Literasi Digital Jelang Pemilu Bisa Dimulai dari Grup Whatsapp Keluarga

Literasi Digital Jelang Pemilu Bisa Dimulai dari Grup Whatsapp Keluarga

whatsapp chat | pixabay.com (HeikoAl/157)

#SohIBBerkompetisiArtikel

Sebut saja namanya Ridho. Ia kawan satu kantor saya. Suatu hari kami berdiskusi tentang ramainya polarisasi dukung mendukung Capres Pemilu 2019 yang tidak kunjung berakhir sampai sekarang. Fanatisme dua kubu baik relawan atau simpatisan yang menang Pemilu maupun yang kalah masih panas berdebat setiap ada topik isu yang berkaitan dengan Capres idolanya. Padahal di tingkat elit mereka sudah bersama-sama di pemerintahan. Di atas sudah dingin, tapi di akar rumput masih panas saling serang membela jungjungannya.

Kawan saya itu lantas bercerita tentang panasnya dukung-mendukung Capres di grup whatsapp keluarga, terutama ayahnya. Hanya karena perbedaan dukungan grup whatsapp keluarga yang seharusnya menjadi media informasi dan silaturahmi justru menjadi panggung debat politik antar anggota keluarga. Liarnya informasi yang begitu mudah dibagikan tanpa diperiksa dulu validitasnya apakah berpotensi hoax atau tidak seringkali menjadi pemicu lahirnya debat panas yang seringkali tidak sehat. Ridho bahkan sempat meminta ayahnya untuk leave group guna menghindari konflik keluarga dan menegur saudara-saudaranya yang sama-sama panas memperdebatkan dukungan demi membela warna politiknya masing-masing.   

Kami lalu berkelakar tentang begitu dahsyatnya efek Pemilu 2019 di kalangan akar rumput. Antar teman bisa jadi musuh dan sesama anggota keluarga menjadi jauh hanya karena berbeda idola. Perang komentar di media sosial pun sudah seperti perang kata-kata yang tidak jarang menampilkan bully verbal ataupun cyberbullying dari kedua belah pihak yang berseteru. Coba spill akun IG-nya supaya kita bisa “bersilaturahmi“. Begitu biasanya kalimat yang dilontarkan netizen ketika hendak menyerang akun medsos lawan debat yang tidak disukainya.

Deklarasi Pemilu Damai Bersama Bawaslu | bawaslu.go.id

Pentingnya 4 Pilar Literasi Digital

Literasi Digital adalah kemampuan literasi kaitannya dengan dunia digital dan teknologi. Dalam Roadmap Literasi Digital yang digagas Kementerian Komunikasi dan Informatika yang dimaksud dengan literasi digital diantaranya adalah 1). Meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran, dan kecakapan teknologi digital; 2) Mengembangkan kapasitas budaya teknologi digital yang aman; 3). Meningkatkan kemampuan dasar anti konten negatif seperti (anti hoax, anti cyberbullying, anti ujaran kebencian, anti pornografi, anti pembajakan, anti SARA, dan anti radikalisme); 4). Mendorong pemanfaatan teknologi digital baru; dan 5) Menguatkan pengetahuan serta fasilitas komunikasi berbasis teknologi digital.

Melalui literasi digital yang massive di masyarakat terutama dimulai di lingkungan keluarga diharapkan masyarakat bisa mengalami percepatan dalam menghadapi era tranformasi digital dimulai dari lingkungan terdekatnya, yaitu keluarga. Mengutip indonesiabaik.id setidaknya ada 5 arahan Presiden Jokowi berkaitan dengan percepatan transformasi digital yang juga tertuang dalam Roadmap Literasi Digital tahun 2020-2024. Satu, perluasan akses dan peningkatan infrastruktur digital. Dua, Roadmap transformasi digital di sektor-sektor strategis. Tiga, Percepatan integrasi pusat data nasional. Empat, Persiapan kebutuhan SDM talenta digital. Lima, regulasi, skema pendanaan, dan pembiayaan transformasi digital. Pertanyaannya, kenapa literasi digital begitu penting dimulai di lingkungan keluarga?

Bermain Sosial Media | pixabay.com (Erik_Lukatero)

Survei Indeks Literasi Digital Nasional yang dilaksanakan Kominfo bersama Katadata Insight Center di tahun 2022 memperlihatkan kapasitas warga Indonesia dalam literasi digital masih berada di kategori “sedang” dengan skor 3,54 dari 5,00. Naik 0,08 poin dibandingkan tahun 2021 dengan skor 3,49. Untuk mendongkraknya pemerintah telah menuangkan 4 pilar literasi digital dalam Roadmap Literasi Digital tahun 2020-2024 sebagai berikut:

  1. Digital Skill (Kecakapan Digital). Yaitu kemampuan individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras dan piranti lunak TIK serta sistem operasi digital dalam kehidupan sehari-hari. Contoh kecakapan digital diantaranya: Saya terbiasa membandingkan sumber informasi untuk memutuskan apakah informasi itu benar; Saya terbiasa mencari tahu apakah informasi yang saya temukan di situs web benar atau salah; Saya bisa mengunggah ataupun mengunduh file di internet.
  2. Digital Safety (Keamanan Digital). Yaitu kemampuan individu dalam mengenali, mempolakan, menerapkan, menganalisis, menimbang, dan meningkatkan kesadaran, keamanan digital dalam kehidupan sehari-hari. Contoh keamanan digital diantaranya: Saya bisa membedakan email yang berisi spam/virus/malware dan tidak; Saya paham cara report abuse yang mengandung konten negatif yang merugikan saya; Saya tidak mengunggah data pribadi penting di media sosial; Saya selalu membuat password yang aman.
  3. Digital Culture (Budaya Digital) Yaitu kemampuan individu dalam membaca, menguraikan, membiaskan, memeriksa dan membangun wawasan kebangsaan, nilai Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika.Contoh budaya digital diantaranya: Saya tidak mengunggah foto di media sosial bersama anak orang lain tanpa ijin; Saya tidak akan berkomentar kasar/negatif di media sosial; Saya tidak akan membagikan informasi yang berpotensi konten negatif.
  4. Digital Ethics (Etika Digital) Yaitu kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaian diri, merasionalkan, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika digital. Contoh etika digital diantaranya: Saya mencantumkan sumber atau nama pembuat karya ketika saya merepost postingan orang lain di media sosial; Saya tidak menyukai polarisasi kubu di media sosial seperti cebong, kampret, kadrun, dan lain sebagainya; Saya mempertimbangkan keberagaman agama, suku, budaya, dan kepercayaan ketika membagikan pesan/informasi di media sosial; Saya mempertimbangkan perasaan pembaca yang berbeda pandangan politik
Waspada Bahaya Fake News | pixabay.com (memyselfaneye)

Melalui pendidikan empat pilar literasi digital dimulai dari lingkungan terdekat seperti keluarga diharapkan permusuhan di masyarakat hanya karena berbeda pandangan politik bisa lebih “cair” dan mencegah munculnya fanatisme berlebihan jelang pemilu tahun 2024 nanti dimulai dari lingkungan keluarga sendiri. Edukasi oleh orang terdekat biasanya terasa lebih mudah dan meresap dibandingkan edukasi oleh orang lain yang tidak kita kenal. Pilihan politik boleh saja berbeda, tapi jangan sampai bermusuhan hanya karena berbeda idola.***