Menghijaukan Rumah dengan Sampah

Menghijaukan Rumah dengan Sampah

Pocket garden untuk penghijauan masa depan

#SobatHebatIndonesiaBaik #JadiKontributorJadiInspirator #BerbagiMenginspirasi #SohIBBerkompetisiArtikel

Lahan terbuka hijau di perkotaan semakin sulit ditemukan. Perkembangan penduduk serta pemenuhan kebutuhan tempat tinggal, membuat lahan terbuka hijau terus berkurang. Masalah lainnya, jenis permukiman yang muncul berupa lingkungan padat. Rumah-rumah yang dibangun hanya memiliki sangat sedikit ruang terbuka. Lahan maksimal dimanfaatkan untuk bangunan karena harga tanah sangat mahal. Untuk mengatasi pengurangan ruang terbuka hijau dan sampah, salah satunya dengan pocket garden.

Perkembangan permukiman di perkotaan menimbulkan permasalahan pelik terkait pemenuhan ruang hijau. Selain itu, permasalahan tidak kalah pelik lainnya adalah limbah/sampah. Sebagai ilustrasi, sampah yang dihasilkan warga Kota Semarang, berdasar data Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Semarang tahun 2019, mencapai 1.200 ton/hari (Tribunjateng.com, 4/5/2019).

Sementara itu, berdasarkan data Adipura Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup tahun 2015-2016, jenis sampah didominasi oleh sampah rumah tangga yang mencapai 36%. Jumlah sampah ini lebih besar jika dibandingkan dengan sampah dari pasar-pasar tradisional, yakni 24%. Jika diurai lebih lanjut, jenis sampah rumah tangga yang terbesar berupa sampah organik, seperti daun, ranting, dan sisa makanan ( ppid.menlhk.go.id, 28/7/2018). 

Dua permasalahan besar di perkotaan, yakni kebutuhan akan ruang hijau dan produksi sampah, tentu memerlukan upaya serius dalam menanganinya. Semua pihak dapat berperan dalam menangani permasalahan tersebut, termasuk di level rumah tangga. Penanganan di level ini, tentu akan menyelesaikan masalah langsung dari akarnya. Upaya ini juga akan melibatkan masyarakat secara aktif, yang manfaatnya juga akan langsung dirasakan oleh masyarakat.

Salah satu cara yang dapat dilakukan di level rumah tangga adalah membuat pocket garden, atau kantung-kantung kebun di rumah masing-masing. Lahan-lahan sempit, sisa di perumahan dapat dihijaukan serta dikembangkan menjadi kebun mini. Pemanfaatannya dapat dilakukan dengan mengolah lahan yang ada menjadi kebun kecil serta mengombinasikannya dengan pemanfaatan pot-pot dan planterbag. Dengan metode ini, tanaman dapat ditempatkan di berbagai sudut rumah. Kebun kecil ini dapat dibuat dengan memanfaatkan tanah sisa/halaman, misalkan lahan 1/2 m x 8-10 m di samping atau depan rumah.

Pocket garden dapat ditanami secara padat dengan berbagai jenis tanaman yang diperlukan untuk kebutuhan sehari-hari rumah tangga, seperti tomat, cabai, atau sayuran lainnya. Pengembangannya juga dapat dikombinasikan dengan penanaman pohon buah atau bunga untuk keindahan. Pohon buah dapat ditanam dengan metode tabulampot sehingga besar serta ketinggiannya dapat dikontrol sesuai dengan kebutuhan. 

Lahan kecil dengan padat tanaman tentu membutuhkan suplai/asupan pupuk yang harus dilakukan secara berkala dan terus-menerus sehingga tanaman/pohon dapat tumbuh subur serta menghasilkan sesuai harapan. Kebutuhan akan pupuk pocket garden inilah yang kemudian menjadi kunci penyelesaian sampah organik di level rumah tangga. Sampah berupa sisa-sisa potongan sayuran yang akan dimasak, sisa makanan, atau rumput-rumput liar yang dibersihkan di sekeliling rumah, dapat diolah menjadi pupuk organik.

