Minimalism: Menuju Hidup yang Lebih Ringan

Minimalism: Menuju Hidup yang Lebih Ringan

Minimalist Design | Sumber: Unsplash (Bench Accounting)

Belakangan ini, gaya hidup minimalis banyak digemari sebagai bentuk responsif dan solusi terhadap gaya hidup konsumtif dan berlebihan. Tren gaya hidup minimalis telah memikat perhatian banyak masyarakat global.

Perubahan zaman yang serba modern seperti sekarang ini berdampak pada gaya hidup masyarakat. Namun, tahukah SohIB bagaimana sebenarnya konsep gaya hidup minimalis? dan bagaimana gaya hidup minimalis dapat mempengaruhi kehidupan seseorang? Berikut penjelasannya!

Minimalisme pada dasarnya merupakan konsep yang muncul dari berbagai pengaruh seni, desain arsitektur, dan filsafat pada berbagai waktu dan tempat yang kemudian membentuk prinsip-prinsip dasar gaya hidup minimalis yang kita kenal hari ini.

Fumio Sasaki dalam bukunya “Goodbye, Things: The New Japanese Minimalism” berpandangan bahwa seorang minimalis adalah orang yang mengetahui persis hal-hal apa saja yang bersifat pokok bagi dirinya. Sasaki juga menjelaskan bahwa minimalisme adalah upaya memangkas hal-hal yang tidak esensial agar kita sepenuhnya menghargai hal-hal yang memang berharga bagi kita.

Terkadang kita mengira semakin banyak barang menjadikan kita semakin bahagia sehingga kita tidak mampu lagi membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Jika mengikuti cara berpikir ini, artinya kita juga harus mempunyai banyak uang. Perlahan kita pun mulai konsumtif, mengonsumsi sesuatu secara berlebihan atas dasar keinginan bukan kebutuhan.

Membeli barang dengan pertimbangan keinginan sesaat karena mengikuti tren kekinian dan mengejar gengsi. Akibatnya terjadi penumpukan barang, stress secara finansial, sulit merasa cukup dan bahagia, serta kehilangan makna hidup.

Padahal, dengan kesederhanaan kita mampu hidup lebih berkualitas dan bermakna. Selain itu, kita juga mampu menggunakan waktu dan energi kita untuk hal-hal yang lebih bernilai.

Eitsss, tapi SohIB, sederhana disini bukan berarti miskin atau pelit terhadap diri sendiri yah! Namun, lebih menekankan pada makna ‘cukup,’ tidak kekurangan dan kelebihan. Menyederhanakan gaya hidup juga memberikan dampak positif kepada diri dan lingkungan seperti meningkatkan produktivitas, kestabilan keuangan, waktu berkualitas bersama keluarga, teman, ataupun pasangan, dan yang paling penting adalah mengurangi stress.

Sebenarnya, tidak ada standar baku yang akan menilai apakah kita menerapkan gaya hidup minimalis dengan baik atau tidak, tapi satu hal yang pasti yaitu dilihat dari segi peningkatan kualitas hidup serta kesadaran akan prioritas dalam memaknai hidup.

Keteraturan dalam bingkai minimalis | Sumber: Unsplash (Samantha Gades)

Ada satu gagasan menarik yang diangkat dalam buku Goodbye Things untuk meningkatkan awareness terhadap perilaku konsumerisme, adalah perihal bagaimana memiliki banyak barang yang ternyata menyita waktu, pikiran, dan energi untuk mengelola sehingga pada akhirnya barang-barang yang awalnya diniatkan untuk membantu malah jadi mengendalikan kita.

Hari ini kita diisi oleh perasaan senang dan maklum mengoleksi banyak barang, namun lama kelamaan barang-barang yang menumpuk, terbengkalai, dan berantakan akibat kesibukan yang membuat kita tidak memiliki waktu lagi untuk membenahi barang-barang tersebut akhirnya berefek pada rasa pengap, badmood, lelah, jengkel, dan marah.

Waktu luang yang seharusnya dihabiskan untuk bersantai dan relaksasi setelah lelah bekerja malah digunakan untuk membereskan barang-barang yang berserakan, dimana mungkin saja sebenarnya barang itu tidak terlalu bermanfaat untuk kehidupan kita tanpa kita sadari.

Perasaan FOMO dan gengsi juga menjadi salah satu faktor pemicu konsumerisme berlebihan. Terus-menerus mengejar barang yang tren dengan siklus tanpa akhir. Akan selalu ada baju yang lebih bagus untuk dibeli, perintilan-perintilan yang lebih lucu, tas branded yang lebih elegan, dan atau sepatu yang lebih unik.

Namun, itu semua tidak akan pernah berakhir. Membeli hanya digunakan untuk beberapa waktu saja, lalu setelahnya menjadi panjangan sebab tergiur dengan model baru.

Ruang kerja berkonsep minimalis | Sumber: Unsplash (Andrew Neel)

Dikutip dari Break the Twitch, menjadi minimalis tidak harus membatasi barang dalam jumlah tertentu atau mempunyai desain ruangan yang berdinding putih, modern, dan memiliki nilai estetika. Sebab kita masih bisa kok SohIB memiliki barang bagus seperti buku, sepatu ataupun koleksi favorit lainnya. Namun, harus bisa menyortir dan menyingkirkan (decluttering) barang-barang yang tidak bermanfaat serta mengurangi kebiasaan impulsive buying dan hoarding.

Gaya hidup minimalis juga bukan merupakan tujuan akhir, melainkan sebagai sarana dalam mewujudkan hidup yang lebih berkualitas dan bermakna sehingga dapat memberi perubahan positif untuk dunia.

Dengan menerapkan gaya hidup minimalis akan menciptakan lebih banyak ruang bagi jiwa untuk menemukan inti diri serta memberi ketenangan pikiran dan batin yang bebas dari segala macam beban.

Semacam keindahan dalam kesederhanaan, tapi penuh muatan jiwa.