikut; tidak diskrimnatif, pelaksana harus bersikap adil dan tidak membeda-bedakan masyarakat dalam memberikan pelayanan , cermat, santun dan ramah, bersikap santun dan ramah sehingga masyarakat merasa nyaman, tegas, andal dan tidak memberikan putusan yang berlarut-larut.

Bicara mengenai kualitas pelayanan, terdapat faktor penting yang turut memengaruhi kualitas ASN dalam menjalankan tugasnya sebagai pelayan publik, yakni kondisi internal ASN terkait dengan lingkungan kerja. Hal ini dikarenakan, lingkungan kerja memiliki pengaruh secara langsung terhadap kondisi psikologis ASN. Singkatnya, lingkungan kerja yang baik akan memberikan kualitas produktivitas yang baik. Begitu juga sebaliknya, lingkungan kerja yang buruk juga akan memberikan dampak buruk terhadap tugas-tugas yang dibebankan kepada pegawai.

Secara umum, lingkungan kerja terbagi menjadi dua, yaitu lingkungan kerja fisik dan non fisik. Lingkungan Kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik kerja yang dapat mempengaruhi pegawai baik secara langsung maupun tidak langsung, sedangkan lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan kerja dengan atasan maupun hubungan sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan (Sedamaryanti 2001:21). Pada artikel ini penulis akan lebih memfokuskan pada pembahasan lingkungan kerja non-fisik.

Seperti apa lingkungan kerja non-fisik yang baik itu?

Menurut Ahyari (2001:126) factor dalam lingkungan kerja non fisik yang tidak boleh diabaikan adalah hubungan pegawai dalam perusahaan atau tempat kerja  yang bersangkutan tersebut. Dalam hal ini, kita bisa membaginya lagi menjadi dua, yakni:

1. Hubungan Atasan dengan Bawahan

Hubungan atau interaksi antara atasan dengan bawahan harus di jaga dengan harmonis dan saling menjaga etika serta menghargai satu sama lain agar tercipta lingkungan kerja yang nyaman dan membuat kedua belah pihak atasan bawahan dapat saling meningkatkan kinerjanya.

2. Hubungan Antarpegawai

Hubungan antarpegawai dalam lingkungan kerja tidak dapat dipisahkan. Menjalin hubungan yang baik dan harmonis agar tercipta suasana yang baik dan nyaman sehingga dapat meningkatkan kinerjanya.

Dengan terpenuhinya dua aspek di atas, kemungkinan besar pegawai akan merasa lebih nyaman menjalani pekerjaannya, sehingga mampu meningkatkan motivasi untuk bekerja dengan sebaik-baiknya. Di satu sisi, apabila pegawai mengalami demotivasi, susunan kinerja organisasi akan berantakan sebab “sistem” di dalamnya pincang. Pegawai yang demotivasi cenderung kehilangan minat dan bekerja sekadarnya “asal selesai”.

Kembali lagi ke kinerja ASN sebagai pelayan publik. Ketika lingkungan kinerja ASN kaku, membosankan, dan terkesan renggang antar ASN. Hal ini bisa berpengaruh ke kualitas pelayanan mereka. Sebagai contoh, mereka jadi tidak ramah dalam melayani karena mereka memiliki beban pikiran terkait internal kerja. Atau bisa juga, mereka jadi tidak maksimal dalam memberikan pelayanan sebab mereka mengalami kebosanan akibat lingkungan kerja yang kaku.

Ketika hal ini terjadi, tentu saja identitas ASN akan menjadi buruk di mata masyarakat. Apalagi, kita sekarang berada di era di mana, apapun bisa menjadi viral di media sosial semacam Twitter dan TikTok. Otomatis, ketika ada masyarakat yang tidak puas terhadap pelayanan bisa dengan mudah memposting di media sosial, yang seringkali bisa mengundang hujatan. Hal semacam ini tentu akan menjadi evaluasi tersendiri bagi masing-masing instansi yang mengalaminya.

Lalu, bagaimana menciptakan lingkungan kerja non-fisik yang baik?

Beberapa hal yang mampu mendorong penciptaan lingkungan kerja yang baik di antaranya: memberikan wadah bagi pegawai untuk berekspresi, pemberian apresiasi, dan kekeluargaan antar pegawai. Di sini, penulis menawarkan beberapa solusi terkait menciptakan lingkungan kerja non-fisik yang baik. Yang selanjutnya telah penulis rangkum menjadi beberapa poin, di antaranya:

1. Kebebasan beropini pegawai, selama masih sesuai prosedur yang berlaku

Dengan memberikan kesempatan pegawai untuk beropini, secara tidak langsung pegawai akan merasa dihargai. Sebab opini mereka dianggap penting oleh tempatnya bekerja. Hal ini juga akan mendorong perasaan terikat dengan tempat bekerja, sebab mereka turut dilibatkan dalam proses diskusi pengambilan keputusan.

2. Memberikan surat apresiasi untuk rekan kerja atas kinerja yang dilakukan sekali dalam sebulan

Pemberian apresiasi merupakan unsur penting terkait peningkatan produktivitas pegawai.Dengan memberikan apresiasi, pegawai akan merasa dihargai karena kinerjanya ternyata dinilai bermanfaat bagi orang lain.

Ada beberapa cara dalam menunjukkan apresiasi kepada rekan kerja. Salah satunya adalah word of affirmation melalui surat apresiasi. Jadi, setiap satu bulan sekali, rekan kerja memberikan surat apresiasi secara anonim kepada rekan kerja yang lain. Tidak perlu kata-kata yang panjang, cukup kata-kata semacam:

“Terima kasih sudah membantu menyelesaikan laporan bulanan kemarin, kinerjamu membantu kemudahan dalam penyelesaian”.

Atau

Terima kasih sudah sabar dalam melayani orang-orang yang tersulut emosi. Aku merasa terbantu“.

3. Acara Outbond Bersama untuk ikatan antar rekan kerja

Agenda outbond merupakan salah satu ide menarik untuk membangun ikatan antar rekan kerja. Sebab, ketika terjun di outbond, dibutuhkan kerjasama dan kekompakan dalam mencapai tujuan tertentu. Pada agenda ini juga bisa dijadikan ajang mengenal pegawai yang sebelumnya masih malu-malu untuk bergabung.

Akan tetapi perlu diperhatikan, untuk tidak menjadikan outbond sebagai sarana kompetisi antar tim. Selain itu, outbond yang dilakukan harus memiliki konsep yang sejalur dengan nilai ASN yang dipegang yakni BerAKHLAK (Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa budaya kerja atau lingkungan kerja non-fisik sebenarnya adalah sesuatu yang kualitasnya tidak bisa diukur secara angka. Akan tetapi, lingkungan kerja non-fisik memiliki pengaruh yang krusial terhadap stabilitas kinerja pegawai, dalam hal ini ASN.

Sebagai seorang pelayan publik, sudah seharusnya ASN mulai mengembangkan lingkungan kerja non-fisik yang lebih disesuaikan dengan karakter pegawainya. Bukan berarti sistem budaya kerja sekarang itu buruk, tapi yang perlu diingat, dunia ini juga mengalami perkembangan pada aspek-aspek tertentu secara dinamis. Sehingga, perlu adanya evaluasi sistem yang lebih disesuaikan dengan perkembangan zaman.