Catatan Perjalanan YouTube Pemuda Inspiratif Menggapai Impian Menjadi Sastrawan

Catatan Perjalanan YouTube Pemuda Inspiratif Menggapai Impian Menjadi Sastrawan

Perjalanan Karir Virtual Daden Arga | Sumber: dokumentasi pribadi

Pandemi adalah sejarah kelam yang terulang di zamanku. Masa di mana teknologi canggih seperti binatang hutan dengan mudah ditemui sebagai santapan lezat singa, macan, dan hewan berdarah dingin lainnya. Di saat diam di rumah menjadi  kewajiban, platfrom YouTube bersuara untuk memberikan sebuah solusi.

Wabah ini jelas melarangku untuk menjual atau membacakan isi buku “RINDU KUNCI MIMPI” langsung di hadapan publik. Klaster penyebaran, seperti sekutu yang membantu wabah membuat alibi yang masuk akal. Namun, sebuah tayangan tv tentang konser musik virtual oleh paman Indra Lesmana ialah visualisasi dari konsistensi berkarya pada masa ini.

Akhirnya, aku berani membuat sebuah konsep acara virtual serupa. Memanfaatkan YouTube streaming, diriku mencoba menyuguhkan puisi-puisi tentang rindu yang menjadi mimpi kepada para penikmat platfrom ini.

Dibantu oleh saudara, video dari ayah Pidi Baiq, Teteh Ajeng, Pak Matdon, akhirnya banyak yang menonton acara virtual pertama itu. Jauh dari sifat sombong lagi angkuh, tetapi bisa kubilang, mungkin hanya aku penyandang cerebral palsy pertama di negara berkembang yang membuat acara virtual seperti ini.

Kesuksesan itu, yang membuatku mantap menjadi konten kreator video di YouTube. Sebagai konten kreator video, aku berfikir video apa yang berbeda, unik, dan menarik untuk pembacaan puisi.

Dengan protokol COVID-19, aku bersama keluarga pergi berkemah ke Situ Cimeumal, Bandung. Kukira, jika sebuah puisi dibacakan di tepi danau oleh pengguna kursi roda, akan menjadi hal yang unik dan semoga banyak disukai. Dan ternyata benar, respon penonton di YouTube sangat bagus ketika menonton tayangan ini.

Kesuksesan itulah yang memicu semangatku untuk terus menekuni bidang ini. Laksana gayung bersambut, pada semester ini terdapat pelajaran kesenian dengan pak Yayat sebagai gurunya. Bagiku, beliau adalah guru yang sangat berbakat dan inspiratif.

Karena selain guru, ia adalah kawan sesama disabilitasku yang membuktikan bahwa difabel bukan penghalang bagi setiap orang untuk mencerdaskan generasi muda bangsa. Pak Yayat banyak mengajarkanku teknik membaca puisi yang seharusnya dimiliki sastrawan sepertiku (walau masih calon sastrawan, sih.)

Selain banyak ilmu dari beliau, ilmu lain pun kudapat. Seperti halnya, merekam obrolan di Zoom adalah hal mudah juga buah dari kemajuan zaman, tetapi tidak aku pelajari sebelum pandemi. Setelah ilmu tersebut kudapatkan, aku mulai mengajak teman-teman berbincang untuk mengisi YouTube channel.

Tanah kelahiranku adalah Cianjur. Maka, kawan yang pertama aku ajak adalah ketua komunitas Ruang Sasra Cianjur. Kang Ihsan adalah seorang sastrawan hebat yang membuat k bangga menjadi penyair dari tanah pandanwangi ini.

Secara fisik kami belum pernah bertemu tatap muka. Namun, ia pengerti perkataanku dengan tutur kata terbata-bata khas Cerebral Palsy. Melalui Zoom, beliau membahas sedikit buku si “RINDU KUNCI MIMPI” hingga membacakannya. Katanya, diriku berhasil menulis puisi yang berjudul “SYAIR BIMBANG”. Mungkin, nasib buruk bagi minoritas dapat terbantahkan dengan diskusi kita kala itu.

Aku tahu, setiap profesi pasti memiliki kendala dan rasiko. Kendala sebagai YouTuber bagiku ialah penonton dan subscriber-ku masih sedikit yang membuat video-ku sulit menjadi viral.

Persaingan ini terasa semakin ketat, kala artis pun turut meramaikan platfrom ini. Secara logika, aku yang belum terlalu dikenal pasti kalah dengan mereka yang sudah bolak-balik di acara tv. Namun demikian, postingan foto dan video-ku di Instagram Pidi Baiq (penulis novel Dilan) yang membuat followers meningkat memberiku inspirasi.

Aku teringat video dari kang Farhan, sapaan akrabku kepada bapak Muhamad Farhan dengan kak Vanesha Prescilla yang jadi pembicaranya. Salah satu perkataannya padaku berbunyi, “Semoga kamu bisa berkreasi lagi,” membuatku yakin dengan ide ini.

Aku ingin dalam beberapa waktu ke depan, kanal YouTube-ku dapat dipromosikan menggunakan akun Instagram kak Shasa, panggilan akrab Vanesha. Selain itu, menurutku ini adalah pembuktian kreasiku sesuai dengan perkatannya.

Sembari menunggu keajaiban itu, aku mendapatkan teman baru dari sebuah komunitas sastra yang mau membacakan puisi yang dikemas dalam bentuk video. Kak Alfiah Salma namanya, seorang sastrawan berbakat yang sangat mahir dalam membaca puisi. Begitu indah suaranya saat beliau membacakan 2 buah puisi karyaku.

Bagiku, ini adalah pengalaman pertama puisi yang tercipta oleh akal ini dapat dihargai hingga dibacakan oleh orang lain. Karena kurasa, makna dari sebuah puisi semakin mendalam menyentuh kalbu dan membuat orang lain jauh lebih memahami pesan apa yang kuisyaratkan dalam puisi itu.

Oleh sebab itu, kolaborasi ini terbukti mampu meningkatkan jumlah subscriber dan penonton channel saat kuunggah ke YouTube.

Selang beberapa waktu, aku kembali berbincang dengan seorang teman difabel seniorku. Ibu Kustini adalah ketua HWDI  (Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia ) Jabar yang sangat menginspirasi. Perjuangannya untuk kesetaraan teman difabel, sangat teraasa dalam obrolan virtual itu.

Saat itu, salah satu topik perbincangan kami ialah ketika acara sekolah kepemimpinan, khususnya hak politik yang setara antara warga biasa maupun warga dengan disabilitas yang berlangsung pada bulan Febuari lalu.

Acara tersebut, tentu digelar kerja sama antara organisasi disabilitas, KPU, Bawaslu dan beberapa partai politik. Pelajaran yang dapat kupetik dari perbincangan itu adalah difabel bukan halangan untuk kita menjalin relasi dengan masyarakat umum.

Dari pelajaran itu, aku semakin percaya diri untuk berkolaborasi secara virtual dengan banyak orang dengan beragam latar belakang. Selain untuk memperkenalkan puisi karyaku, tentu banyak pelajaran yang dapat dipetik dari obrolanku dengan mereka. Sekian catatan pertama tentang YouTube channel-ku dan sampai jumpa di catatan berikutnya!