4 Hal Penting Berkaitan dengan Harta Pusaka Tinggi di Minangkabau

4 Hal Penting Berkaitan dengan Harta Pusaka Tinggi di Minangkabau

Rumah Gadang yang sangat indah | Foto rumah gadang koleksi pribadi

Masyarakat Minangkabau selain terkenal dengan sistem kekerabatan matrilinealnya, mereka juga terkenal dengan sistem pewarisan harta pusakanya. Jika secara matrilineal, mereka bersuku kepada suku ibunya maka secara keturunan mereka tetap saja merujuk ke ketuturan ayahnya.

Buktinya hingga saat ini, sebagai orang Minangkabau yang notabene pasti beragama islam tetap saja ketika seorang anak perempuan akan menikah yang menjadi walinya adalah ayah atau saudara laki-laki ayahnya.

Begitu juga dengan hal harta pusaka. Masyarakat Minangkabau memiliki dua istilah untuk harta pusaka ini. Pertama harta pusaka tinggi, yaitu harta yang berasal dan telah dimiliki secara turun temurun.

Harta ini sesungguhnya adalah warisan yang diturunkan oleh nenek moyang setiap suku di Minangkabau ketika mereka mulai membuka lahan dulunya. Sehingga susah untuk dilacak siapa orang yang pertama kali yang memiliki harta pusaka tersebut di kaum itu.

Kedua harta pusaka rendah, harta ini merupakan harta hasil usaha suami istri yang diwariskan kepada anak-anaknya. Dalam pembagian harta jenis pusaka rendah ini biasanya menggunakan hukum fara’it atau berdasarkan hukum Islam.

Namun yang menarik di sini adalah ketika pembicaraan mengenai pembagian harta pusaka tinggi. Sesungguhnya harta pusaka tinggi di Minangkabau tidak boleh diperjual belikan  namun boleh digadaikan.

Walaupun demikian, ada syarat dan ketentuan yang mesti dipenuhi ketika kaum hendak menggadaikan harta tersebut. Berikut empat hal penting berkaitan dengan bolehnya harta pusaka tinggi digadaikan.

Maik tabujua tangah rumah (mayat terbujur di tengah rumah gadang)

Ketika terjadi kemalangan, atau meninggalnya salah seorang anggota keluarga dalam satu Rumah Gadang, dan anggota keluarga tidak memiliki dana untuk menyelenggarakan jenazah anggota keluarga tersebut. Maka pada saat itu, pusaka tinggi boleh digadai oleh anggota keluarga demi terselenggaranya proses pemakaman keluarga mereka dengan sebaik-baiknya.

Gadih Gadang alun balaki (anak gadis yang sudah dewasa belum bersuami)

Kondisi lain yang menyebabkan harta pusaka tinggi di Minangkabau boleh digadaikan adalah ketika ada aseorang anggota keluarga yang sudah menjadi perawan tua dan tidak kunjung mendapatkan suami.

Pada kondisi ini, anggota keluarga boleh menggadai pusaka mereka untuk digunakan sebagai modal meminang seorang lelaki untuk saudara perempuan mereka yang masih belum mendapatkan jodoh tersebut.

Rumah gadang katirisan (Rumah gadang atapnya sudah mulai kropos dan bocor)

Bila kondisi di atas terjadi terhadap sebuah rumah gadang yang dimiliki suatu kaum. Rumah sudah tidak layak huni disebabkan oleh bocor dan keropos, maka dengan kondisi demikian dan atas persetujuan semua anggota keluarga, pusaka tinggi mereka boleh digadaikan untuk menjaga agar kondisi rumah gadang mereka tetap terawat.

Selain itu, bisa dijadikan sebagai tempat untuk berkumpul dan bersilaturrahmi lebih lanjut oleh anggota keluarga besar.

Pambangkik batang tarandamm (membangkit batang terandam)

Kondisi terakir ini adalah kondisi dalam bahasa kias, bukan berati ada pohon yang terbenam, lalu untuk mengeluarkan atau mengangkat atau mambangkik dalam bahasa Minangkabau boleh harta pusaka tinggi digadaikan.

Maknanya adalah ketika ada kalanya gelar adat yang selama ini dimiliki oleh keluarga besar suatu suku masih belum diresmikan karena berbagai kendala, misalnya yang mewari masih kecil dan belum dewasa. Ketika beliau sudah baligh, pusaka tinggi boleh digadai untuk mengadakan pesta peresmian penggangkatannya sebagai Ninik Mamak sukunya.

Itulah empat hal penting berkaitan dengan harta pusaka tinggi bagi orang Minangkabau. Semoga menginsprirasi!