Koperasi sebagai Gerilya Ekonomi ala Tan Malaka

Koperasi sebagai Gerilya Ekonomi ala Tan Malaka

Tan Malaka

Setiap tanggal 12 Juli diperingati sebagai Hari Koperasi Nasional. Selasa 12 Juli 2022, kemarin, diperingati Hari Koperasi Nasional ke-75. Setelah Indonesia merdeka, maka pada tanggal 12 Juli 1947, pergerakan koperasi di Indonesia mengadakan Kongres Koperasi yang pertama di Tasikmalaya, Jawa Barat.

Berdasarkan informasi pada laman resmi Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM), Hari Koperasi Nasional 2022 ke-75 menjadi momentum bagi transformasi koperasi dalam membangun ekonomi yang berkelanjutan. Oleh karena itu, Hari Koperasi Nasional 2022 mengangkat tema Transformasi Koperasi Untuk Ekonomi Berkelanjutan.

Sebagaimana jamak diketahui bahwa koperasi adalah sokoguru perekonomian nasional. Sokoguru bermakna tiang tengah atau tiang seri. Jika ekonomi nasional bangsa kita dianalogikan sebagai atap sebuah rumah maka untuk menegakkan atap itu perlu tiang tengah sehingga kedudukan atap itu menjadi kuat. Koperasi sangat memiliki peran vital dalam meningkatkan perekonomian masyarakat.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yakni pasal 4 Peran dan Fungsi Koperasi adalah Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya. Misalnya ada anggota koperasi yang kegiatan usaha pertaniannya telah maju, tetapi suatu ketika kesulitan untuk mendapatkan pupuk maka koperasi dapat mengusahakan pupuk yang dibutuhkan anggota koperasi tersebut.

Bergabung menjadi anggota koperasi pada intinya adalah menyusun kekuatan untuk bersama membebaskan diri dari kesulitan ekonomi. Anggota koperasi yang mengumpulkan modal hakikatnya adalah pejuang ekonomi. Modal yang relatif banyak itu dapat digunakan untuk membuat unit usaha yang dikordinatori oleh koperasi melalu pengelolanya. Misalnya membuka usaha mini market dengan harga yang relatif terjangkau kebutuhan masyarakat. Apabila mini market ini mendapatkan keuntungan, maka Sisa Hasil Usaha (SHU) koperasi akan meningkat. Dengan demikian maka kesejahteraan anggotanya akan meningkat pula.

Koperasi pun tak luput dari kasus korupsi yang dilakukan oleh oknum koperasi dan aparat negara. Belum lama ini kasus korupsi Pengurus Koperasi Bhinneka Karya di Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur santer di dunia maya. Korupsi yang dilakukan pengurus koperasi dengan mencapai Rp5,4 miliar. Kasus dugaan korupsi ini sedang didalami aparat kepolisian Polres Pamekasan (Merdeka.com).

Kasus lain yang berkaitan dengan koperasi adalah korupsi penyaluran dana bergulir oleh Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (LPDB-KUMKM) tahun 2012-2013 yang dilakukan oleh Asep Adipurna selaku Kepala Divisi Bisnis II tahun 2013; Yayat Supriyatna selaku Kepala Divisi Bisnis II tahun 2012; serta Syahrudin selaku Kepala Divisi Bisnis I. Kasus korupsi ini terjadi di Jawa Barat (Okezone.com).

Korupsi yang menimpa koperasi umumnya terjadi karena manipulasi data keuangan dan data pribadi terkait dengan pengajuan pinjaman. Di samping itu tidak amanahnya penyalur dana bergilir koperasi kepada koperasi yang bergerak pada sektor UKM. Semua kasus korupsi bermuara pada kepentingan memperkaya diri sendiri dengan cara curang. Pengelola koperasi yang korup bukanlah Sang Gerilya (gerilyawan) menurut Tan Malaka.

Bicara koperasi, tidak hanya berkaitan dengan Bung Hatta, tetapi juga idealisme Tan Malaka. Tan Malaka secara gamblang menyebutkan koperasi sebagai alat gerilya ekonomi untuk melawan kapitalisme yang dikomandoi oleh borjuis internasional. Dalam Gerilya Politik Ekonomi (Gerpolek) yang diterbitkan tahun 1948. Tan menjelaskan bahwa selain dari pada semuanya itu, maka sistem KOPERASI-lah yang harus mengisi apa yang kurang dalam PERANG EKONOMI kita menghadapi ekonomi musuh. KOPERASI itu adalah satu SENJATA EKONOMI yang hebat bersama dengan senjata politik serta KARABIN dan GRANAT ditangannya SANG GERILYA. Sang Gerilya harus bisa menyelenggarakan KOPERASI itu dimana saja dia berada di kota, di desa dan di gunung.

