Sulap Pakaian Bekas dari Kanvas Jadi Tote Bag, Peluang Menjanjikan nan Eco-Friendly
#SobatHebatIndonesiaBaik
#JadiKontributorJadiInspirator
#BerbagiMenginspirasi
#SohIBBerkompetisiArtikel
Bila berjalan-jalan di kota Solo, akan terlihat banyak sekali poster dari Pemerintah Daerah yang terpampang dan bertuliskan Sesarengan Gumregah, Sesarengan Jumangkah. Di jalan besar, kantor-kantor, tempat pelayanan publik, sentra ekonomi dan tempat-tempat yang strategis. Situasi yang sepertinya ini memang merupakan spirit yang diberikan pemerintah untuk warga agar merasa besar hati setelah sekian lama berjuang melawan virus covid 19 yang sampai sekarang masih beranak pinak. Dengan slogan ini, menjadikan perasaan di hati para warga kota Solo, bahwa pemerintah hadir menemani kebangkitan kesadaran menghadapi situasi pandemi. Hal seperti itu memang sudah seharusnya selalu terbangun di setiap warga, agar menjadi bersemangat untuk menapaki kemajuan kehidupan.
” Sesarengan gumregah, sesarengan jumangkah” adalah Bahasa Jawa sebagai bahasa ibu di kota ini. Sesarengan adalah bersama-sama. Gumregah itu adalah bangun dari tidur yang sangat enak, atau lamunan, atau sesuatu yang tidak mengerjakan apa-apa, lalu bangun dengan suatu kesadaran untuk siap berbuat sesuatu. Itulah arti dari gumregah dari basa Jawa tersebut. Secara umum diartikan 'bangun'. Sedang jumangkah artinya yaitu 'melangkah' namun 'melangkah' di sini dimaksudkan 'melangkah dengan langkah yang lebar'. Bukan langkah yang thimik-thimik, bahasa Jawa yang artinya 'berjalan dengan langkah kecil-kecil dan santai'. Langkah lebar dan gagah siap menerjang rintangan untuk menuju kemajuan.
Itulah gambaran harapan suatu kota yang bersemangat, yaitu kota Solo – Jawa Tengah, setelah dua tahun pandemi, untuk memulihkan keadaan. Kini, pembukaan kembali tempat – tempat wisata dan budaya serta sentra-sentra ekonomi adalah cara agar pulih dari trauma sakit yang sangat panjang. Tentu saja dengan protokol kesehatan (Prokes) yang ketat, yang harus disiplin, karena virus Covid masih ada. Penggalakan vaksin tertib berjalan.
Dua tahun harus membatasi pergerakan, berada dalam rumah dengan beraneka beban yang disandang. Kini dalam keadaan yang lebih baik, semua harus bangkit . Sesarengan Gumregah, Sesarengan Jumangkah, 'Bersama-sama Bangkit, Bersama-sama Melangkah' menjadi pengobat dari semua derita panjang pandemi selama ini. Tidak usah lagi menengok ke belakang, ketika Maret 2020 virus korona yang populer itu datang. Anggap saja semua itu adalah perjalanan kota yang harus terjadi. Kini, seluruh kota akan bersama bangkit dan bersama melangkah, melupakan semua itu dengan langkah tegap dan bahagia. Tumbuh dan pulih kembali dari sakit yang sementara untuk berjaya selamanya.
Lingkungan
Di dalam pertumbuhan kota yang berkualitas, salah satu modal dasar pembangunan adalah tetap menjaga daya dukung alam lingkungan agar terjaga antara pertumbuhan dan keadaan alamnya, yaitu terbebas dari polusi udara sehingga bersih, segar, dan kota tetap dalam keadaan hijau dengan cukup oksigen dan tahan terhadap radikal bebas.
Indonesia mempunyai banyak bermacam-macam jenis tanaman. Sebagian dari tanaman di Indonesia dijadikan sebagai obat. Yang terkenal adalah pohon Eucalyptus, dijadikan minyak kayu putih, yang menyelamatkan berjuta-juta bayi sebagai ketahanan kesehatan mereka. Masih banyak lagi contoh tanaman yang lain yang berjenis “rimpang”, yang sangat mudah penanaman dan perawatannya, seperti jahe untuk penghangat badan, kencur untuk obat batuk, temulawak untuk memperbaiki fungsi hati, dan lain-lain.
