Pulihkan Wisata, Ajak Turis Promosi Gratis

Pulihkan Wisata, Ajak Turis Promosi Gratis

Turis di wisata Umbul Ponggok, Klaten | umbulponggok.co.id

#SobatHebatIndonesiaBaik #JadiKontributorJadiInspirator #BerbagiMenginspirasi #SohIBBerkompetisiArtikel #Makin Tahu Indonesia

“Pulang ke kotamu..Ada setangkup haru dalam rindu..”

Alunan lagu ini menjadi latar musik foto tempat wisata pada Instastory seorang sahabat. Ceritanya dia sedang berada di Yogyakarta. Pamer foto-foto suasana liburan. Ah..saya jadi ingin terbang kesana..

Spot berfoto di Hutan Pinus Pengger, Yogyakarta | Travelspromo

Kendala sinyal internet dan promosi tempat wisata baru

Sejenak memori saya bernostalgia. Akhir Desember 2019 lalu, sebelum pandemi Covid-19 merebak, kami sekeluarga menghabiskan libur Natal dan Tahun Baru dengan berjalan-jalan ke Yogyakarta. 

Mulai dari mengunjungi Kraton, melihat-lihat Batik, mengunjungi pantai, bahkan sekedar makan Bakmi Jogja, kami sempatkan disana. Tidak lupa berfoto atau merekam video tempat wisata yang kami singgahi. 

Lalu membagikannya di laman facebook, instagram, atau grup Whatsapp. Pamer lagi jalan-jalan!

Namun, saya masih ingat, saat itu saya baru bisa mengunggah foto ketika sudah sampai di hotel atau saat melewati wilayah yang sinyal jaringannya bagus. 

Ilustrasi tidak ada sinyal | pixabay

Terinspirasi dari melihat instastory tadi, saya jadi terpikir, hal-hal semacam ini kan sebetulnya bentuk promosi wisata. Pamer foto tempat wisata. Pamer video. Pamer konten di media sosial cukup memberi daya tarik. Kita sering penasaran dan jadi terpikir mendatangi tempat tersebut.

Sayangnya belum semua tempat wisata punya dijangkau oleh sinyal yang berkualitas. Terutama wisata alam memang lokasinya berada di pinggir kota bahkan tempat terpencil. Tidak jarang pula, jangkauan sinyal tidak ada disana. 

Umumnya turis yang datang ke Yogyakarta, dulu hanya mengenal Pantai Parangtritis. Namun dengan diviralkan di media sosial, sudah banyak pantai lain yang dikenal masyarakat. Sebut saja misalnya Pantai Kukup, Pantai Drini, Pantai Baron, dan banyak lagi nama pantai baru yang semula jarang terdengar, sekarang sudah dikenal luas dan ramai dikunjungi.

Masih ingat dengan tempat wisata snorkeling di Umbul Ponggok, Klaten yang menjadi terkenal dan ramai kunjungan setelah viral di media sosial? Tirta Mandiri, perusahaan desa yang mengelolanya, mencatat bahwa kunjungan yang semula hanya 65 ribu wisatawan pada tahun 2013, setelah diperbincangkan di media social, mampu bertambah menjadi 167 ribu pada tahun 2014. Naik hampir tiga kali lipat. 

Masyarakat yang dulunya hanya mengenal Pantai Parangtritis, berkat bantuan media sosial, mengenal lebih banyak pantai-pantai indah di Yogyakarta. Sebut saja misalnya Pantai Kukup, Pantai Drini, Pantai Baron, dan banyak lagi nama pantai baru yang semula jarang terdengar, sekarang sudah dikenal luas dan ramai dikunjungi. Kisah sukses promosi via media sosial ini pun bisa ditiru oleh tempat wisata lainnya.

Seorang pengunjung berswafoto di Pantai Drini | mytrip123

Usulan pada Pemerintah

Masyarakat butuh refreshing dari rutinitas. Mengunjungi tempat-tempat wisata sering menjadi pilihan kaum muda. Mereka menyebutnya dalam istilah gaul healing. Meskipun katanya healing, tetapi umumnya mereka tetap saja pamer sedang berwisata.

Generasi muda kini menyenangi media sosial untuk mencari informasi, berbagi kesenangan, atau sekedar pamer hal yang menurut mereka menarik. 

Hal ini bisa difasilitasi dan dijadikan ajang promosi gratis. Tidak perlu bayar mereka. Yang penting ada akses internet. 

Oleh karena itu, saya ingin mengusulkan pada Pemerintah untuk melihat peluang ini. Fasilitasi layanan internet untuk turis. Untuk percepatan pemulihan sektor pariwisata perlu upaya promosi yang gencar.

