Netralitas Tanpa Batas untuk Mewujudkan ASN Milenial Berkelas Dunia

Netralitas Tanpa Batas untuk Mewujudkan ASN Milenial Berkelas Dunia

ASN MILENIAL UNTUK NETRALITAS TANPA BATAS | Sumber: borneotrend.com

SohIBBerkompetisiArtikel

Pesta demokrasi rakyat Indonesia sebentar lagi akan dilaksanakan, euforia pemiihan umum 2024 sudah mulai dirasakan. Berdasarkan Pasal 1 PKPU No. 7 Tahun 2022, Pemilih dalam Pemilu adalah warga negara Indonesia (WNI) yang sudah genap berumur 17 tahun atau lebih, sudah kawin, atau sudah pernah kawin. Pemilih dalam Pemilu ini memiliki hak untuk memilih pada saat pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu). Banyaknya pemilih pemula menjadi sasaran empuk dalam pesta demokrasi nanti. Pemilu 2024 sendiri akan dilaksanakan pada 14 Februari 2024 secara serentak untuk pemilihan presiden (Pilpres), pemilihan legislatif (Pileg), hingga pemilihan kepala daerah (Pilkada). Untuk menghadapi pesta demokrasi di tahun 2024 ini, tak jarang antusiasme di kalangan para politisi semakin menggebu yang berlomba-lomba untuk menggaet suara pemilih, terutama pemilih pemula.

Banyak cara ampuh yang sering dijalankan oleh para pemangku kepentingan untuk menarik suara pemilih ini, di antaranya yakni melalui media sosial. Media sosial menjadi senjata yang sangat ampuh untuk menggaet pemilih pemula, sebab media sosial sendiri menjadi platform komunikasi secara daring dengan masyarakat, sehingga dapat dengan mudah terhubung meski tidak bertemu secara langsung. Tak banyak di antara para politisi yang memanfaatkan kecanggihan digital untuk menggaet suara pemilih. Strategi menggunakan media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter, TikTok dan lainnya disebut-sebut dapat menjadi jembatan penghubung antara calon di Pemilu 2024 dengan para pemilih pemula. Hal tersebut dinilai memiliki kemungkinan dapat terwujud, terlebih para pemilih pemula diprediksi akan memilih para calon muda yang populer atau yang bisa satu jalan dengan peran anak muda.

Dibalik semua itu pemilih pemula ada yang memiliki status sebagai ASN. Berdasarkan PermenPANRB No. 27/2021 tentang Pengadaan PNS dijelaskan bahwa setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi PNS dengan usia paling rendah 18 (delapan belas) tahun dan paling tinggi 35 (tiga puluh lima) tahun pada saat melamar. ASN milenial sebutan yang terkenal bagi mereka di tahun politik 2024 nanti akan menjadi hal yang baru, sebab netralitas ASN harus dijunjung tinggi terlebih pesatnya teknologi informasi.

Netralitas, sebuah kata yang tidak asing bagi kita dan tentu paham dalam mendefinisikannya. Netralitas mudah disebutkan namun sangat sulit diaplikasikan. Dewasa ini netralitas ibarat musuh dalam selimut terlebih dalam perpolitikan di Indonesia. Seorang ASN seharusnya mengerti dan menerapkan janji sumpah jabatannya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang  menurut Perka BKN No. 7 Tahun 2017 disebutkan pada bagian ketiga yaitu “bahwa saya, akan menjaga integritas, tidak menyalahgunakan kewenangan, serta menghindarkan diri dari perbuatan tercela". Tidak netralnya seorang ASN sudah tentu melanggar sumpah yang dibuatnya, sungguh ironi sebenarnya kita ikut terjerumus dalam perbuatan tercela tersebut. Namun budaya seperti ini harus segera kita berantas bersama-sama, agar tidak secara empiris menjadi budaya ASN milenial.

