Konseling Berhenti Rokok Menuju Indonesia Bebas Rokok

Konseling Berhenti Rokok Menuju Indonesia Bebas Rokok

Konseling Berhenti Rokok Menuju Indonesia Bebas Rokok

#SobatHebatIndonesiaBaik #JadiKontributorJadiInspirator #BerbagiMenginspirasi #SohIBBerkompetisiArtikel

Benda dengan bentuk silinder memanjang dengan isian tembakau, atau sebut saja rokok, sudah menjadi produk yang sangat mudah ditemukan di seluruh daerah Indonesia. Pergi saja lima langkah dari kompleks perumahan, kita sudah bisa menemukan sejumlah minimarket maupun toko-toko kecil yang menjual rokok. Target konsumennya pun tidak mengenal batasan usia, yang berarti produk sejenis ini dapat dijangkau oleh anak-anak, remaja, dewasa, hingga lansia. Di sisi lain, masyarakat juga sebenarnya tidak buta akan dampak dan bahaya dari rokok itu sendiri.

Tentu, rokok mengandung berbagai macam zat-zat adiktif di dalamnya yang dapat memengaruhi kerja organ tubuh kita. Berdasarkan informasi yang telah didapatkan dari kemkes.go.id, disebutkan bahwa rokok memiliki kandungan aseton, karbon monoksida, naphtylamine, dibenzacridine, vinyl klorida, dimethylnitrosamine, dan sebagainya. Karbon monoksida, dibenzacridine, dan dimethylnitrosamine merupakan zat karsinogenik, yang berarti zat-zat ini dapat memicu kanker. Bahkan, bahan-bahan yang digunakan untuk pembersih lantai, pembersih cat kuku, hingga bahan bakar roket juga terkandung di dalam sebatang rokok yang dikonsumsi oleh perokok. Bahan-bahan sejenis itu dapat perlahan-lahan merusak sel-sel fungsional di dalam tubuh, dan yang biasanya paling terdampak adalah saluran pernapasan atas hingga paru-paru. Tidak jarang ditemukan penderita kanker paru-paru maupun tuberculosis yang sebelumnya merupakan seorang perokok.

Berbagai kandungan pada rokok | kemkes.go.id

Tidak hanya itu, orang-orang yang tidak merokok pun dapat terkena dampak buruknya. Asap rokok yang dihasilkan dari rokok dapat terhirup oleh banyak orang, termasuk anak-anak, ibu hamil, dan lansia. Tiga kategori ini sangat rentan terhadap asap rokok dan akibat yang ditimbulkannya. Dilansir dari halodoc, asap rokok yang terpapar pada anak-anak dapat mengakibatkan asma, infeksi saluran pernapasan, dan sindrom kematian bayi mendadak. Pada ibu hamil, paparan asap rokok dapat memicu gangguan perkembangan janin. Tidak menutup kemungkinan janin yang dikandung dapat menderita retardasi mental, mengalami kelahiran prematur, atau menderita ADHD.

Rokok membahayakan kesehatan paru dan organ lainnya | bidanku.com

Satu batang rokok, yang ukurannya bahkan lebih kecil dari jari tengah orang dewasa, ternyata menyimpan berbagai bahan berbahaya yang tidak seharusnya masuk ke dalam tubuh manusia. Oleh karena itu, sebagian besar masyarakat saat ini tentu saja mencari-cari cara yang efektif untuk mengurangi jumlah perokok di Indonesia dan meminimalisir risiko yang ditimbulkannya. Namun, mencari solusi untuk permasalahan ini tidak semudah mencari jarum di antara tumpukan jerami.

Bukan sekali-dua kali upaya pengurangan jumlah perokok itu dilakukan. Salah satu upaya yang sudah dilaksanakan sejak lama dan masih ada hingga saat ini adalah label peringatan yang ada di setiap kemasan rokok yang dijual—bahkan juga diberikan terang-terangan melalui baliho di jalan raya. Sudah sering saya perhatikan kalimat peringatan dan foto-foto asli penderita kanker saluran pernapasan yang terpampang jelas di sana. Namun, dari sudut pandang saya, peringatan dan gambar-gambar yang terkesan menakutkan itu justru mudah sekali diabaikan oleh para perokok. Jadi, saya menyimpulkan bahwa upaya tersebut sudah tidak dapat diandalkan lagi untuk menekan angka perokok di Indonesia.