Tidak berlebihan jika kebiasaan aktif bermedia sosial, bisa juga disebut sebagai bonus demografi. Namun, perlu difasilitasi dan diarahkan pada jalur yang tepat dan bermanfaat. 

Bayangkan jika semua orang yang sedang jalan-jalan pamer foto di media sosial. Media sosial akan dipenuhi foto-foto cantik tempat wisata. Teman-teman mereka di facebook atau instagram akan melihat ‘iklan gratis’ ini. Foto atau video yang dibagikan di status atau grup Whatsapp akan dilihat banyak teman-temannya. Tampak sederhana, tetapi penyebaran informasinya sangat cepat dan luas. 

Namun lagi-lagi, ide ini hanya bisa terjadi jika ada akses internet yang memadai.

Siapkan Seribu Tower BTS

Bukan rahasia jika Pemerintah setiap tahun menggelontorkan biaya yang besar untuk mempromosikan wisata. Seperti dilansir dari laman bisnis.com, pada tahun 2022 dialokasikan dana sebesar Rp.4,6 triliun untuk pemulihan sektor pariwisata di Indonesia yang terpukul akibat pandemi Covid-19. 

Lalu tahun 2022, Pemerintah telah menyiapkan anggaran Rp. 9,3 triliun untuk pengembangan destinasi wisata dan ekonomi kreatif. 

Bagaimana jika sebagian anggaran dialokasikan untuk penyediaan fasilitas internet di tempat wisata? 

Tidak perlu banyak-banyak. Biaya membangun sebuah tower base transceiver station (BTS) berkisar antara Rp. 800 juta - Rp. 1 miliar. 

BTS dan turis pengunjung wisata Gunung Ijen | Liputan6

Dengan dana Rp. 1 triliun bisa dibangun seribu tower BTS di tempat-tempat wisata yang belum dijangkau layanan internet. Adanya BTS ini bisa menjadi magnet tersendiri. Lebih banyak orang akan datang berkunjung.

Pengelola wisata, yang belum terjangkau internet, perlu didorong aktif untuk mengajukan permohonan pembangunan BTS. Kepala Desa juga boleh mengusulkan. Bahkan masyarakat atau pengunjung bisa aktif menginformasikan tempat wisata yang belum berinternet. 

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Krearif dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bisa berkolaborasi menyiapkan tower BTS di tempat-tempat wisata sasaran. Pastikan layanan internet tersedia disana. 

Menteri Parekraf, Sandiaga Uno, berswafoto saat mengunjungi Danau Toba | @kemenparekraf.id

Jika akses internet sudah tersedia, selanjutnya adalah strategi untuk mendorong pengunjung bernarsis ria. Pengelola wisata bisa diberikan bantuan Wi-Fi gratis. 

Lalu pengelola wisata didorong untuk menyediakan berbagai photobooth menarik. Adakan lomba foto. Adakan lomba menulis review tempat wisata. Adakan lomba status kreatif di media sosial. Adakan lomba konten kreatif. 

Ajak semua pengunjung bernarsis ria. Selenggarakan event promosi rutin. Ajak wartawan dan jurnalis meliput. Dengan cara ini, promosi wisata akan semakin masif. Pengguna media sosial akan semakin mengenal tempat wisata. 

Dengan terinformasi, bisa jadi mereka tertarik berkunjung kesana. Dengan tersedianya internet, mereka akan pamer foto di media sosial. Lagi-lagi itu akan menarik teman yang lain untuk berkunjung. Pamer di media sosial, dan berlanjut begitu seterusnya.

Ini akan sangat baik bagi dampaknya pada ekonomi. Efek domino yang ditimbulkan akan meluas. Biro perjalanan wisata akan bergairah kembali. Maskapai penerbangan akan kembali terisi. Hotel dan restoran akan penuh. Jasa sewa kendaraan akan ramai kembali. Tukang becak akan hilir mudik mengantar turis. 

Toko-toko souvenir atau pusat oleh-oleh akan dipenuhi pengunjung. Pemandu wisata akan bisa bekerja lagi. Tukang parkir mendapat tips. Roda ekonomi rakyat yang sempat terhenti akan kembali berputar. 

Gencarnya promosi wisata oleh pengguna media sosial akan mempercepat pemulihan sektor pariwisata Indonesia. Program membangun seribu BTS dapat menjadi langkah terobosan. Dengan sinergi Pemerintah dan pengelola wisata, program seribu BTS ini dapat direalisasikan (DFS).