Mengenal Pembelajaran Mitigasi Bencana Berbasis Kearifan Lokal

Mengenal Pembelajaran Mitigasi Bencana Berbasis Kearifan Lokal

Sebaran Kejadian Bencana Alam

 

Abu Vulkanik Gunung Sinabung, 30 September 2014 | Antara: Endro Lewa

#SobatHebatIndonesiaBaik #JadiKontributorJadiInspirator #BerbagiMenginspirasi #SohIBBerkompetisiArtikel 

Berdasarkan Undang-Undang nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.

MITIGASI BENCANA

Pemasangan Tanda Jalur Evakuasi di Pantai Lenggoksono | bacamalang.com

Mitigasi Bencana merupakan upaya yang dilakukan untuk mengurangi risiko dan dampak yang diakibatkan oleh bencana terhadap masyarakat di kawasan rawan bencana, baik itu bencana alam, bencana non alam maupun bencana sosial . Tujuan dari mitigasi sendiri adalah mengurangi kerugian pada saat terjadinya bahaya di masa mendatang, mengurangi risiko kematian terhadap penduduk, serta kerugian-kerugian ekonomi yang ditimbulkan terhadap infrastruktur sektor publik.

Kemitigasian bencana suatu daerah erat kaitannya dengan lokasi dan morfologi dari daerah tersebut. Daerah yang dekat dengan lempeng atau sesar, akan memiliki karakteristik mitigasi bencana yang berbeda dengan daerah datar dan stabil. Setiap wilayah di Indonesia memiliki karakteristik kebencanaannya masing-masing. Perbedaan karakteristik kebencanaan per masing-masing wilayah di Indonesia akan sulit digambarkan bila hanya melalui kata-kata.

INDONESIA NEGARA RAWAN BENCANA

Secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Pada bagian selatan dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanic arc) yang memanjang dari Pulau Sumatera, Jawa – Nusa Tenggara, Sulawesi, yang sisinya berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagian didominasi oleh rawa-rawa. Kondisi tersebut sangat berpotensi sekaligus rawan bencana seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah longsor. Data menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat kegempaan yang tinggi di dunia, lebih dari 10 kali lipat tingkat kegempaan di Amerika Serikat ((Arnold, 1986).

MITIGASI BENCANA BERBASIS KEARIFAN LOKAL

Budaya merupakan suatu kebiasaan yang mengandung nilai-nilai penting dan fundamental yang diwariskan dari generasi ke generasi. Indonesia memiliki banyak kebudayaan seperti cerita rakyat, alat musik tradisional, sejarah, tarian rakyat, dan lain sebagainya. Namun, saat ini budaya-budaya tersebut sudah banyak dilupakan atau ditinggalkan karena terkikis oleh masuknya budaya asing.

Munculnya kebudayaan dan tren baru seiring dengan perkembangan zaman dan pengaruh globalisasi mempengaruhi karakter masyarakat. Saat ini, hiburan bukan lagi tuntunan tapi sebatas hiburan belaka yang tak mempunyai manfaat. Padahal, seharusnya hiburan mengandung nilai-nilai spiritual agama dan falsafah hidup yang baik guna membentuk karakter masyarakat Indonesia yang sesuai dengan Pancasila.

Budaya tersebut tidak hanya mencerminkan kekayaan seni yang ada di Indonesia, tetapi juga mengajari bagaimana keragaman budaya berbagai suku di Indonesia dalam menghadapi bencana atau sering kita sebut dengan kearifan lokal.

Letak Indonesia yang terletak pada pertemuan tiga lempeng besar yaitu Pasifik, Eurasia dan Indo-Australia berdampak terhadap tingginya potensi bencana.Tingginya potensi bencana ini memaksa nenek moyang kita untuk belajar bagaimana cara menghadapi atau memitigasi bencana dan saat ini cara tersebut menjadi satu budaya yang terbalut dalam kearifan lokal bangsa Indonesia yang hingga saat ini masih dipelihara oleh masyarakat lokal di Indonesia.

  • Suku Baduy
Masyarakat Baduy | Nadia Latief

Masyarakat Baduy merupakan salah satu suku di Indonesia yang masih mempertahankan nilai-nilai budaya dasar yang dimiliki dan diyakininya. Masyarakat Baduy saat ini banyak yang mendiami Pegunungan Keundeng di Kabupaten Lebak, Banten.

