5 Tradisi Menyambut Musim Hujan di Indonesia, Ada yang Makan Serabi!

5 Tradisi Menyambut Musim Hujan di Indonesia, Ada yang Makan Serabi!

Tradisi Menyambut Musim Hujan | Sumber: Pixabay (truthseeker08)

#SobatHebatIndonesiaBaik #JadiKontributorJadiInspirator #BerbagiMenginspirasi

Siapa bilang hujan cuma bikin galau? Alih-alih menggalau, ada beberapa orang yang justru bersukacita saat hujan mulai turun. Bagi masyarakat agraris, hujan adalah berkah yang patut disyukuri. Para petani akan diuntungkan karena musim hujan membawa air yang melimpah dan bermanfaat untuk menumbuhkan tanaman.

Sejumlah daerah di Indonesia punya cara tersendiri dalam menyambut musim hujan. Ekspresi rasa syukur atas datangnya musim hujan ini diungkapkan melalui ritual sakral nan unik, mulai dari sesaji hasil bumi sampai tari-tarian.

Penasaran dengan tradisi menyambut musim hujan di Indonesia? Yuk, langsung simak ulasannya berikut ini!

1. Festival Serut Podomoro, Karanganyar

Warga Dusun Serut di Kabupaten Karanganyar selalu bergembira menyambut musim hujan. Melalui festival yang dinamakan "Serut Podomoro", mereka melakukan ritual bersih dusun dengan mengarak gunungan sayuran sebagai rasa syukur atas limpahan hasil bumi saat hujan tiba. Tradisi ini menjadi pengingat tentang harmonisasi antara manusia dan alam untuk menyediakan bahan pangan bagi kehidupan.

Festival Serut Podomoro dibuka dengan iring-iringan gong dan Tarian Lakon Podomoro. Sesepuh dusun kemudian bersila menghadap tanaman pangan berupa bahan dasar sayur Podomoro dan membacakan doa kejawen di area persawahan. Selanjutnya, sepasang pemuda akan menari mengiringi doa tersebut.

2. Kuras Sendang Made, Jombang

Memasuki bulan November, warga Desa Made, Kecamatan Kudu, akan melakukan ritual pembersihan Sendang Made, sebuah petirtaan peninggalan Raja Airlangga. Tidak hanya untuk melestarikan situs bersejarah, warga juga memercayai kegiatan suci ini dapat menghindarkan Desa Made dari segala musibah saat musim hujan.

Meskipun begitu, hujan tetap menjadi rahmat yang disyukuri oleh warga Desa Made. Melalui sedekah bumi, warga memeriahkan tradisi Kuras Sendang Made dengan mempersembahkan sesaji kebutuhan pokok dan berbagai jenis makanan ringan sebagai ucapan rasa syukur.

Baca Juga: Keunikan Indonesia yang Negara Lain Jarang Miliki

3. Karapan Sapi, Bondowoso

Karapan Sapi merupakan identitas bagi suku Madura. Dulu, Karapan Sapi diciptakan pada masa Kesultanan Sumenep untuk memberikan semangat kepada para petani sewaktu musim kemarau. Sampai sekarang, tradisi ini masih dilestarikan oleh warga Desa Gubrih di Kabupaten Bondowoso sebagai bentuk rasa syukur untuk menyambut musim hujan.

Karapan Sapi memiliki filosofi yang tinggi dalam kehidupan masyarakat Madura. Pacuan balap sapi bersama tuannya dalam tradisi ini memberikan pesan tentang kegigihan dan gotong-royong, baik sesama manusia maupun antara manusia dan alam. Karena keunikannya, Karapan Sapi akhirnya diakui dalam Warisan Budaya Takbenda (WBTB) Nasional.

4. Tasyakuran Serabian, Tuban

Siapa yang suka makan serabi? For your information, kue tradisional ini ternyata merupakan bagian dari tradisi menyambut musim hujan, lo! Sebagai wujud syukur dimulainya masa tanam, warga Desa Ngarum di Kabupaten Tuban melakukan tradisi Serabian pada malam Jumat Pahing saat awal musim hujan.

Serabian hampir mirip dengan selamatan pada tradisi Kupatan. Hanya saja, warga Desa Ngarum mengganti makanan yang didoakan dengan serabi yang disiram dengan kuah santan dan gula merah. Nah, hidangan ini juga dikenal sebagai juroh.

Di samping untuk mengungkapkan rasa syukur, tradisi Serabian juga menjadi momen kebersamaan warga karena pembuatan serabi dilakukan secara beramai-ramai. Duh, jadi ngiler serabi, nih!

Baca Juga: 5 Kegiatan Produktif yang Dapat Dilakukan Saat Hujan

5. Ritual Cahe, Sumenep

Masyarakat Madura di Desa Langsar, Kabupaten Sumenep, juga menyambut musim hujan dengan sedekah bumi yang disebut Cahe. Warga melakukan ritual Cahe dua kali dalam setahun, tepatnya saat awal musim hujan (musim tanam) dan akhir musim penghujan (musim panen). Uniknya, sedekah bumi yang satu ini digelar di dalam gua yang masih aktif, yakni Gua Mandalia.

Sesaji dalam ritual Cahe terdiri dari kopi, nasi putih, lauk pauk, tujuh bungkus jajanan pasar, bunga tujuh rupa, dan tujuh buah kelapa. Hasil bumi ini kemudian dipanggul beriringan oleh ibu-ibu ke lokasi ritual.

Sesampainya di sana, tokoh adat akan memimpin doa sembari memercikkan air kelapa ke setiap sudut gua. Kalau SohIB tertarik untuk melihat langsung ritual Cahe, kamu bisa mendatangi Desa Langsar di akhir musim hujan nanti.

Masih banyak tradisi menyambut musim hujan lainnya yang ada di Indonesia. Jika ditelusuri lebih jauh, ternyata banyak makna dan pesan yang terkandung di dalamnya. Kalau di daerah tempat tinggalmu punya tradisi serupa, jangan lupa tuliskan di kolom komentar, ya!

Nah, daripada galau saat hujan, mending kamu ikutan workshop di komunitas SohIB. Selain bermanfaat, kamu juga bisa bertemu dengan banyak teman baru dan berkesempatan mendapatkan merchandise menarik. So, gabung sekarang, kuy!

Editor: Fria Sumitro