Investasi Etik di Era Generasi Milenial

Investasi Etik di Era Generasi Milenial

Investasi Etik bagi generasi milenial | www.bing.com

#SobatHebatIndonesiaBaik #JadiKontributorJadiInspirator #BerbagiMenginspirasi #SohIBBerkompetisiArtikel

Generasi muda (milenial) saat ini memiliki kecenderungan terhadap nilai etik (akhlak) yang terdigradasi. Sebuah dekadensi moral yang harus mendapat perhatian serius, karena akhlak merupakan dasar dalam membangun karakter generasi muda. Moral atau etika sebagaimana dijelaskan dalam KBBI adalah (ajaran tentang) baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak; budi pekerti; susila. Dari makna moral ini dapat dipahami bahwa tingkah laku seseorang terkait dengan norma susila dan tingkah laku merupakan karakter baik seseorang di tengah kehidupan.

Investasi Moral bagi Generasi Muda | www.bing.com
Investasi Moral bagi Generasi Muda | www.bing.com

Sedangkan genaerai milenial secara mudah dapat dipahami sebagai pemuda yang hidup di masa digital saat ini. Kalau di dalam wikipedia dijelaskan bahwa milenial (juga dikenal sebagai Generasi Y atau Generasi Langgas, adalah kelompok demografi setelah Generasi X (Gen-X). Tidak ada batas waktu yang pasti untuk awal dan akhir dari kelompok ini. Para ahli dan peneliti biasanya menggunakan awal 1980-an sebagai awal kelahiran kelompok ini hingga awal 2000-an sebagai akhir kelahiran.

Kausalita antara etik dan generasi muda (milenial) merupakan sebuah timbal balik yang akan menjadi catatan sejarah baik-buruk di masa yang akan datang. Karena generasi muda yang dibangun di atas pondasi kebaikan (akhlakul karimah) akan menjadi generasi yang kuat, baik secara lahiryah maupun batiniyah. Akhlak, sebagaimana dijelaskan oleh Nabi Muhammad saw, “Khoirukum ahsanakum khuluqan, sebaik-baik kalian adalah yang paling baik etikanya.” Tentu saja nilai akhlak atau etika ini harus menjadi perhatian kita dalam membangun generasi yang dapat bertanggung jawab terhadap diri, orang lain, dan kepada Tuhannya.

Generasi Z butuh pendidikan akhlak | www.bing.com
Generasi Z butuh pendidikan akhlak | www.bing.com

Investasi Etik (Akhlak)

Secara etimologi investasi adalah suatu kegiatan menanamkan modal, baik langsung maupun tidak, dengan harapan pada waktu nanti pemilik modal mendapatkan sejumlah keuntungan dari hasil penanaman modal tersebut. Di dalam KBBI dijelaskan bahwa investasi berarti penanaman uang atau modal pada suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan. Tentu saja makna ini tidak dimaksudkan dalam upaya menanam inves moral. Karena yang dimaksud dengan investasi moral di sini adalah menanamkan nilai-nilai etis demi kemanfaatan di masa kini dan di saat yang akan datang.

Menanam investasi moral tidak dengan cara menanam modal atau keuangan dengan teknis tertentu. Karena penanaman moral dimaksudkan untuk memupuk karakter kebaikan generasi muda demi lahirnya kebaikan yang lainnya. Sebuah kebaikan akan melahirkan kebaikan, sebagaimana kejelekan akan melahirkan keburukan. Maka menanamkan investasi moral kepada generasi milenial akan berdampak kemaslahatan hidup di tengah-tengah masyarakat.

Investasi Etik untuk Generasi Milenial | www.bing.com
Investasi Etik untuk Generasi Milenial | www.bing.com

Mengapa investasi moral atau akhlak? Di dalam sebuah Hadis dijelaskan, “Innama bu’itstu liutammima makarimal akhlak, sesungguhnya aku (Nabi Muhammad) diutus untuk memperbaiki kemuliaan akhlak.” Hadis ini menunjukkan bahwa betapa pertumbuhan investasi moral memiliki peranan yang penting di dalam kehidupan. Sehingga Nabi Muhammad saw diutus ke dunia untuk menyelematkan manusia dengan cara membangun nilai-nilai etis dalam berkehidupan sosial.