Dalam merespons adanya gempa bumi, seperti digambarkan Suparmini dalam jurnalnya tahun 2014 masyarakat Baduy menyiasatinya dengan membuat aturan adat atau pikukuh dan larangan dalam membangun rumah. Dalam hal ini, bahan bangunan yang digunakan adalah bahan-bahan yang lentur, seperti bambu, ijuk, dan kiray supaya rumah tidak mudah rusak. Rumah juga tidak boleh didirikan langsung menyentuh tanah. Hal ini dilakukan supaya rumah tidak mudah roboh.

Selain itu, kolom bangunan dan sambungan tidak boleh menggunakan paku, hanya pasak dan tali ijuk yang boleh digunakan. Dengan demikian, meski terjadi gempa bumi, tercatat lingkungan masyarakat Baduy belum pernah mengalami kerusakan hebat.

  • Masyarakat Mentawai
Pakaian Panguerei Suku Mentawai | Yayasan Pendidikan Budaya Mentawai

Masyarakat Mentawai adalah kelompok individu yang tinggal di pulau-pulau kecil di bagian barat Provinsi Sumatera Barat. Wilayah Mentawai tercatat kerap dilanda gempa bumi dengan skala tinggi. Oleh karena kerap dilanda gempa bumi, masyarakat Mentawai memiliki mitigasi yang berbasis kearifan lokal tersendiri. Berdasarkan uraian Ade Rahadian, penulis berdarah Minangkabau, mereka memiliki lagu berjudul Teteu Amusiast Loga (gempa akan datang tupai sudah menjerit).

Lagu tersebut kerap dinyanyikan oleh anak-anak Mentawai saat bermain gasing dari batang bakau atau manggis hutan juga saat bermain petak umpet. Namun, mereka yang menyanyikannya ini tidak tahu bahwa ada makna lain di balik lagu ini.

Kata 'Teteu' diartikan sebagai kakek atau juga bisa sebagai gempa bumi. Menurut kepercayaan masyarakat Mentawai yang beraliran Arat Sabulungan, mereka percaya pada roh-roh penguasa alam sejagat. Teteu adalah salah satu penguasa bumi. Jika Teteu murka, maka ia akan menggoncangkan bumi hingga mengeluarkan gempa.

Namun, sebelum gempa tersebut mengguncang, ada beberapa pertanda yang disampaikan oleh binatang. Sebagai contohnya adalah tupai akan gelisah, begitu juga dengan ayam peliharaan akan berkotek tanpa sebab. Lagu ini tak ubahnya seperti early warning system yang bersifat kultural bagi masyarakat di Kepulauan Mentawai.

  • Masyarakat Tana Ai, Nusa Tenggara Timur
Galean Mahe, Ritual Ucapan Syukur Suku Tana Ai Boganatar di Sikka | Ebed

Masyarakat Tana Ai tinggal di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Menurut Ignasius Suban Angin dalam jurnalnya pada 2016, mereka percaya bahwa bumi diseimbangkan oleh ular naga. Gempa bumi kemudian akan mengguncang apabila ular naga tidak diberikan sesaji. Ular naga akan berontak karena murka dan menggetarkan bumi.

Saat gempa bumi terjadi, masyarakat Tana Ai akan berteriak ami norang (kami ada). Hal tersebut dilakukan untuk menjelaskan kepada ular naga yang sebelumnya merasa tidak ada lagi orang di muka bumi yang memberinya makan. Saat daerah mereka berguncang, masyarakat Tana Ai berhamburan keluar rumah dan mencari tempat aman, seperti lapangan terbuka. Mereka membangun barak untuk melindungi anak-anak dan orang tua.

 

  • Masyarakat Bali
Ritual Aci Ngusaba Agung Warga Desa Pakaraman Yeh Poh | balipost: Komang Warsa

Merujuk kepada penelitian I Wayan Subagia tahun 2012, masyarakat Bali belum memiliki pengetahuan memadai mengenai gempa bumi. Soal gempa bumi, masyarakat di Pulau Dewata, khususnya yang berada di Desa Culik, Kabupaten Karangasem dan Desa Pengastulan, Kabupate Buleleng percaya bahwa guncangan tersebut disebabkan oleh pergerakan ular besar (naga).

Saat gempa bumi terjadi, masyarakat Bali lari bergegas keluar, masuk ke kolong tempat tidur atau kolong meja, berangkulan satu sama lain, berteriak linuh, linuh, linuh, dan hidup, hidup, hidup. Mitigasi gempa bumi yang dilakukan masyarakat Bali digolongkan sebagai aksi spontan yang dilakukan secara turun menurun. Aksi spontan tersebut dikelompokkan menjadi 4 macam, seperti mencari perlindungan, memberitahu orang lain, menyampaikan keadaan diri sendiri, dan memohon perlindungan kepada Tuhan yang Maha Esa.