Hewan Peliharaan dan Kesehatan Mental: Sebuah Simbiosis Mutualisme

Hewan Peliharaan dan Kesehatan Mental: Sebuah Simbiosis Mutualisme

Hewan Peliharaan dan Kesehatan Mental: Sebuah Simbiosis Mutualisme | Sumber: Unsplash (Andrew S)

#SobatHebatIndonesiaBaik #JadiKontributorJadiInspirator #BerbagiMenginspirasi #SohIBMiniBootcamp

Memelihara hewan sudah menjadi tradisi keluarga saya sejak saya masih kecil, terutama kucing. Rasanya setiap fase hidup saya, dari kanak-kanak hingga dewasa seperti sekarang, selalu ditemani oleh kucing.

Saat saya masih kecil, ibu saya juga pernah bercerita kalau kami sempat punya anjing. Kalau unggas, seperti ayam atau burung, tidak usah ditanya lagi. Suara ayam berkokok selalu menemani kami setiap pagi. Cuma untuk burung, sudah lama kami tidak memeliharanya lagi.

Hobi memelihara hewan memang sangat menyenangkan. Kendati demikian, tentunya diperlukan pula banyak pengorbanan waktu, tenaga, dan uang untuk memberi makan dan menjaga kesehatan mereka. Selain itu, hobi memelihara hewan ternyata memiliki banyak manfaatnya, lo! Salah satunya adalah untuk kesehatan mental.

Banyak penelitian telah membuktikan bahwa memelihara hewan dapat membantu kondisi kesehatan mental seseorang. Hal ini sejalan dengan percakapan saya dengan psikiater saat kontrol berobat jalan tempo hari.

"Kamu punya hewan peliharaan seperti kucing atau anjing?" tanya psikiater saya.

"Punya, Dok."

"Oh, bagus itu."

Psikiater saya pun kemudian menerangkan tentang efek positif dari memelihara hewan bagi saya sebagai penyintas gangguan bipolar.

Marwan Sabbagh, seorang fisiologi dari Cleveland Clinic, menerangkan bahwa interaksi dengan hewan—seperti membelai atau bermain dengan hewan tersebut—bisa menurunkan tensi darah, meningkatkan suasana hati, dan menenangkan detak jantung. Saat berinteraksi dengan hewan, hormon stres, yakni hormon kortisol, akan menurun dan neurotransmiter hormon serotonin sebagai hormon "kebahagiaan" akan meningkat.

Para penyintas gangguan kesehatan mental memang sangat berpotensi besar mengalami kesepian dan kelelahan akut. Memelihara hewan dapat menjadi sarana terapi dalam membantu gejolak mental yang tidak stabil dan sebagai salah satu solusi alternatif agar kita tidak mengalami kesepian.

Ilustrasi Membelai Kucing
Interaksi dengan hewan, seperti membelai, mampu meningkatkan suasana hati. | Sumber: Pexels (Sam Lion)

Berdasarkan penelitian dari Australia terhadap 199 responden pasien dengan gangguan mental seperti kecemasan, gangguan mood, serta gangguan stres pascatrauma, dapat dibuktikan bahwa berinteraksi dengan hewan membawa dampak yang positif. Dapat diketahui, sebesar 94 persen kecemasan responden dalam penelitian tersebut mengalami penurunan.

Para responden juga menyatakan bahwa hewan peliharaan membantu mereka dalam menekan keinginan negatif pada diri mereka. Dengan kesehatan mental yang baik, pemilik hewan peliharaan juga dapat memiliki hubungan sosial dengan sesama yang lebih positif.

Dalam sebuah artikel dari jurnal Aging & Mental Health yang telah dipublikasikan, hasil serupa juga ditemukan. Terdapat 14 individu dengan usia 65 tahun ke atas yang dijadikan sampel penelitian tersebut.

Mereka memberi kesimpulan bahwa dengan memiliki hewan peliharaan, mereka merasa lebih terbantu dalam membina hubungan yang lebih baik dengan orang lain. Selain itu, mereka juga merasa bahwa kesehatan mental mereka membaik setelah memelihara hewan.

Selain bermanfaat bagi kesehatan mental, memiliki hewan aktif, seperti anjing ataupun kucing, juga dapat memberi dampak positif bagi kesehatan fisik. Hal ini karena kehadiran hewan-hewan tersebut dapat membantu kita bergerak secara aktif.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) menerangkan, orang dewasa setidaknya memerlukan 150 menit aktivitas aerobik intensitas sedang untuk menjaga kesehatan. Aktivitas jalan-jalan dengan hewan peliharaan dapat dijadikan alternatif karena hal tersebut juga merupakan kegiatan aerobik dengan intensitas sedang. Tentunya kegiatan ini sangat bermanfaat untuk menghindari risiko terkena berbagai penyakit kronis, misalnya penyakit kardiovaskular, diabetes, dan obesitas.

Mungkin, kucing-kucing saya tidak seaktif anjing hingga dapat disejajarkan dengan kegiatan aerobik. Akan tetapi, setidaknya mereka bisa diajak bermain dan membantu saya mengatasi fluktuasi mood. Bagi saya itu sudah cukup.

Ilustrasi Berjalan dengan Anjing
Jalan-jalan dengan hewan peliharaan termasuk kegiatan aerobik dengan intensitas sedang. | Sumber: Pexels (Zen Chung)

Dengan berbagai manfaat bagi kesehatan mental, tentunya memelihara hewan tidak membuat penyintas gangguan mental melupakan pengobatan dan terapi yang sedang dijalani. Memelihara hewan merupakan suatu aktivitas tambahan dan tidak dapat dijadikan alternatif pengobatan.

Kesimpulannya, berinteraksi dengan hewan bagaikan sebuah simbiosis mutualisme. Di satu sisi, memelihara hewan yang terlantar sangat bermanfaat bagi lingkungan. Di sisi lain, manusia sebagai majikan hewan juga ikut diuntungkan dalam segi kesehatan mental.

Bulbul, Antonio, dan Ali Baba adalah tiga kucing bandel nan menggemaskan yang selalu menjadi salah satu obat pelipur lara terampuh bagi penulis. Meski terkadang perilaku mereka menjengkelkan dan menyebabkan pusing kepala, mereka sudah saya anggap sebagai keluarga walaupun mereka tentunya tidak bisa ikut masuk Kartu Keluarga. Semoga mereka selalu tumbuh sehat dan menemani saya dalam menjalani kehidupan yang penuh warna.

Baca Juga: Kesehatan Mental Generasi Muda sebagai Investasi Bangsa

Temukan artikel inspiratif lainnya hanya di sohib.indonesiabaik.id. Kalau kamu punya hobi menulis, boleh banget bergabung ke Komunitas Sohib, sebuah persembahan dari Indonesia Baik. Di sini, kamu bukan hanya akan mendapatkan banyak teman baru, tetapi juga workshop dan pelatihan yang bermanfaat untuk mengembangkan skill-mu. Join, kuy!

Editor: Fria Sumitro