Dalam Gerpolek juga, Tan Malaka mengatakan perlunya lima koperasi didirikan sebagai wadah perjuangan yaitu pertama, Koperasi produksi (penghasilan). Koperasi ini berusaha memenuhi kebutuhan sandang dan perkakas masyarakat seperti cangkul, kain, dan alat perikanan; kedua, Koperasi distribusi (pembagian) yang kegiatannya memasarkan hasil koperasi produksi kepada masyarakat; ketiga, Koperasi pengangkutan yang berperan mengangkut barang-barang perlengkapan dan masyarakat ke lokasi yang dituju; keempat, Koperasi Kredit (keuangan) yakni koperasi yang menyalurkan permodalan usaha kepada yang membutuhkan dengan bunga rendah dan kelima, Koperasi pasar yaitu koperasi yang bertindak mengendalikan harga barang di pasar.

Selanjutnya Tan Malaka menjelaskan kepada kaum Murba (Musyawarah Rakyat Banyak) bahwa, "KOPERASI itu memberi kesempatan penuh kepada seseorang pahlawan Gerilya untuk melaksanakan serta mempertinggi kesanggupan sebagai PEMIMPIN. Tidak saja di lapangan keprajuritan, tetapi juga di lapangan politik dan ekonomi Sang Gerilya melatih dan menggembleng dirinya sendiri untuk menjadi pemimpin bangsanya itu. Sang Gerilya, sebagai pemimpin pertempuran, pemimpin politik dan perekonomian pada salah satu daerah, adalah pemimpin Negara dalam arti-sempit. Supaya sanggup menjalankan pimpinan yang sempurna atas lingkungannya itu, maka Sang Gerilya haruslah mempunyai cukup pengetahuan tentang kemiliteran, politik dan perekonomian, terutama dalam hal ini, ialah tentangan Koperasi. Tetapi tak kurang pentingnya, ialah SIKAP SOSIAL, SIKAP KEKELUARGAAN yang harus dimiliki oleh Sang Gerilya sebagai pemimpin Sosial itu."

Berdasarkan narasi di atas, berkoperasi itu juga belajar untuk memimpin dan dipimpin. Memimpin berarti memiliki beban mewariskan keteladanan. Sikap dan perbuatan harus satu. Keputusan Rapat Anggota Tahunan (RAT) sebagai wujud tanggung jawab pengurus dan pengawas koperasi harus dipatuhi semua anggota koperasi. Yang dipimpin pun dituntut belajar tentang pengelolaan koperasi karena suatu hari nanti yang dipimpin akan menjadi pemimpin. Koperasi yang baik seyogianya berbentuk organisasi kader sehingga tercipta regenerasi kepemimpinan yang baik dimasa depan.

Hakikat terpenting dalam berkoperasi adalah sikap sosial dan sikap kekeluargaan. Sikap sosial dibangun dengan perasaan empati dan simpati. Empati yakni kemampuan untuk memahami apa yang dirasakan orang lain, melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain, dan juga membayangkan diri sendiri berada di posisi orang tersebut. Perasaan simpati yakni perasaan setuju pada nilai kebenaran. Ikut serta merasakan perasaan orang lain juga termasuk dalam sikap simpati.

Pemikiran Tan Malaka tentang Koperasi sebagai gerilya ekonomi masih relevan saat ini. Dari pemikiran Tan Malaka dapat kita ambil pelajaran bahwa kemajuan koperasi itu sangat berkaitan erat dengan disiplin Sang Gerilya atau pimpinan koperasi dan juga anggota yang dipimpin. Disiplin yang dimaksud adalah taat azas dengan keputusan yang telah ditetapkan dan tidak mengambil kebijakan sendiri-sendiri tanpa musyawarah dengan anggota koperasi. Disiplin itu hanya dapat dibangun dengan komitmen untuk maju bersama melawan penindasan ekonomi.

Agar Koperasi Indonesia kuat, negara harus hadir dan berkomitmen memperkuat koperasi. Mafia ekonomi yang berpotensi melawan pasal 33 ayat 1 yang menyatakan bahwa perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan seyogianya dibasmi sampai ke akar-akarnya.

Mafia ekonomi apa pun kegiatan bisnisnya jelas bertentangan dengan ekonomi Pancasila yang subtansinya adalah sosialisme. Mungkin kita perlu merenungkan quote Adi Sasono, Menteri Koperasi dan UKM era Presiden Habibie. Jangan pernah mendustakan agama, menghardik anak yatim, dan tidak membantu fakir miskin. Hidup itu jangan hanya mengejar materi dan kenikmatan. Mari berkoperasi untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia menjadi lebih baik.