Nilai Investasi Akhlak

Investasi akhlak (etik) jauh lebih diutamakan daripada investasi finansial. Karena akhlak merupakan karakter utama untuk membentuk generasi takwa. Yaitu generasi yang memiliki didikasi keutamaan dalam menanamkan hubungan dengan Tuhan dan membangun hubungan emosional yang baik dalam kehidupan sosial. Di dalam edukasi etik terdapat muatan investasi sosial dan hubungan vertikal.

Nilai-nilai akhlak tidak dapat diukur dan dirumuskan dalam kaidah matematis. Karena karakter generasi suatu bangsa tidak dapat diukur dengan uang. Sebanyak apapun harta dan kekayaan, itu tidak akan memberikan nilai kebaikan ketika moral suatu bangsa berada dalam kondisi bobrok dan menyesatkan. Pola pikir terhadap nilai-nilai akhlak harus diperjuangkan dengan semangat membangun etika bangsa.

Suatu generasi (termasuk milenial) akan berdampak positif-signifikatif ketika nilai-nilai etik terimplikasi di dalam karakter kehidupan mereka. Sebab nilai etik harus terbangun dalam kebiasaan keseharian, tidak serta merta tercetak dalam waktu singkat. Akhlak generasi milenial memiliki kebiasaan-kebiasaan yang cenderung apatis terhadap dekadensi moral. Masuknya gedget digital termasuk salah satu faktor, mengapa generasi milenial memerlukan cara-cara ekstra-humanis dalam penanganannya.

Menurut Wahyu Sri Wandani di dalam bukunya “Norma, Etika, dan Moralitas Bangsa” menjelaskan bahwa menurut seorang ahli yang bernama Sudarsono (2002: 41), ciri pendidikan moral (etika) bangsa terlihat pada pembentukan moral bangsa yang meliputi kejujuran, keterbukaan, keberanian mengambil risiko, bertanggung jawab, memenuhi komitmen, serta kemampuan berbagi. Pembentukan moral bangsa dapat dilakukan dengan cara pendidikan kontekstual (hal. 2).

Membangun Generasi Etik Milenial

Membangun moralitas bangsa di era milenial tidak semudah membalik telapak tangan, tetapi juga tidak sesulit mengeringkan lautan. Artinya, nilai-nilai moral atau etik dapat ditransformasikan dalam kehidupan dengan berbagai ragam cara sesuai dengan kebutuhan. Etika atau akhlak merupakan sikap atau tingkah laku keseharian. Kontekstualisasi pengajaran ini harus menjadi perhatian yang maksimal agar generasi milenial mendapatkan edukasi yang realistis.

a. Menanamkan Nilai-nilai Agama

Nilai-nilai agama penting ditanamkan kepada generasi milenial karena agama mengajarkan kebaikan dan kesejahteraan. Semua agama, termasuk agama Islam, mendorong terciptanya generasi yang memiliki karakter etik dan berakhlakul karimah. Karena tujuan utama agama adalah mengatur tata kehidupan umat, baik kehidupan di dunia maupun di akhirat.

Dalam Al-Quran  dijelaskan, “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan,” (QS. Al-Isra: 70). Ayat ini menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “kelebihan yang sempurna,” di antaranya adalah nilai-nilai etik (moral, akhlak) yang seharusnya dimiliki oleh manusia.

b. Pendidikan Norma Susila

Norma susila adalah aturan yang mengikat dalam kehidupan sosial. Kesusilaan dimaksudkan sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam hubungan manusia dengan lainnya. Nilai susila yang terkait dengan kehidupan sehari-hari harus menjadi kebiasaan agar terjadi kesinambungan hidup yang menjamin kebahagiaan dan keamanan.

