Konservasi Lahan Non-Produktif untuk Pemulihan Alam dengan Bantuan Teknologi Informasi

Konservasi Lahan Non-Produktif untuk Pemulihan Alam dengan Bantuan Teknologi Informasi

Teknologi Informasi dalam Kegiatan Konservasi

#SobatHebatIndonesiaBaik #JadiKontributorJadiInspirator #BerbagiMenginspirasi #SohIBBerkompetisiArtikel

deforestasi hutan menybabkan kerusakan lingkungan
Pengalihan lahan menyebabkan terjadinya deforestasi yang merusak lingkungan  | pexels (Dylan Leagh)

Jumlah lahan yang tidak berhasil dimanfaatkan bertambah dari tahun ke tahun. Banyak kawasan yang pada mulanya dibuka untuk kegiatan bersifat ekonomis pada akhirnya terbengkalai. Di sisi lain kawasan yang semestinya sudah tepat berfungsi sebagai kawasan hutan dialihfungsikan. Banyak kawasan hutan ditebang kemudian diubah menjadi pemukiman atau lahan pertanian. Proses transformasi yang tidak diukur matang-matang akan menimbulkan masalah lingkungan yang serius. Bencana seperti longsonr atau banjir sebagian besar disebabkan ketidakmampuan daerah serapan berfungsi secara optimal. Disfungsi lahan seperti ini sangat mungkin disebabkan oleh rusaknya kawasan hutan.

Berkurangnya kawasan hutan yang merupakan rumah bagi berbagai jenis makhluk hidup juga berimbas pada kondisi alam secara global. Iklim bumi yang dalam beberapa dekade terakhir meningkat rupanya bermula dari semakin sedikitnya pohon penyerap karbon dioksida. Jika melihat dampak kerusakan dalam skala kecil hilangnya hutan tidak terlalu dirasakan. Namun, proses perubahan iklim akan sangat dirasakan dalam tahun-tahun mendatang. Pohon-pohon kecil tidak akan bisa menaungi puluhan orang hingga pohon-pohon tersebut tumbuh dalam puluhan tahun kemudian. Begitulah kira-kira perspektif dalam menangani permasalahan lingkungan ini.

Konservasi hutan di lahan non-produktif akan membantu pemulihan alam  | istock (quickshooting)

Melihat kondisi dimana lahan non-produktif bisa dibilang cukup luas, ada peluang membantu penstabilan iklim global dengan memanfaatkan lahan non-produktif. Jika pemerintah peka dengan masalah lingkungan yang memprihatinkan, seharusnya ada kebijakan terkait pemanfaatan lahan non-produktif ini menjadi kawasan konservasi. Ada beberapa strategi untuk mengubah lahan tidak bertuan menjadi kawasan hutan yang asri.

Proses pemanfaatan lahan harus benar-benar dilakukan oleh lembaga yang berfokus pada kegiatan konservasi. Kemudian dilakukan pemetaan luas area konservasi agar nantinya tidak terjadi konflik yang melibatkan masyarakat. Langkah awal sangat penting untuk mengkondisikan lahan bisa ditempati dengan baik oleh berbagai jenis tumbuhan dan hewan. Saat semua sudah siap dilakukanlah penanaman berbagai jenis tumbuhan dalam luas tertentu.  

Penerapan strategi konservasi lahan di lahan non-produktif akan semakin efektif jika dibantu penggunaan teknologi. Lahan non-produktif yang tersebar tidak merata dalam satu daerah perlu dilakukan pemetaan dengan alat canggih seperti drone. Lembaga konservasi memerlukan kemudahan akses terhadap data seperti lokasi dan luas lahan, kalkulasi kebutuhan nutrisi tanaman, serta data pendukung lainnya yang didapat melalui akses data beserta pengolahannya.

Pemanfaatan teknologi semacam ini dalam dunia konservasi tentu membantu kegiatan pemulihan alam. Terlebih dengan dimulainya era industri 4.0 yang mengutamakan teknologi informasi sebagai perangkat utama akan memudahkan akses terhadap kehadiran teknologi di dunia konservasi.

teknologi membantu kegiatan konservasi
Dengan bantuan teknologi proses pemulihan alam akan lebih efisien  | istock (Ivan Bajic)

Teknologi akan membantu restorasi alam, namun proses pemulihan alam tetap dibiarkan tanpa adanya intervensi berlebih dari manusia. Alam akan kembali kepada ekuilibrium setelah berbagai tahapan yang terjadi. Dengan teknologi mungkin akan membantu memantau kondisi pemulihan, seperti tanaman apa yang mulai tumbuh atau hewan jenis apa yang sudah berkembang biak. Ibarat menonton film intervensi manusia setelah proses penyiapan lahan hanya sebagai penonton. Alam akan tumbuh baik dengan sendirinya, karena yang tahu proses tumbuh secara alami hanya alam itu sendiri.

Setelah kegiatan konservasi dimulai di berbagai wilayah dalam watu daerah perlu adanya keterhubungan jaringan antar wilayah konervasi untuk saling memantau keadaan masing-masing wilayah. Jaringan antar wilayah konervasi yang semakin luas akan membantu proses konservasi secara kolektif, karena proses pemulihan biasanya butuh waktu hingga puluhan tahun.

Dengan mengetahui data tingkat kerusakan alam dan kalkulasi pemulihan yang dibutuhkan, wilayah konservasi secara kolektif akan memberikan data pemulihan yang sesuai. Apakah kegiatan konservasi sudah mencapai target atau perlu ada pembangunan wilayah konservasi lagi. Harapanya juga dilakukan penemuan untuk membantu proses pemulihan alam dengan efisiensi yang lebih baik, sehingga alam kita yang rusak bisa kembali asri.