Nasib Bangsa dalam Kepal Pemuda

Nasib Bangsa dalam Kepal Pemuda

Nasib Bangsa dalam Kepal Pemuda | Unsplash (Zacke Feller)

#SobatHebatIndonesiaBaik #JadiKontributorJadiInspirator #BerbagiMenginspirasi #SohIBBerkompetisiArtikel

Gelar sarjana tak membuat Ujang Margana lantas bertolak pinggang. Alih-alih bekerja kantoran, lelaki milenial itu rela berkubang ladang dan mengamit cangkul sebagai pegangan. Di tanah kelahirannya, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, ia sumbangkan tenaga dan pikirannya demi kemajuan petani lokal.

Ujang sadar betul, pertanian adalah sektor ekonomi yang sangat krusial lagi esensial. Sebab dari sanalah rupa-rupa bahan pangan dan macam-macam kudapan dihasilkan. Maka ketika sejawat seusianya banyak menautkan rezeki dari balik gedung pencakar langit, lelaki berusia 29 tahun itu malah terpanggil untuk mengabdi di kampung halaman.

“Bagi saya, menjadi petani ibarat panggilan hati,” katanya.

Ujang Margana Sang Petani Muda | Bisnis.com (Bisnis.com)

Usai menamatkan pendidikan S-1 pada 2015, Ujang segera menggarap ladang ayahnya. Ia menjatuhkan pilihan pada bawang merah. Selain karena bawang merah merupakan komoditas unggulan di desanya, Ujang melihat ada yang keliru dari manajemen usaha tani yang dilakukan petani lokal.

Kala itu, banyak petani terjerat tengkulak. Ketiadaan kelembagaan pertanian menyebabkan daya tawar petani bawang di Cimenyan begitu lemah. Dengan modal besar, tengkulak kerap memonopoli harga bawang merah hingga memberikan pinjaman dengan bunga yang tidak rasional. Apalagi, harga bawang merah di pasaran sangat rentan naik-turun.

Melihat situasi itu, Ujang pun tak tinggal diam. Bersama sejumlah petani lokal, mereka membentuk Kelompok Tani Tricipta. Mereka berupaya menawarkan solusi atas setiap kendala yang dihadapi petani. Mulai dari sisi produksi, permodalan, hingga manajemen usaha tani.

Perlahan tapi pasti, produktivitas pertanian bawang merah di Cimenyan pun berkembang pesat. Setiap kali panen, rata-rata menghasilkan 15 hingga 20 ton per hektare. Tidak hanya memenuhi kebutuhan pasar lokal, produksi bawang merah Cimenyan kini mampu menopang kebutuhan pelanggan hingga ke Pulau Sumatra.

Dewasa ini, ada sekitar 252 petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Tricipta. Total luas lahan garapan mencapai 300 hektare. Dalam setahun kalender, Ujang bersama kelompok tani di Cimenyan mampu memproduksi ribuan ton bawang merah.

Kehadiran Kelompok Tani Tricipta besutan Ujang benar-benar menjadi pilar kesejahteraan petani lokal. Mereka tidak lagi terjerat jebakan tengkulak. Lewat lini usaha koperasi, Kelompok Tani Tricipta mampu memberikan kucuran modal produksi bagi petani tanpa bunga. Kini, petani pun bisa menikmati keuntungan hasil panennya dengan senyum bahagia.

Dalam waktu dekat, Ujang akan menggunakan teknologi untuk meningkatkan kualitas hasil produksi. Ia tengah menjajaki Internet of Things (IoT) pada lahan pertaniannya. Nantinya, kadar nutrisi tanaman, kecepatan angin, keasaman tanah, hingga kualitas pupuk bisa dikontrol lewat gawai di genggaman tangan.

Investasi Petani Muda untuk Masa Depan Bangsa

Upaya Ujang memajukan sektor pertanian ibarat perjuangan seekor ikan salmon melawan arus sungai saat hendak bertelur. Demi melanjutkan tongkat estafet Penjaga Tatanan Negara Indonesia—kepanjangan kata petani—ia rela mengabdikan diri di ruang yang kini jarang dijamah kebanyakan orang.

Faktanya, petani memang bukan lagi profesi idaman. Katadata mengungkap, pada 2018, lebih dari 60 persen petani Indonesia berusia 45 tahun ke atas. Pangsa itu naik sekitar 4 persen dari tahun 2013. Sebaliknya, angkatan petani muda justru menurun, dari 43 persen pada 2013, menjadi hanya 39 persen pada 2018. Dengan kata lain, ketahanan pangan nasional akan terancam jika angkatan petani tidak segera diregenerasi.