Untuk mengolah sampah organik hasil rumah tangga, tidak memerlukan waktu khusus atau teknologi yang sulit dan mahal. Setiap rumah tangga dapat membuat komposter dari bahan-bahan sampah juga, misal ember besar bekas cat. Unit yang diperlukan untuk produksi pupuk organik hasil olahan sampah rumah tangga secara berkelanjutan juga tidak banyak. Setiap rumah cukup menyediakan dua unit komposter dari ember besar bekat cat rumah agar produksi pupuk dapat berkelanjutan serta sampah organik dapat terus ditampung.

Mengolah sampah organik rumah tangga dengan komposter
Komposter untuk mengolah sampah organik menjadi pupuk (Dokumentasi pribadi)

Kegiatan pembuatan pupuk organik untuk kebutuhan pupuk pocket garden juga tidak memerlukan waktu khusus. Kegiatannya dapat dilakukan sambil lalu, seperti kebiasaan membuang sampah pada tempatnya. Hanya saja, perlu edukasi khusus pada anggota rumah tangga agar membuang sampah organik di komposter yang telah disediakan. Bau tak sedap saat proses pembusukan sampah juga tidak akan timbul, karena komposter didesain dengan tutup rapat. 

Proses produksi pupuk secara berkelanjutan dengan pemanfaatan komposter dapat dilakukan secara bergilir. Satu komposter, rata-rata memerlukan waktu hingga dua bulan untuk penuh. Ketika penuh, komposter dibiarkan dua bulan lagi untuk proses sampah menjadi pupuk secara alami. Ketika itu, pembuangan sampah organik dilakukan di unit komposter lainnya. Dua bulan kemudian, ketika komposter kedua penuh, pupuk di komposter pertama siap dipanen untuk pemupukan pocket garden. Hasilnya berupa pupuk organik padat serta cair. Komposter juga akan menghasilkan magot untuk keperluan lain, seperti pakan ternak. 

Penggunaan pupuk organik hasil pengolahan sampah rumah tangga tersebut akan menyelesaikan dua masalah. Pertama tanaman di pocket garden akan menjadi subur karena mendapat suplai pupuk secara berkala. Kedua, jumlah sampah rumah tangga akan menurun drastis, karena 57% di antaranya telah diubah menjadi sampah organik. 

Jika hanya melihat dari level rumah tangga, tentu ruang hijaunya hanya kecil atau tidak terlalu luas. Jumlah ruang hijau akan terasa luas jika setiap rumah di perkotaan mempraktikkannya. Untuk perumahan sedang yang terdiri atas 100 unit saja, akan tercipta ruang hijau hingga 500 m2 dan mengurangi jumlah sampah rumah tangga dalam jumlah besar setiap hari. Efek lainnya, ada hasil kebun yang dapat dinikmati di level rumah tangga, misal dengan lima tanaman cabai, kita tidak perlu lagi membeli cabai untuk kebutuhan sehari-hari. 

Tanaman cabai di pocket garden (Dokumentasi pribadi)
Tanaman pangan di pocket garden (Dokumentasi pribadi)

Pocket garden dan pemanfaatan sampah organik untuk menunjangnya, merupakan hal-hal kecil yang sebenarnya dapat dilakukan oleh setiap rumah tangga. Hanya saja perlu edukasi dan kesadaran bahwa hal ini sangat perlu dan penting dilakukan. Tentu saja, hal ini karena manfaatnya dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Paling tidak, udara segar dan hijauan tanaman yang mampu menyejukkan pikiran, dapat dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di permukiman-permukiman padat.

Strategi penghijauan model ini juga perlu terus dikembangkan, mengingat jumlah rumah akan terus bertambah sesuai dengan pertambahan jumlah penduduk. Hal kecil inilah yang nantinya juga akan meningkatkan kualitas lingkungan serta kualitas kehidupan para penghuninya.