AI dalam Komunikasi: Tantangan dan Peluang di Era Digital

AI dalam Komunikasi: Tantangan dan Peluang di Era Digital

Sumber Foto: Cottonbro Studio (Pexels)

Bagaimana perkembangan teknologi kecerdasan buatan di era digital? Teknologi kecerdasan buatan di era digital berkembang pesat terutama di bidang kecerdasan buatan, big data, dan robotika.

Era Revolusi Industri 4.0 telah memasuki kancah dunia dengan kekuatan perubahannya yang dahsyat. Pada tahun 2021, 75% aplikasi perusahaan komersial diharapkan menggunakan kecerdasan buatan.

Beralih ke sektor perbankan, bank-bank besar di tanah air sudah mulai menggunakan 50% teknologi digital dan pada tahun 2025, setidaknya 40% nasabahnya akan dilayani secara digital. Penggunaan kecerdasan buatan memiliki banyak manfaat dalam hal biaya operasional yang lebih rendah, peningkatan layanan, serta pengelolaan data dan informasi yang lebih cepat dan efisien.

Namun, penggunaan AI juga dapat menimbulkan kekhawatiran mengenai dampak negatifnya, termasuk potensinya menggantikan pekerjaan manusia dan masalah etika seputar penggunaannya.

Oleh karena itu, regulasi dan persiapan diri dalam menghadapi perkembangan AI menjadi hal yang sangat penting. Jadi, bagaimana cara menumbuhkan bakat pengembangan dan penerapan teknologi kecerdasan buatan yang unggul?

Untuk mengembangkan talenta yang baik dalam pengembangan dan penerapan dalam teknologi AI dapat dilakukan berbagai macam cara, antara lain:

1. Menyediakan pendidikan dan pelatihan yang memadai dalam bidang AI, seperti kursus online, sertifikasi dan program pelatihan.

2. Mendorong inovasi dan pengembangan teknologi AI melalui dukungan dan insentif dari pemerintah dan industri.

3. Membangun kolaborasi antara universitas, industri, dan pemerintah untuk mempercepat pengembangan teknologi AI.

Selain itu, pemerintah Indonesia telah merumuskan strategi kecerdasan buatan (AI) nasional yang mencakup lima bidang prioritas, yaitu pendidikan dan penelitian, kesehatan, mobilitas dan kota pintar, ketahanan pangan, dan reformasi birokrasi. Dengan mengidentifikasi lima prioritas tersebut, diharapkan pemanfaatan teknologi AI dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap seluruh aspek kehidupan masyarakat (Rachmatunisa, 2020).

Namun, pastinya pengaruh dari penggunaan teknologi AI ini akan mengakibatkan dampak negatif bagi orang-orang yang menggunakannya. Seperti halnya di era 4.0 ini sudah banyak yang menggunakan teknologi AI di bidang mobilitas.

Di Indonesia, layanan publik yang akan menggunakan teknologi AI di bidang mobilitas dan kota cerdas termasuk ke dalam lima bidang layanan publik priotitas pemerintah yang akan menggunakan AI. Hal ini merupakan bagian dari Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial Indonesia 2020-2045.

Implementasi teknologi AI di sektor mobilitas dan kota cerdas diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, keamanan dan kenyamanan dalam transportasi serta pengelolaan perkotaan. Namun, detail spesifik mengenai layanan publik yang akan menggunakan teknologi AI dalam bidang mobilitas di Indonesia tidak dijelaskan secara rinci dalam sumber yang disediakan.

Dampak negatif dari penggunaan teknologi AI dalam kehidupan sehari-hari meliputi:

1. Perpindahan pekerjaan/pengangguran manusia: Penggunaan teknologi AI dapat menggantikan pekerjaan di mana manusia melakukan tugas rutin dan berulang, seperti di industri manufaktur, perbankan, dan bahkan jasa, yang dapat mengakibatkan hilangnya pekerjaan bagi pekerja yang terkena dampaknya. 

2. Manipulasi data informasi: penggunaan bot untuk mempengaruhi opini publik, dapat membahayakan demokrasi dan merusak proses pemilihan yang adil dan jujur.

3. Ancaman data: penggunaan teknologi AI dapat menimbulkan masalah privasi dan keamanan data, seperti penggunaan data pengguna untuk menghasilkan prediksi dan rekomendasi yang dapat disalahgunakan dan mengancam privasi dan keamanan data pengguna.

Dengan demikian, penggunaan teknologi AI juga menimbulkan dampak negatif yang harus diatasi dan diwaspadai. Oleh karena itu, regulasi dan etika dalam penggunaan teknologi AI menjadi hal yang penting untuk meminimalkan dampak negatifnya. 

Bagaimana cara kerja kecerdasan buatan? Kecerdasan buatan (AI) bekerja dengan menggabungkan data dalam jumlah besar dengan pemrosesan berulang yang cepat dan algoritma cerdas, memungkinkan perangkat lunak secara otomatis belajar dari pola atau karakteristik dalam data.

Kecerdasan buatan menggunakan teknik seperti pembelajaran mesin, pembelajaran mendalam, dan pemrosesan bahasa alami untuk membuat program yang dapat membuat keputusan, memahami bahasa, dan melakukan tugas tanpa bantuan manusia. Alur kerja AI melibatkan pengumpulan data, observasi, pemrosesan awal data, dan penggunaan algoritma dan model.

Selain AI, ada juga teknologi yang bernama Machine Learning (ML) yang merupakan bagian dari AI. Keduanya tentu tidak sama dan memiliki keunggulannya masing-massing.

Perbedaan antara AI dan ML bisa dilihat dari tekniknya. AI meggunakan berbagai macam metode seperti berbasis aturan, jaringan neural, penglihatan komputer dan sebagainya, sedangkan ML terbatas pada metode seperti supervised learning, unsupervised learning dan reinforcement learning.

Selain itu, kecerdasan buatan sering digunakan untuk memberikan perintah kepada setiap aplikasi atau mesin yang terintegrasi dengan pusat jaringan, sedangkan pembelajaran mesin lebih umum digunakan untuk proses analisis data seperti prediksi dan klasifikasi.

Bagaimana penggunaan AI di masa yang akan datang? Penggunaan AI ke depannya akan semakin menyebarluas dan terintegrasi dalam berbagai aspek kehidupan. Selain itu, pengusaha nasional juga secara perlahan akan memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan dengan sektor tenaga kerja didorong untuk meningkatkan kemampuan.

Hal ini menunjukkan bahwa AI akan semakin terintegrasi dalam berbagai sektor, baik di tingkat pemerintah maupun swasta untuk meningkatkan efisiensi, inovasi, dan pelayanan. Dengan demikian, penggunaan AI di masa depan diharapkan dapat memberikan dampak positif yang signifikan dalam berbagai aspek kehidupan.

Namun juga kita tidak dapat terus-terusan bergantung hanya pada sebuah teknologi. Oleh karena itu, penting untuk tetap mengasah keterampilan dan kemampuan interpersonal, serta tidak bergantung sepenuhnya pada teknologi.

Selain itu, menjaga keseimbangan antara penggunaan teknologi dan interaksi sosial juga merupakan hal yang penting. Dengan demikian, kita dapat memanfaatkan teknologi secara bijaksana tanpa harus bergantung secara berlebihan.