Berikut ini beberapa alasan mengapa netralitas ASN itu penting. Pertama, ASN harus memiliki komitmen, integritas moral dan tanggungjawab pada pelayanan publik. Orientasi ASN untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat merupakan cerminan terhadap perilaku ASN itu pula. Sejatinya ASN sama sekali tidak ada memiliki konflik kepentingan dalam tugasnya dan tidak menyalahgunakan tugas, status, kekuasaan dan jabatannya. Selain itu ASN diwajibkan membuat keputusan terkait rekrutmen/promosi/mutasi pegawai ASN berdasarkan prinsip merit. Apabila netralitas ASN dihilangkan mengakibatkan kurang percayanya publik kepada ASN yang berimbas pada buruknya pelayanan publik, dalam kata lain menjunjung tinggi marwah profesionalisme ASN

Alasan kedua, sebagai seorang ASN harus bebas dari segala bentuk pengaruh mana pun dan tidak memihak pada kepentingan siapa pun termasuk dalam pemilihan umum. Birokrasi pemerintahan akan kuat jika para ASN bersikap netral dari segala kepentingan. ASN yang netral menjamin birokrasi yang kuat, serta mendukung iklim demokrasi yang sehat dalam pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, mandiri, jujur, dan adil. Ketidaknetralan ASN akan berdampak pada adanya munculnya kesenjangan dalam lingkup ASN dan adanya konflik atau benturan kepentingan. Pengawasan yang kuat disertai dengan penerapan sanksi menjadi kunci untuk memastikan netralitas ASN dalam setiap penyelenggaran pemilihan umum.

Tingkat Netralitas ASN

Netralitas ASN sendiri terdiri dari tiga aspek yakni: netralitas politik, netralitas pelayanan publik dan netralitas pengambilan keputusan. Berdasarkan sumber dari Bidang Pengkajian dan Pengembangan Sistem diolah dari Bidang Pengaduan dan Penyelidikan-KASN (Desember 2019). Jumlah pelanggaran netralitas ASN pada aspek politik di pemilihan kepala daerah serentak tahun 2018 dan pemilihan legislatif serta pemilihan presiden tahun 2019 cukup tinggi. Hal ini tercermin dari data pengaduan pelanggaran netralitas pegawai ASN yang telah dilaporkan kepada KASN pada tahun 2019 dengan total 344 laporan yang berasal dari provinsi tertinggi yaitu Sulawesi Utara sebanyak 53 laporan serta akumulasi wilayah lainnya sebanyak 48 laporan. Selain itu untuk pelanggaran netralitas pada aspek pelayanan publik, berdasarkan data Ombudsman Republik Indonesia (ORI) tahun 2014-2018 terdapat 3795 laporan. Kasus-kasus yang ditemukan di lapangan berdasarkan laporan yang diterima ORI seputar: penyalahgunaan wewenang, penyimpangan prosedur, tidak memberikan pelayanan, penundaan berlarut, dan diskriminasi dalam memberikan pelayanan.

Peristiwa seperti ini akan terus menjadi momok bagi para ASN khususnya ASN milenial pada penyelenggaran pemilihan umum. Kedepannya di tahun 2024 pun sudah banyak prediksi dari berbagai lembaga survei yang menyatakan terdapat peningkatan pelanggaran netralitas ASN khususnya pada aspek netralitas politik. Selain itu banyaknya temuan modalitas kepala daerah petahanan untuk menang dengan menggunakan jalur yang strategis seperti mobilisasi ASN dan perangkat dinas. Tidak tanggung-tanggung ASN diimingi jabatan baru atau naik melejit jabatannya apabila kepala daerah tersebut terpilih kembali.

ASN milenial sebagai pelayan publik yang terhormat, harus tetap netral dan tidak berpihak politiknya pada salah satu pasangan calon atau partai politik, dan tidak melakukan tindakan pelanggaran sesuai dengan peraturan yang berlaku. Semua itu agar terhindar dari sanksi-sanksi disiplin ASN. Disisi lain ASN jangan menjadi perantara kepentingan khusus dan kepentingan umum, antara kepentingan sosial dan politik masyarakat dengan pemerintah. Birokrasi sekali lagi haruslah netral, sehingga terwujudnya ASN KELAS DUNIA dengan dilandasi Core Values ASN BerAKHLAK.