5 Langkah Emotion Coaching, Kembangkan EQ Anak

5 Langkah Emotion Coaching, Kembangkan EQ Anak

Ilustrasi : Emotional Quotient Anak | Pixabay

Manusia dikaruniai Tuhan berbagai jenis kecerdasan. Kecerdasan intelektual atau IQ merupakan yang paling populer dinilai sebagai tolak ukur kecerdasan seseorang. Hampir segala aspek diukur melalui tes IQ sebagai standar uji kecerdasan individu.

Sehingga baik di sekolah maupun di rumah, sering kali guru dan orang tua hanya fokus pada perkembangan kecerdasan intelektual anak ketimbang mengembangkan ragam kerdasan lain yang juga penting. Contohnya, kecerdasan spiritual (SQ), kecerdasan emosional (EQ), dan lainnya.

Sementara itu, terdapat studi yang menyatakan bahwa IQ ternyata hanya menentukan 20 persen kesuksesan karier seseorang, sedangkan EQ mampu menentukan hingga 80 persennya. Angka tersebut menandakan bahwa IQ tidak berperan sendirian dalam menata masa depan, terdapat EQ yang justru memegang kontribusi lebih besar.

Jika IQ merujuk pada potensi yang dimiliki individu untuk mempelajari sesuatu lewat alat-alat berpikir, maka EQ merujuk pada kemampuan mengontrol, menilai, dan mengelola emosi diri sendiri dan orang lain.

Dikutip dari laman Kajian Pustaka, menurut Goleman (2001), terdapat 5 aspek utama kecerdasan emosional, di antaranya: kemampuan mengenali emosi (self awareness), kemampuan mengelola emosi (self regulation), kemampuan memanfaatkan emosi secara produktif (motivation), kemampuan mengenali emosi orang lain (empathy), dan kemampuan membina hubungan (social skill).

Orang yang menguasai kelima aspek EQ di atas akan memiliki perspektif luas, kritis, serta memiliki kemampuan interpersonal yang baik. Itulah mengapa EQ yang tinggi mampu meningkatkan kinerja seseorang di lingkungan kerja sehingga berkontribusi memajukan karir mereka.

Mengembangkan EQ sedari dini sudah sepatutnya menjadi urgensi. Tidak bisa dinafikan bahwa memberi edukasi EQ yang tepat pada anak-anak akan membawa sejumlah manfaat salah satunya dalam memutus rantai bullying yang semakin menjadi di era ini.

Hanya saja pada praktiknya, orang tua kerap dihadapkan dengan tanda tanya besar perihal “Apa yang harus dilakukan pertama kali untuk mengedukasi sang buah hati?”

Kids Emotion | Pixabay

Menjawab persoalan tersebut, dikutip dari laman The Gottman Institute, Dr. John Gottman mengungkapkan ada 4 tipe orang tua dalam merespon emosi anaknya:

  1. Dismissing parents atau orang tua yang abai. Orang tua tipe ini menganggap emosi anak tidak penting dan berusaha meredamnya secara cepat. Sering kali dengan pengalih perhatian
  2. Disapproving parents atau orang tua yang selalu mengkritisi perilaku anak ketika merasakan emosi negatif. Orang tua tipe ini cenderung memarahi bahkan memberi hukuman atas ekspresi emosi yang ditunjukkan anak
  3. Laissez-Faire parents atau orang tua yang menerima emosi anak, namun gagal membantu mereka dalam memecahkan masalah dan dalam menetapkan batasan perilaku saat mengekspresikan emosinya
  4. Emotion coaching parents atau orang tua yang melatih emosi anak-anaknya dengan menghargai emosi mereka, sabar, dan membimbing anak dalam melabeli atau menamakan emosi yang dirasakan serta membantu menyelesaikan masalah di saat bersamaan

Dengan demikian, kiat mengembangkan EQ anak bisa dimulai dari mencoba mempraktikkan emotion coaching pada buah hati, di antaranya dengan melakukan 5 langkah berikut:

5 Steps of Emotion Coaching | gottman.com

1. Menyadari emosi yang muncul pada anak

Orang tua harus sadar dan peka atas emosi dan perasaan yang meliputi anak. Baik dari ciri fisik seperti ekspresi wajah dan bahasa tubuh, maupun dari kata-kata. Orang tua tidak perlu menunggu emosi anak meledak untuk menyadarinya

2. Memperkenalkan emosi sebagai kesempatan untuk menjalin hubungan dengan anak sekaligus mengedukasi mereka

Anak yang mengekspresikan emosinya bukanlah sebuah tantangan melainkan sebuah kesempatan bagi orang tua untuk membangun kedekatan dengan anak dan membimbing mereka menghadapi emosi tersebut

3. Mendengarkan dan menerima emosi anak

Berikan anak perhatian penuh saat sedang mengekspresikan emosinya. Sesekali ulang kembali apa yang diucapkan anak sehingga anak tahu bahwa orang tua memahami apa yang mereka lihat dan alami

4. Membantu anak menamakan emosi yang mereka rasakan

Setelah mendengarkan emosi anak sepenuhnya, bantulah anak mengembangkan kesadaran dan menamakan emosi yang mereka rasakan secara verbal. Dengan demikian, anak akan lebih sering mengungkapkan emosinya dengan kata-kata dibanding dengan menunjukkan perilaku yang negatif

5. Membantu anak menemukan solusi dan menentukan batasan

Semua jenis emosi dapat diterima tetapi tidak dengan segala bentuk perlaku. Tetapkan batasan perilaku yang dapat ditoleransi saat anak mengekpresikan emosi. Misalnya, saat anak merasa sedih akan sesuatu, ia diizinkan untuk menangis, tetapi tidak dengan melempar atau merusak barang di sekitar.

Setelah itu, bimbing anak anak mencari solusi yang dapat dilakukan dalam menghadapi emosi yang ia rasakan

Praktik emotion coaching pada anak tidak selalu mudah dilakukan. Terlebih jika masalah yang muncul merupakan masalah berskala besar. Pada dasarnya, dibutuhkan kesabaran sebagai kunci agar orang tua dapat mengembangkan kecerdasan emosional anak secara maksimal.

 

Sumber referensi:

 https://www.gottman.com/blog/strengthen-childs-emotional-intelligence/

https://www.danielgoleman.info/biography/#:~:text=Daniel%20Goleman%20is%20an%20internationally,York%20Times%20for%20many%20years.

https://www.kajianpustaka.com/2021/11/kecerdasan-emosional-eq.html

https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1877042812021477