Muda-Mudi FoMO Bergerak Membangun Bangsa

Muda-Mudi FoMO Bergerak Membangun Bangsa

Fenomena FoMO | Canva (canva.com)

#SobatHebatIndonesiaBaik #JadiKontributorJadiInspirator #BerbagiMenginspirasi #SohIBBerkompetisiArtikel

 

Sebagian orang mungkin tak asing lagi dengan istilah FoMO. FoMO merupakan singkatan dari Fear of Missing Out. Przybylski dalam tulisan Savitri di jurnal Acta Psychologia mendefinisikan FoMO sebagai ketakutan seseorang apabila kehilangan kesempatan sosial sehingga mendorong individu tersebut untuk selalu terhubung secara terus menerus dengan orang lain dan mengikuti berita terbaru tentang segala sesuatu yang dilakukan orang lain. Beyens dkk dalam tulisan Savitri menyebutkan bahwa FoMO merupakan perasaan takut, cemas, serta khawatir yang menyebabkan individu mengalami kesulitan dalam menguasai lingkungan, menjalin relasi positif dengan orang lain dan menerima dirinya.

Apakah kalian termasuk manusia yang bolak-balik mengecek sosial media? Bangun tidur, sebelum tidur, hingga ketika makan selalu membuka sosial media. Jika iya, maka kalian sedang mengalami FoMO. Menilik dari pengertian di atas seolah fenomena FoMO berkonotasi negatif ya, SohIB! Tidak usah resah dan gelisah, apabila kalian merupakan muda-mudi  yang sedang dilanda fenomena FoMO, kalian tetap bias bermanfaat kok untuk bangsa dan negara ini. Hehe.

Emosi negatif pada remaja | Getty Images (canva.com)
Emosi negatif pada remaja | Getty Images (canva.com)

Meskipun dalam penelitian Christina dkk dalam jurnal Ilmiah Psikologi dinyatakan bahwa remaja yang mengalami fenomena FoMO cenderung memiliki emosi negatif dan mengalami kekhawatiran mendalam akibat sosial media. Meskipun begitu SohIB tetap bisa lho mengendalikan hal itu. Bagaimana cara kita agar bisa menjadi pengguna media sosial yang bijak sehingga FoMO tidak memberi efek yang buruk pada diri sendiri dan orang lain.

Dunia maya adalah ruang yang menyenangkan untuk berjalan-jalan, namun yang harus SohIB sadari adalah yang namanya maya berarti lawan dari realitas atau kenyataan. Apa yang kalian lihat di sosial media belum tentu benar-benar nyata dan terjadi. Anggaplah bahwa media sosial adalah tempat untuk melepas penat dan mencari ilmu baru atau memperluas jejaring pertemanan.

Di Indonesia sendiri media sosial mulai menjamur. Bukan hanya individu dengan rentang usia remaja hingga dewasa yang gemar berselancar di media sosial, namun juga anak-anak. Saat ini FoMO tak hanya dialami oleh remaja dan dewasa muda, namun juga anak-anak. Orang tua cenderung mencari kemudahan ketika mengasuh anak dengan menunjukkan tontonan di media sosial. Apakah media sosial berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak-anak dan remaja? Tentu saja sangat berpengaruh. Banyak anak malas beraktivitas fisik dan mengalami gangguan bicara karena terlalu sering bermain gawai dan jarang berinteraksi dengan sekitarnya. Lantas bagaimana cara mengarahkan generasi yang sedang dilanda fenomena FoMO ini?

Anak kencanduan gadget | Getty Images (canva.com)
Anak kencanduan gadget | Getty Images (canva.com)

Untuk anak-anak tentu saja kontrol ada di tangan orang tua masing-masing. Orang tua bisa memberi pengarahan dan jadwal bermain gawai untuk anak. Jika anak-anak memiliki ketertarikan pada dunia gaming, maka kenalkanlah mereka dengan proses pembuatan game dengan bahasa yang sederhana. Apabila anak-anak suka melihat kartun maka perkenalkan mereka dengan pengetahuan mengenai dunia animasi. Pengenalan yang sederhana membuat anak-anak memiliki pandangan mengenai karir masa depan dan menambah kualitas diri mereka.

Bagi remaja, pihak sekolah dan orang tua memiliki peran penting untuk mengendalikan efek buruk dari FoMO. Orang tua tak bisa sekonyong-konyong memberi sabda bahwa bermain gawai dan berselancar di media sosial hanya memberi efek buruk. Remaja perlu mengetahui alasan yang logis dan masuk akal mengapa bermain gawai berlebihan menimbulkan efek yang tidak baik untuk kesehatan fisik dan psikis mereka. Pihak sekolah dan orang tua harus jeli melihat potensi dalam diri remaja, pun para remaja harus memiliki keberanian untuk mengakui apa yang menjadi keahlian mereka. Semisal seorang remaja yang gemar melihat dan mengikuti berita tentang influencer make up bisa jadi memiliki ketertarikan dalam dunia rias atau seorang remaja yang gemar mengedit video jedag-jedug bisa jadi memiliki bakat menjadi penyunting video. Remaja yang tak ingin ketinggalan berita nasional pun patut diapresiasi karena memiliki rasa ingin tahu mengenai kondisi negaranya.

Remaja berprestasi | Halfone (canva.com)
Remaja berprestasi | Halfone (canva.com)

Di dalam media sosial tak hanya menyajikan konten-konten negatif, namun banyak pula kampanye-kampanye yang menyerukan hal baik dan memberikan motivasi-motivasi. Semua tergantung bagaimana si Pengguna menyaring konten yang ingin dilihat. Memang sesuatu yang berlebihan itu tak pernah baik ya guys ya. Jika kalian sedang dilanda fenomena FoMO, sekali lagi tak usah khawatir, imbangi dengan literasi yang cukup dan kesadaran diri bahwa untuk membuat perubahan diperlukan sebuah aksi nyata, perubahaan nggak akan terjadi jika kalian terus terjebak di dunia maya. Jadikan konten di media sosial sebagai inspirasi untuk membangun negeri meski lewat aksi yang sangat kecil. Meski bagaimanapun kita makan, minum, tinggal, dan menghirup oksigen dari bumi Indonesia, masa iya nggak malu jadi pemuda mager alias malas bergerak?