Mengubah Sampah Jadi Potensi Rupiah Bersama Ibu-ibu Kelurahan Cipayung

Mengubah Sampah Jadi Potensi Rupiah Bersama Ibu-ibu Kelurahan Cipayung

Salah Satu Pemanfaatan Ecobrick Sebagai Bahan Dasar Bangunan | Zerowaste.id

#SohIBBerkompetisiArtikel 

Seorang warga mengeluhkan anaknya sulit tidur karena terpapar asap pembakaran sampah. Di pinggiran Jakarta, tak jauh dari pusat kota, masih sering ditemukan warga yang hobi bakar sampah sembarangan. Padahal, asapnya bisa membuat sesak warga sekitar. Sebenarnya Pemerintah DKI melarang warganya membakar sampah karena dapat menyebabkan polusi dan pencemaran lingkungan. Sanksi pidana dan denda akan diberikan kepada warga yang melanggar aturan tersebut sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah. 

Salah satu alasan mengapa masih ada warga yang membakar sampah adalah karena tidak tahu harus membuang sampah plastik kemana. Selain itu, warga harus membayar jasa pengangkutan sampah yang disediakan oleh RT jika ingin sampahnya dikelola. Tidak semua warga mau dan mampu untuk membayar iuran sampah ini. 

Menurut data  BPS Provinsi DKI Jakarta, ada sebanyak 3.750 ton/hari sampah anorganik yang diangkut. Naik 8% dari tahun 2019 dengan kecenderungan akan terus bertambah tiap tahunnya. Dari maraknya kasus pembakaran sampah plastik dan terus meningkatnya volume sampah plastik yang diangkut dari tahun ke tahun, maka diperlukan sebuah upaya alternatif dalam pengelolaan sampah plastik.

Sampah Plastik Adalah Masalah Kita | Unsplash: Hermes Rivera

Di suatu pagi yang gerimis, saya menyempatkan diri mampir ke rumah bibi saya di kelurahan Cipayung. Namanya Bi Eti, perempuan berdarah Sunda yang selalu energik ini sedang asyik menimbang sampah-sampah plastik. Saya agak terkejut karena rumahnya dipenuhi sampah plastik, mulai dari botol aqua sampai bekas kopi saset. 

Lalu Bi Eti bercerita tentang kesibukan barunya itu. Tentang pengumpulan sampah plastik, pembuatan ecobrick, sampai pemberdayaan ibu-ibu sekitar. 

Sampah Plastik yang Sudah Dibersihkan | Dokumentasi Pribadi (2023)

“Sampah plastik selama ini cuma habis di pembuangan, padahal kalau dibuat prakarya, bisa dibuat banyak hal.” kata Bi Eti sambil menunjukkan video yang ada di handphone-nya. 

Ecobrick adalah bata ramah lingkungan dan mulai diperkenalkan sejak 2012 oleh Russell Maier dan istrinya, Ani Himawati. Ecobrick bisa digunakan untuk bahan membuat kursi, meja, atau bahkan bangunan, Ternyata Bi Eti terinspirasi dari berbagai video di Youtube yang ia tonton di sela-sela kesibukannya sebagai ibu rumah tangga. Perlahan tapi pasti, Bi Eti menerapkan apa yang Ia pelajari. 

Hasil Pembuatan Ecobricks | Dokumentasi Pribadi (2023)

Cara membuatnya cukup mudah, pertama kumpulkan sampah plastik, potong, cuci lalu keringkan. Kedua, Siapkan botol plastik yang bersih dan kering, kemudian masukkan plastik kresek terlebih dahulu untuk dasaran kemudian masukan potongan plastik lainnya ke dalam botol plastik hingga penuh. Ketiga, padatkan sampah menggunakan tongkat kayu. Dan keempat, timbang untuk memastikan berat ecobrick sesuai standar yaitu 200 gram untuk botol 600 ml dan 500 gram untuk botol 1500 ml.

Bi Eti juga mengajak ibu-ibu di sekitar rumahnya untuk ikut membuat ecobrick dan mengumpulkan sampah-sampah plastik. Caranya unik, Ia membuat semacam koperasi untuk menghitung sudah berapa banyak sampah yang dikumpulkan setiap orang dan hasilnya ditabung untuk keperluan belanja di hari raya lebaran atau membeli daging qurban. Ini menarik karena selama ini salah satu yang menjadi masalah minimnya kesadaran akan pengelolaan sampah adalah minimnya apresiasi dan tidak ada daya tarik dari sisi ekonomi.  

Saat ini sudah ada sekitar 20 ibu-ibu yang rutin mengumpulkan sampah dan membuat ecobrick. Beberapa sudah menikmati hasilnya dengan menabung sampah selama beberapa bulan bisa menghasilkan uang untuk menambah keperluan rumah tangga. Kalaupun tidak digunakan, uang tersebut akan tetap aman dan tercatat dengan baik sehingga suatu saat bisa digunakan sebagaimana tabungan pada umumnya. 

Selain dibuat menjadi karya, ecobrick juga bisa dijual langsung melalui e-commerce. Bi Eti melalui e-commerce sudah berhasil menjual 500 botol ecobrick ke seluruh Indonesia dan sudah diolah menjadi berbagai macam karya. Satu botol berisi 1500 ml bisa dijual dengan harga Rp 20.000, sedangkan untuk ukuran 660 ml bisa dijual dengan harga Rp 10.000. Sungguh menarik secara ekonomis.

Tak berhenti di situ, Bi Eti juga rutin menjadi pembicara di berbagai sekolah untuk sosialisasi pengelolaan sampah plastik. “Biar semakin banyak yang sadar dan belajar.” katanya.

Bukan hanya mengajarkan cara membuat ecobrick, Bi Eti juga menanamkan pentingnya mengurangi penggunaan plastik seperti dengan membawa tas ketika berbelanja dan mengumpulkan sampah plastik bekas konsumsi. Pihak sekolah juga menyambut sangat baik tentang hal ini dan mulai memberikan tugas kepada murid-muridnya untuk membuat ecobrick dan menyusun proyek bersama seperti membuat kursi sampai papan nama sekolah.

Sosialisasi di SMPN 237 Jakarta | Dokumentasi Pribadi (2022)

William Tanuwijaya, mantan CEO Tokopedia pernah berkata bahwa digitalisasi adalah berkah. Dalam hal ini, William benar, karena melalui platform digital seperti youtube, setiap orang bisa belajar apapun yang ia mau. Melalui platform e-commerce, setiap orang bisa menghasilkan uang dengan menjual apapun yang bisa dihasilkan.

Pada akhirnya, digitalisasi adalah pintu maha dahsyat yang bisa mengoptimalkan potensi yang kita miliki jika digunakan dengan baik. Seperti yang dilakukan oleh Bi Eti dan teman-temannya.