Kemudian, saya juga pernah mendengar ide secara gamblang (yang saya sendiri juga pernah pikirkan) untuk menutup perusahaan rokok agar tidak menjual rokok di Indonesia. Sekilas, saran ini memang terlihat efektif dan akan membuahkan hasil yang instan. Namun, cara seperti ini justru akan menjadi bumerang bagi negara kedepannya. Mengapa? Karena perusahaan rokok di Indonesia justru menjadi penyumbang terbesar pendapatan negara. Situs bisnis.com menyebutkan bahwa cukai hasil tembakau (CHT) yang diterima mencapai 97 persen dari total cukai yang diterima pada tahun 2021 silam. Persentase itu setara dengan Rp48,22 triliun, yang tentu saja tidak sedikit. Jika memang perusahaan rokok akan ditutup tanpa pertimbangan lebih lanjut, hal ini dapat berdampak pada pendapatan negara yang notabenenya digunakan untuk pembangunan berkelanjutan.

Lantas, bagaimana jumlah perokok dan risikonya dapat ditekan?

Pada tulisan ini, saya hanya bisa memberikan usulan sederhana untuk menurunkan kebiasaan merokok secara perlahan, juga pendapat untuk mengembangkan fasilitas yang sudah dimiliki namun tampaknya belum begitu terekspos di muka masyarakat.

Pertama, para perokok, baik secara individu maupun berkelompok dapat mencoba untuk menerapkan sistem reward dalam upaya menghilangkan kebiasaan merokok, yang sebenarnya cukup sering saya temukan di kalangan masyarakat. Maksud dari cara ini adalah agar para perokok dapat mengurangi jumlah rokok yang dikonsumsi secara bertahap sambil memberikan “hadiah” untuk diri sendiri sebagai apresiasi dan motivasi tambahan. Misalnya, jika pada awalnya rokok yang dikonsumsi mencapai 10 batang per hari, perokok dapat mengurangi jumlah rokoknya menjadi lima sampai tujuh batang per hari dalam rentang waktu dua atau tiga hari. Selama mengurangi jumlah rokok, ada baiknya menyediakan cemilan kecil seperti biji kuaci atau permen sebagai penggantinya. Jika berhasil, mereka berhak mendapatkan imbalan apapun (yang jelas, bukan porsi rokok dua kali lipat).

Mengesampingkan sejenak usulan pribadi saya mengenai cara mengurangi kebiasaan merokok, saya ingin menyinggung mengenai fasilitas konseling berhenti merokok yang ternyata disediakan oleh Kemkes Indonesia. Melalui situs resminya, kemkes.go.id memberikan informasi mengenai layanan konseling berhenti merokok melalui telepon seluler yang tidak memerlukan biaya sepeserpun. Sebenarnya, pemerintah juga tengah berupaya memperluas fasilitas konseling secara langsung di klinik maupun puskesmas, namun terobosan untuk melaksanakan konseling berhenti merokok secara online seharusnya sudah sangat membantu masyarakat yang membutuhkan. Pendapat yang telah saya sampaikan sebelumnya sebenarnya dimaksudkan untuk memberikan usulan tambahan untuk layanan konseling yang telah disinggung di atas. Dengan program yang beragam dalam konseling, saya berharap pesertanya dapat menjalani sesi konsultasi dengan lebih menyenangkan.

Layanan konseling berhenti merokok dari kemkes | foto pribadi via kemkes.go.id

Masih berhubungan dengan layanan konseling berhenti merokok, ternyata layanan ini masih kurang disosialisasikan di masyarakat selain melalui situs resmi. Maka, saya menyimpulkan bahwa masih dibutuhkan upaya lebih untuk mensosialisasikan program dari Kemkes ini ke kalangan masyarakat luas, khususnya melalui media sosial. Bukan sebuah rahasia bahwa jumlah pengguna media sosial di Indonesia tidak sedikit, didukung dengan banyaknya jumlah penduduk Indonesia itu sendiri dan cakupan jaringan internet yang sudah semakin luas. Dengan adanya sosialisasi secara daring maupun luring, diharapkan masyarakat dapat memanfaatkan layanan ini dalam rangka menekan risiko yang ditimbulkan oleh rokok.

Bukan hal yang mustahil bagi kita untuk menekan risiko dari merokok di Indonesia, cepat atau lambat. Apapun upaya yang akan dijalankan di kemudian hari, selama upaya tersebut tidak merugikan pihak manapun, taraf kesehatan masyarakat dapat dipulihkan dan ditingkatkan kedepannya. Demi negara Indonesia pulih dan hidup berkelanjutan.