Wirausaha Sosial, Berbisnis Dengan Hati Untuk Membangun Negeri

Wirausaha Sosial, Berbisnis Dengan Hati Untuk Membangun Negeri

Berbisnis Dengan Hati Untuk Membangun Negeri | Unsplash (Adam Novianto)

#SobatHebatIndonesiaBaik #JadiKontributorJadiInspirator #BerbagiMenginspirasi #SohIBBerkompetisiArtikel

 

Hai, SohIB. Pernah dengar wirausaha sosial atau sociopreneur? Istilah ini mungkin kurang bergema di Indonesia. Namun menurut British Council, jumlah pelaku wirausaha sosial di Indonesia cenderung meningkat hingga 70 persen dalam lima tahun terakhir. Yang menarik perhatian adalah fakta bahwa mayoritas wirausaha sosial ini adalah anak muda berusia antara 18 sampai 34 tahun.

Untuk SohIB yang masih asing dengan istilah ini, singkatnya wirausaha sosial adalah model bisnis yang berfokus pada dampak kepada masyarakat. Berbeda dengan bisnis konvensional yang mencari keuntungan maksimal, kesuksesan usaha sosial dilihat dari manfaatnya bagi masyarakat. Salah satu contoh usaha sosial ini adalah Kitaoneus.asia yang ranah bisnisnya memberdayakan masyarakat disabilitas. Dengan model bisnis ini, Kitaoneus.asia tidak hanya membuka lapangan kerja bagi saudara dengan disabilitas, namun juga meningkatkan pendapatan dan keterampilan mereka. Dampak inilah yang disasar oleh wirausaha sosial.

Wirausaha sosial lebih fokus pada dampak yang diberikan kepada masyarakat | www.kitaoneus.asia
Wirausaha sosial lebih fokus pada dampak yang diberikan kepada masyarakat | www.kitaoneus.asia

 

Well, kita tidak akan berlama-lama membahas apa itu wirausaha sosial. Yang akan kita obrolkan di sini adalah perkembangan serta dampaknya bagi bangsa. Seperti dikatakan di awal, ternyata model bisnis ini sudah menjadi tren di kalangan anak muda dan diprediksi akan melaju to the moon. Bahkan seiring waktu, dimensi bisnis dalam sociopreneurship menjadi lebih luas. Lantas, manfaat untuk Indonesia apa?

Dari sisi produktivitas, diproyeksikan pada tahun 2025-2045 Indonesia akan mengalami bonus demografi. Kondisi di mana penduduk berusia produktif berjumlah lebih besar dari kelompok nonproduktif. Artinya, kita harus bersiap agar tersedia lapangan pekerjaan bagi seluruh penduduk produktif itu. Yang harus kita ingat adalah, banyak masyarakat kita yang memiliki keterbatasan daya dan sumber daya. Entah itu karena keterbatasan fisik, kurangnya biaya untuk pendidikan, tidak mempunyai keterampilan yang dibutuhkan pasar, dan banyak sebab lain. Nah, dengan model bisnis sosial, kita dapat memaksimalkan peranan seluruh masyarakat secara gotong royong sehingga semua potensi, sekecil apa pun itu, dapat diberdayakan. Ini akan meningkatkan produktivitas nasional untuk jangka panjang.

Selain isu sosial, ada juga bisnis sosial yang berfokus pada lingkunga, kesehatan, dan lain-lain | Unsplash (Gigi)
Selain isu sosial, ada juga bisnis sosial yang berfokus pada lingkunga, kesehatan, dan lain-lain | Unsplash (Gigi)

 

Dari sisi kesejahteraan pun wirausaha sosial berkontribusi signifikan. Berdasarkan survei, 71 persen wirausaha sosial dinyatakan profitable. Angka ini tentunya sangat besar mengingat banyak bisnis konvensional kolaps sebelum mencatatkan keuntungan. Bisa kita terjemahkan kalau bisnis sosial mampu memberikan pendapatan yang layak bagi pegawainya. Hal ini menjadi menarik mengingat umumnya yang menjadi tenaga kerja adalah masyarakat dengan keterbatasan yang membuat mereka sulit berkompetisi di pasar tenaga kerja konvensional. Otomatis bisnis sosial menjadi “dongkrak” kesejahteraan di ceruk yang tak tersentuh.

Yang paling penting dari itu semua adalah dampak dalam sisi sosial. Nyawa dari wirausaha sosial adalah misi yang dibawa bagi masyarakat. Pada akhirnya yang dituju adalah perubahan kebiasaan atau cara pandang, meningkatkan kepedulian, serta meningkatkan kapasitas masyarakat secara luas. Sadar atau tidak, banyak contoh dampak ini yang sudah kita rasakan. Misal meningkatnya kesadaran kaum urban tentang lingkungan, bertambahnya kesadaran akan hak saudara kita yang disabilitas, penambahan fasilitas bagi ibu menyusui, dan banyak lagi. Itu semua merupakan masalah riil yang terjadi di tengah masyarakat dan wirausaha sosial ikut berkontribusi menjawabnya.

Wirausaha sosial berangkat dari semangat menuju kesejahteraan yang inklusif | Unsplash (Radoslav Bali)
Wirausaha sosial berangkat dari semangat menuju kesejahteraan yang inklusif | Unsplash (Radoslav Bali)

 

Semakin banyaknya wirausaha sosial menjadi bukti arus baru generasi muda dalam memandang bisnis. Bisa dibilang ada kesadaran bahwa bisnis adalah media untuk mencapai kesejahteraan yang inklusif dan berkelanjutan. Hal ini sejalan, lo, dengan tujuan bangsa kita sesuai tercantum di alinea keempat Undang-Undang Dasar 1945.

Karena itu, sebagai SohIB sejati ada baiknya kita mendukung wirausaha sosial. Bisa dengan banyak cara, kok. Entah dengan membeli produknya atau ikut berkontribusi di visi dan misi mereka. Atau mungkin ada SohIB yang mau terjun langsung jadi sociopreneur?