Mengenal Flexing, Budaya Pamer di Medsos yang Kurang Baik

Mengenal Flexing, Budaya Pamer di Medsos yang Kurang Baik

Ilustrasi flexing dengan menunjukkan kedudukan dan hartanya | Sumber: Pexels (Andrea Piacquadio)

Di beberapa tahun terakhir, sejak media sosial menjadi bagian dalam kehidupan kita sehari-hari, perilaku flexing semakin mudah untuk dilakukan. Berasal dari bahasa Inggris, “flexing” memiliki makna harfiah sebagai “pamer”. Sedangkan dalam penjelasannya, flexing adalah istilah yang sering digunakan oleh generasi Z untuk mendefinisikan seseorang yang senang memamerkan kekayaannya pada orang lain, terutama di media sosial.

Sejak dulu, sebenarnya sudah banyak orang yang suka memperlihatkan gaya hidupnya yang mewah dengan berbagai tujuan, misalnya butuh validasi dan ingin dianggap sukses. Namun, baru-baru ini, fenomena flexing sudah bergeser menjadi ajang mencari penghasilan.

Maka, SohIB bisa dengan mudah menjumpai berbagai konten di media sosial bertajuk “How much i spend in a day”, house tour yang meliput rumah mewah para artis, hingga wawancara singkat tentang harga outfit yang dipakai. Tayangan seperti ini hampir tidak pernah sepi penonton, sehingga dimanfaatkan oleh banyak oknum untuk melakukan kegiatan marketing dan endorsement tipis-tipis.

Tak hanya itu saja, masyarakat pun sepertinya sudah mulai mentoleransi adanya flexing di tengah kehidupan kita. Netizen beramai-ramai memviralkan konten “pamer” dan mengirimkan beragam komentar seakan menertawakan “kemiskinan dirinya”. Nggak heran, treatment untuk menjaga kewarasan mental dan menjauhkan dari penyakit hati seperti social media detox pun hadir untuk menimbangi ini.

Sebenarnya, apa sih, akibat yang ditimbulkan dari flexing bagi diri kita?

Gangguan Kesehatan Mental Ini Sering Disebutkan, Berikut Arti Sebenarnya!

1. Mudah Iri dengan Pencapaian Orang Lain

Poin ini sebenarnya lebih ditujukan untuk SohIB yang diterpa tayangan-tayangan pamer harta. Coba kamu baca komentar para netizen di konten tersebut, berapa banyak yang terang-terangan menyatakan rasa irinya atas keberuntungan orang? Bahkan, tidak sedikit yang dalam hati mulai membanding-bandingkan pencapaian dirinya dengan para pelaku flexing. Bila dibiarkan kelamaan, hal tersebut dapat mengganggu kesehatan mental, lo! Motivasi untuk berkembang bisa lebih sulit karena kamu terlalu larut dalam rasa down dan enggan bangkit lagi.

2. Insecure

Mau ketemu teman yang sudah sukses, rasanya minder! Apalagi, dia sering menunjukkan gaya hidupnya tersebut di media sosial. Hayo, siapa yang begini juga? Ketika seseorang sering pamer, sebenarnya mereka terkadang sadar bahwa perilaku tersebut bisa menimbulkan insecure bagi yang lain. Sayangnya, kepekaan ini bisa dengan sengaja diabaikan, sehingga nggak heran, rasa tidak aman terhadap diri menjadi salah satu issue yang terjadi pada generasi muda sekarang.

3. Memaksakan Diri dengan Standar Orang Lain

Krisis identitas diri menjadi masalah yang ‘umum’ bagi remaja dan dewasa masa kini, salah satu penyebabnya adalah kebiasaan flexing. Hal ini membuat banyak individu yang akhirnya memaksakan dirinya dengan standar orang lain, bahkan meski tidak membahagiakan sekalipun. Misalnya, ada teman yang pamer habis membeli smartphone terkenal seharga dua digit, kemudian orang lain yang melihatnya jadi terpacu untuk mendapatkan barang yang sama—padahal dia tidak membutuhkannya.

5 Hal Berharga Ini Nggak Bisa Dibeli dengan Uang

4. Self Deprecation

Siapa yang suka melontarkan jokes untuk meremehkan diri sendiri? | Sumber: Pexels (cottonbro)

Istilah yang satu ini mungkin kurang akrab didengar di telinga, padahal kenyataannya sangat dekat di kehidupan kita, lo! Self deprecation yakni candaan yang ditujukan untuk merendahkan diri sendiri. Fenomena ini menjadi sebab-akibat yang relate dari adanya flexing dan dengan mudah bisa kita temukan di berbagai komentar netizen pada konten pamer harta,

“Gue mah apa atuh bisa nabung dua ratus ribu aja sebulan udah syukur.”

“Apalah aku yang terlalu miskin ini cuma sanggup beli es teh lima ribuan.”

“Boro-boro beli kursi tujuh juta, ngemper di tiker iya!”

Self deprecation mungkin tidak terlalu berdampak bagi SohIB selama tidak benar-benar dimasukkan ke dalam hati. Namun, tetap saja melontarkan jokes yang meremehkan diri bukan kebiasaan yang baik, terutama untuk jangka panjang. Kamu bisa sulit self-love dan mudah mentoleransi sikap buruk orang terhadapmu—karena tidak enakan untuk membela diri.

5. Sulit Bersosialisasi

Bagi pelaku flexing, kamu mungkin jadi lebih sulit mendapatkan teman. Hal ini sebenarnya normal, bagaimana orang yang merasa ‘levelnya’ lebih tinggi, biasanya semakin sedikit bisa bergaul di lingkungan sosial bila tidak setara dengannya. Di lain sisi, kamu sendiri juga mudah was-was karena takut dimanfaatkan orang lain. Namanya juga kelihatan bahagia dengan harta yang melimpah, siapa sih, yang tidak memimpikannya?

6. Butuh Validasi

Dan ini yang terakhir, butuh pengakuan agar orang-orang bisa tahu bahwa ia hebat dan berkecukupan. Sebenarnya, apabila kita pikirkan kembali, masih misteri mengapa seseorang harus pamer harta untuk validasi. Namun, yang jelas, mengejar kehidupan demi apa yang dipikirkan orang akan melelahkan suatu saat nanti.

Berjuang menjadi pribadi yang tidak suka flexing atau di-flexing-kan memang tidak mudah. Apalagi dibalut konten-konten yang menyenangkan mata untuk dilihat. Berikan porsi yang terukur agar kamu terjaga dari penyakit hati yang disebabkan dan jadilah individu yang memotivasi orang lain dengan cara yang lebih positif.

3 Langkah Pertama Hidup Hemat dengan Smart

Jangan lupa untuk terus ikuti artikel-artikel seru lainnya hanya di sohib.indonesiabaik.id, ya! Banyak lo, informasi menarik nan lengkap yang harus banget kamu baca.

Nggak hanya itu aja! Jika kamu memiliki passion di bidang kepenulisan dan ingin senantiasa berkembang, join jadi kontributor SohIB dan dapatkan banyak benefit-nya!

Oiya, SohIB.id juga punya komunitas keren yang selalu aktif memberikan berbagai pelatihan, webinar, diskusi, dan bagi-bagi merchandise cantik, lo! Semuanya gratis! Skuy, langsung gabung aja di sini! Salam Sobat Hebat Indonesia Baik! (AJ)