Semua itu adalah hasil tanaman untuk pengobatan tradisional. Kekayaan tanaman obat ini juga menjadi salah satu arah pembangunan dengan kota hijau di Solo. Kekayaan leluhur dalam kesehatan yang tidak akan merusak lingkungan. Karena proses pembuatan dan pembuangan limbahnya mempunyai alur, dari alam dan akan kembali kealam, tidak akan menimbulkan pencemaran bagi bumi. Daerah-daerah yang menghasilkan tanaman obat atau yang dikenal dengan jamu di area Solo Raya meliputi Sukoharjo dan Wonogiri. Sukoharjo terkenal dengan sebutan daerah “Jamu Gendong“ karena daerah ini terdapat industri jamu yang setiap hari mengoperasikan ibu bapak yang menjual jamu berkeliling dengan cara di gendong pada awalnya karena konsumennya hanya di lingkungan sekitar saja. Sekarang, ada yang menggunakan sepeda atau sepeda motor dan mobil toko karena dipasarkan dengan daerah yang makin meluas.
Sedangkan di Wonogiri terdapat jamu yang sudah diolah di pabrik yang dijadikan menjadi bubuk atau cair, dikemas secara modern dalam bungkus ataupun botol. Juga produknya ada yang berbentik serbuk, tablet ataupun kapsul, juga cairan siap minum dan manis rasanya. Namun para penduduk di kota atau desa, tidak harus menjadi pengkonsumsi jamu yang dihasilkan kota ini. Mereka diharapkan bisa berdaya sendiri untuk menciptakan obat di halaman rumahnya sendiri agar bisa menjaga daya tahan kesehatan keluarganya sendiri, Sehingga daerah yang menghasilkan jamu gendong dan pabrik itu bisa diberdayakan sebagai sentra wisata dan produk eksport untuk lebih mendaya gunakan keberadaannya. Dan para daerah ini bisa melayani penduduk di Indonesia secara luas.
Penggalakkan taman warga Solo dan sekitarnya untuk mengobati keluarga sendiri terkenal dengan program menanam sendiri 'apotik hidup' dalam bahasa Jawanya yaitu Empon- empon. Para ibu-ibu atau warga dianjurkan menanam tanaman obat yang jenisnya seperti Kunir, Jahe, Kencur , Temulawak, Sereh, Pandan, yang ditanam di halaman atau di tamannya, secara mandiri. Anjuran ini dari kelurahan setempat yang di salurkan lewat perkumpulan ibu-ibu PKK (Pendidikan Kesejahteraan Keluarga) yaitu organisasi yang ada di masyarakat, yang ada di setiap RT ( Rukun Tetangga ) di setiap tempat tinggalnya. Sehingga setiap keluarga bisa membuat sendiri minuman jamu untuk ketahanan tubuh setiap hari. Seperti ketahanan melawan Covid ini bisa dibuat sendiri Jahe, Sereh, dan Temulawak diberi Gula Jawa dijadikan minuman yang manis dan segar. Untuk batuk, bisa dengan Kencur dan Madu. Sedangkan penyembuh luka, bisa lidah buaya, dan lain-lain.
Menghidupkan 'Gerakan Tanaman Obat' dan memfungsikannya dalam setiap keluarga akan menjadi ketahanan pengobatan tersendiri yang sangat berguna bagi ketahanan kesehatan di setiap keluarga. Dengan demikian, bila warga melaksanakannya, akan terjamin kesehatannya secara standar hidup sehat. Dari kesehatan keluarga yang terbina melalui tiap anggota masyakarat akan menjadikan ketahanan kesehatan daerah merambah keseluruh kota. Dari Gerakan menanam di setiap keluarga, akan timbul daerah yang hijau yang terbebas dari polusi udara. Solo akan sehat dan kuat kota dan warganya. Bangkit dan pulih kembali dalam pembangunan yang berkelanjutan. Itulah penerapan sehat, yang merupakan bagian dari Sesarengan Gumregah, Sesarengan Jumangkah atau 'Bersama-sama Bangkit, Bersama-sama Melangkah”.