Lantaran menyangkut isu ketahanan nasional, maka dalam konteks yang lebih luas, negara harus hadir dan memusatkan perhatiannya pada generasi muda. Investasi pada pemuda bukan lagi pilihan, melainkan sebuah kewajiban. Sebab nasib bangsa di masa mendatang akan selalu ada dalam kepalan tangan pemuda.

Program Petani Milenial Juara | Bappeda Jabar (Bappeda Jabar)

Salah satu bukti kehadiran negara dalam berinvestasi pada pemuda bisa kita temui pada Program Petani Milenial Juara besutan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Dengan mengusung semboyan “Hidup di Desa, Rejeki Kota, Bisnis Mendunia”, Pemprov Jabar berupaya meyakinkan anak muda bahwa profesi petani, asal digeluti dengan tekun dan gigih, akan melahirkan kesejahteraan.

Paradigma bahwa petani identik dengan kata miskin dan kotor perlu dibuang jauh-jauh. Berbekal teknologi dan internet dalam genggaman, petani milenial akan mengakselerasi produktivitas dan kualitas hasil pertanian. Sebuah tantangan struktural yang kini tengah dialami Indonesia.

Maka dari itu, kita patut bersyukur menatap dan mendengar upaya Pemprov Jabar menginvestasikan anggarannya kepada petani milenial. Detik mencatat, tidak kurang dari Rp1,1 triliun dana disiapkan untuk mendukung program petani milenial. Dana itu disalurkan oleh PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (Bank BJB) lewat program Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Pada Maret 2022, Pemprov Jabar telah mewisuda 1.249 petani milenial angkatan pertama. Mereka adalah petani muda yang sudah lulus uji lantaran mampu mengembangkan sekaligus mempertahankan eksistensi agribisnisnya selama setahun terakhir. Mereka adalah petani muda yang sanggup menyiram tanaman lewat ponsel pintar, hingga menjual produknya lewat pasar daring.

Wisuda Petani Milenial Angkatan Pertama | Bappeda Jabar (Bappeda Jabar)

Pulih Bersama

Terobosan yang dilakukan Pemprov Jabar bukan saja memastikan regenerasi pada angkatan petani, tetapi juga memulihkan kondisi ekonomi yang babak belur dihantam pandemi. Ketika interaksi sosial dibatasi, sektor pertanian sebagai sumber pangan mampu menjadi penopang rezeki dan pendapatan jutaan orang. Tidak berlebihan jika ada anggapan bahwa awal pemulihan ekonomi akan selalu berasal dari sektor pertanian.

Oleh sebab itu, momentum Presidensi G20 Indonesia pada tahun ini yang mengusung tema “Recover Together, Recover Stronger” perlu dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Sebagai pemegang tampuk keketuaan, Indonesia bisa berbagi cerita tentang kesuksesan upaya pemulihan ekonomi nasional kepada negara anggota. Salah satunya adalah cerita sukses program Petani Milenial Juara.

Apalagi dunia tempat kita berpijak hari ini baru saja dihadapkan pada tantangan anyar berupa gangguan rantai pasok global akibat ketegangan tensi geopolitik Rusia-Ukraina. Imbasnya, tekanan inflasi bahan pangan dan energi tidak dapat dihindari. Bank Indonesia bahkan telah memprediksi angka inflasi hingga akhir 2022 akan sedikit lebih tinggi dari batas atas kisaran target 3,0%±1%.

Di dunia yang serba terkoneksi, tiada negara yang sanggup menghadapi kompleksitas tantangan ekonomi seorang diri. Hanya dengan semangat kebersamaan kita dapat memulihkan ekonomi. Persis seperti semangat G20 tahun ini.

Dalam konteks kepemudaan, harapan besar patut kita sematkan pada forum Y20. Forum yang menjadi wadah berdiskusi antar-pemuda negara anggota G20 itu diyakini akan melahirkan ide dan gagasan baru untuk menyelesaikan berbagai isu di tingkat global. Salah satunya adalah ketenagakerjaan pemuda.

Kisah sukses Ujang Margana dan Petani Milenial Juara telah membuktikan kepada dunia. Lewat kegigihan pemuda dan dukungan negara, isu ketenagakerjaan akan menemui jalan keluarnya.