Menurut Elly M Setiadi dan Usman Kolip (2010: 133), norma kesusilaan adalah ketentuan-ketentuan hidup yang berasal dari hati norani dan menghasilkan moral. Bagi orang yang tidak mematuhi norma ini dianggap sebagai orang yang tidak memiliki kesusilaan. Sedangkan menurut Syahrial Syarbaini dan Fatkuri (2016: 43), menjelaskan bahwa norma kesusilaan adalah peraturan sosial yang berasal dari hati norani sehingga menghasilkan akhlak yang dapat membedakan sesuatu yang dianggap baik dan buruk (Norma, Etika, dan Moralitas Bangsa, Wahyu Sri Wandani, hal. 14).

c. Pengajaran Kesopanan

Adab atau kesopanan adalah sikap karakter seseorang atau tingkah laku yang terkait dengan orang lain. Sedangkan adab terhadap Tuhan adalah hubungan ibadah personal yang tidak terkait dengan hubungan sosial kemanusiaan. Kesopanan di sini dimaksudkan sebagai wasilah (perantara) dalam berkehidupan kemanusiaan.

Hubungan antar manusia dibangun atas norma kesopanan. Seseorang tidak dipandang sopan ketika dalam transaksi sosial tidak memiliki empati dan simpati. Perbuatan yang menyebabkan orang lain sakit hati dan atau bahkan terjadi gesekan perseteruan, maka hal ini dipandang sebagai individu yang tidak sopan. Implikasinya adalah buruk di dalam keburukan dan jelek di dalam kejelekan. Hal ini harus disikapi dengan introspeksi diri serta belajar untuk saling menghargai.

d. Edukasi Hukum

Hukum positif di negara kita adalah segala bentuk aturan yang dibuat oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah. Lebih luas lagi, hukum juga dapat berupa hukum tertulis dan hukum tidak tertulis. Yang pertama merupakan bentukan pemerintah sedangkan yang kedua adalah hukum sosial kemasyarakatan sesuai dengan kondisi dan situasi masyarakat setempat.

Sedangkan norma hukum adalah aturan atau ketentuan-ketentuan hidup yang berlaku dalam kehidupan sosial yang sumbernya adalah undang-undang yang dibuat oleh lembaga formal kenegaraan (Elly M Setiadi dan Usman Kolip, 2010: 133). Jadi peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah dimaksudkan untuk mangatur tata kehidupan sosial agar masyarakat memiliki pegangan untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perkara.

Mematuhi norma hukum adalah kewajiban setiap warga negara. Karena pemerintah adalah lembaga yang harus dipatuhi dan dihormati selama perintah tersebut dalam kebaikan dan kemaslahatan.

Dunia Butuh Akhlak

Akhlak, etika, atau adab dan Kesopanan adalah dasar pokok dalam berkehidupan sosial. Artinya, sebagai pondasi kehidupan, etika harus dikedepankan dan mendapat perhatian khusus. Apresiasi terhadap pelaku akhlak yang baik serta sanksi terhadap individu yang melanggar aturan. Dunia butuh akhlak adalah suatu kepastian. Karena tanpa akhlak dunia akan rusak dan binasa. Tanpa etika, kehidupan akan menjadi sengsara.

Generasi milenial juga membutuhkan akhlak. Perhatian khusus terhadap generasi ini diperlukan, karena tantangan zaman dan globalisasi digital menjadi salah satu faktor yang dapat menjadi penghambat nilai kesusilaan. Arus informasi yang tidak terkendali serta penggunaan media sosial yang kurang bijak, akan berdampak terhadap akhlak generasi muda. Oleh karena itu, pemahaman terhadap kebijakan penggunaan internet, gedget, media sosial, dan lain sebagainya harus ditekankan sejak awal.

Pastinya, “dunai butuh etika” adalah kesepakatan bersama tanpa harus diperdebatkan. Karena etika (akhlak) akan menjadi penentu nilai kehidupan luhur di dalam berkehidupan. Pluralisme kehidupan akan tetap berjalan baik jika dilandasi dengan nilai-nilai etika yang kuat di dalam nurani setiap generasi muda. Wallahu A’lam!