Mengenal Bung Hatta, Sosok Anti Korupsi yang Tidak Bisa Beli Sepatu Impiannya

Mengenal Bung Hatta, Sosok Anti Korupsi yang Tidak Bisa Beli Sepatu Impiannya

Drs. Mohammad Hatta | Sumber : Merdeka.com

#SobatHebatIndonesiaBaik #JadiKontributorJadiInspirator #BerbagiMenginspirasi

Iwan Fals Mengabadikan sosok Mochammad Hatta melalui lagu berjudul 'Bung Hatta'. Di salah satu penggalan liriknya, terdapat kalimat, “Hujan air mata dari pelosok negeri, saat melepas engkau pergi, berjuta kepala tertunduk haru…..”. Hal tersebut menggambarkan bagaimana rakyat Indonesia sedang berkabung karena wafatnya proklamator tercinta dan kusuma bangsa, yakni Bung Hatta.

Seorang pahlawan adalah dia yang rela mengorbankan rasa nyamannya demi orang lain. Hal tersebut bisa kita teladani dari tokoh bangsa, 'Sang Proklamator' Bung Hatta. Jangankan mengorbankan kenyamanannya demi orang lain, beliau rela berkorban demi negara sampai menderita, meskipun beliau berada dari keluarga yang berkecukupan.

Mohammad Hatta merupakan tokoh pahlawan yang berjuang dari masa muda hingga akhir hayatnya. Beliau menjadi tokoh penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia mendampingi Bung Karno. Mohammad Hatta bersama dengan lainnya memperjuangkan negara Indonesia agar segera merdeka. Hatta berdiri di samping Bung Karno dalam prosesi pembacaan proklamasi, yang tak lama kemudian ia menjadi wakil presiden setelah kemerdekaan.

Seorang Pencinta Buku
Potret Bung Hatta saat sedang membaca sesuatu | Sumber: Kompasiana.com

Selain cerita perjuangan beliau, Mohammad Hatta adalah teladan dalam mewujudkan Indonesia yang anti korupsi. Hatta telah diakui menjadi sosok yang memiliki integritas tinggi. Meskipun menjadi pejabat negara, menteri, orang nomor di Indonesia, dan juga perdana menteri, pria lulusan Handels Hogeschool ini hidup dalam kesederhanaan dan kejujuran. Kedua nilai ini diyakininya dapat menjadi pilar penting dalam menanamkan sikap anti korupsi.

Beliau membuktikannya dengan tidaknya dengan ucapan, tetapi juga dengan perbuatan. Dikisahkan melalui sekretaris pribadinya, Iding Wangsa Widjaja, ia pernah ditegur karena kedapatan menggunakan tiga lembar kertas dari kantor Sekretriat Wakil Presiden untuk keperluan pribadi. Beliau tidak hanya tegas kepada rekan kerjanya, tetapi juga kepada anak-anaknya. Gemala Rabiah Hatta, pernah mendapat sentil ayahnya ketika Gemala ketahuan menggunakan amplop dengan Logo Konsulat Jendral RI untuk kepentingan mengirim surat non-negara.

Konsekuensi yang diterima dari sikap Bung Hatta, beliau menjalani hidupnya tidak dengan bergelimang kemewahan. Ini terekam dalam buku berjudul, “Untuk Republik: Kisah-Kisah Teladan Kesederhanaan Tokoh Bangsa”. Tidak lama setelah Bung Hatta wafat pada 14 Maret 1980, keluarganya menemukan lipatan guntingan iklan sepatu Bally di dalam dompet wakil presiden pertama RI tersebut.

Potongan iklan tersebut rupanya telah disimpan lama oleh beliau. Tahun 1950-an, sepatu bermerek Bally sangat popular di Indonesia. Hatta juga berkeinginan memilikinya. Ketika melihat iklan mengenai sepatu Bally di sebuah koran, ia menggunting iklan itu dan menyimpannya.

Jika mengingat posisi beliau sebagai wakil presiden, tentunya hal tersebut sangat mudah didapat. Seharusnya bukan perkara yang sulit baginya untuk memiliki sepasang sepatu Bally. Namun, Hatta tidak mau menggadaikan integritasnya dan menjual jabatannya demi kepentingan pribadi.

Hatta bukan sosok yang mudah dirobohkan keyakinannya. Untuk mewujudkan keinginannya, beliau mencoba menabung uang beliau yang didapatnya dari hasil menulis dan mengisi seminar. Harga sepatu Bally sejak dulu sudah terbilang mahal dan dirinya tidak memiliki cukup uang saat itu. Namun hingga akhir hayatnya tabungan Hatta tidak pernah cukup untuk membeli sepatu Bally.

Beliau selalu mengedepankan kepentingan orang lain, termasuk dengan membantu keuangan para teman-temannya yang membutuhkan. Setelah tidak lagi menjadi wakil presiden, beliau kembali ke rumah pribadinya dan melarang keluarganya untuk membawa barang selain yang dimilikinya--bukan barang inventaris negara. Bung Hatta mencoba memenuhi kebutuhan keluarga dengan menjadi penulis. Ia bahkan sempat menjalani hidup kekurangan hingga perhiasan Ibu Rahmi harus keluar masuk pegadaian.

Nilai anti korupsi yang beliau ajarkan menjadi pedoman untuk membimbing kita sebagai pribadi yang anti korupsi. Kala itu, situasi negara dengan korupsi yang tengah marak terjadi. Dari mulai menteri hingga kepada desa terlibat korupsi.

Sikap anti korupsi beliau tidak mau meracuni diri dan mengotori jiwanya dengan rezeki yang bukan haknya. Hatta selalu teringat dengan pepatah Jerman, "Der Mensch ist, war est izt" yang berarti sikap manusia sepadan dengan caranya mendapat makan. 

Indeks Persepsi Korupsi (IPK) di Indonesia masih cenderung stagnan. Tahun 2019 IPK Indonesia berada di poin 40. Tahun 2020 turun jadi 37 dan setahun setelahnya hanya naik satu poin menjadi 38. Kemudian dari 180 negara di dunia yang disurvei oleh Tranparency International, Indonesia hanya menempati posisi 100.

Mari kita menjaga diri dari godaan mengambil yang bukan hak kita. Jangan sampai cara kita yang untuk memenuhi kebutuhan, mewajarkan praktik korupsi sehingga menjadi budaya di Indonesia. Hal yang telah diingatkan Bung Hatta pada tahun 1961.