Gerakan Generasi Muda untuk Sampah Makanan

Gerakan Generasi Muda untuk Sampah Makanan

Sampah Makanan

#SobatHebatIndonesiaBaik

#JadiKontributorJadiInspirator

#BerbagiMenginspirasi

#SohIBBerkompetisiArtikel

 

Sampah makanan menjadi salah satu penyumbang sampah terbesar di Indonesia dan jumlahnya yang semakin meningkat setiap tahun. Indonesia menghasilkan sampah makanan sebesar 300 kg per orang setiap tahun dan menjadi negara kedua di dunia dengan sampah makanan terbesar setelah Arab Saudi. Mengacu pada FAO, sampah makanan sebenarnya dibagi menjadi dua, yaitu food loss dan food waste. Food loss terjadi saat bahan pangan belum sampai ke konsumen sedangkan food waste terjadi di tingkat konsumen dimana makanan yang siap dikonsumsi terbuang begitu saja. Di Indonesia, jumlah food waste saat ini semakin meningkat sedangkan jumlah food loss yang semakin menurun. Sektor yang menjadi penyumbang terbesar adalah rumah tangga, layanan makanan dan ritel.

Sisa Makanan yang Menjadi Sampah |Tirto (iStockPhoto)

Zero Waste Scotland menyatakan bahwa anak muda dengan usia antara 18 hingga 34 tahun yang cenderung membuang makanan dibandingkan grup usia lainnya. Hal ini menunjukan bahwa anak muda berkontribusi paling besar pada sampah makanan. Kondisi ini dipengaruhi oleh pola konsumsi atau perilaku membuang sisa makanan. Anak muda lebih memilih membuang makanannya saat makan di tempat umum dibandingkan membungkusnya untuk dibawa pulang ke rumah atau diberikan ke binatang peliharaan. Padahal, sampah makanan tidak hanya berdampak buruk pada lingkungan tapi juga ke sektor ekonomi. Membuang makanan berarti melakukan pemborosan dan merugikan ekonomi, tidak hanya bagi konsumen tapi juga negara. Menurut Bappenas, Indonesia mengalami kerugian Rp 213 - 551 triliun per tahun atau setara 4-5% dari produk domestik bruto (PDB) karena masalah sampah makanan. Hal ini berbanding terbalik dengan kondisi ketahanan pangan di Indonesia dimana tingkat kelaparan Indonesia menurut Global Hunger Index (GHI) berada di urutan ketiga tertinggi di Asia Tenggara pada 2021. Jika dihitung, 13 juta ton sampah makanan per tahun di Indonesia apabila dikelola dengan baik dapat menghidupi lebih dari 28 juta orang, angka tersebut hampir sama dengan jumlah penduduk miskin atau sekitar 11% dari populasi Indonesia.

Sampah makanan adalah sampah yang dapat dihindari dan seharusnya tidak terjadi. Lalu, bagaimana anak muda dapat berperan mengatasi permasalahan ini? Apa yang dapat dilakukan anak muda untuk mengurangi jumlah sampah makanan saat ini?

Banyak anak muda saat ini tidak cukup mengetahui tentang berapa banyak makanan yang mereka buang dan apa saja yang mereka buang. Oleh karena itu, sangat penting untuk membangun kesadaran tentang sampah makanan di tingkat generasi muda. Anak muda harus merasa tergerak dan prihatin terhadap masalah sampah. Hal yang paling mudah dilakukan adalah dengan membangun awareness melalui konten di sosial media. Pengguna sosial media didominasi oleh anak muda, selain itu sosial media juga jangkauannya lebih luas. Konten sosial media dapat berisi edukasi atau campaign. Selain itu, ajak anak muda untuk mengelola sisa makanannya baik dengan usaha mengurangi porsi makanan, mengolah sisa makanan atau menyalurkannya ke pihak lain. Saat ini juga telah banyak movement online bagi anak muda untuk bisa berpartisipasi.

Campaign Sampah Makanan | Kontan (DBS Bank)

 

Saat ini, sudah banyak bermunculan komunitas atau bank makanan yang mengelola sisa makanan dan menyalurkannya ke orang miskin atau pra-sejahtera. Komunitas dan bank makanan ini tersebar di berbagai daerah. Selain itu, terdapat drop point di supermarket, tempat makan dan tempat umum agar masyarakat dapat menaruh sisa makanan layak konsumsi di drop point tersebut. Bank makanan dan komunitas ini juga tersedia dalam bentuk aplikasi untuk memudahkan konsumen dalam mengelola sisa makanan bahkan dapat melakukan transaksi jual-beli antar konsumen dan penjual sehingga pemborosan tidak terjadi. Program sukarelawan oleh komunitas dan bank makanan juga dibuka untuk memperluas dan meningkatkan awareness di kalangan generasi muda. Dengan mengikuti kegiatan sukarelawan maka anak muda tidak hanya membangun kesadaran terhadap diri sendiri tapi juga orang lain melalui peliputan kegiatan saat menjadi sukarelawan dan membagikannya di sosial media.

Garda Pangan, salah satu komunitas yang mengelola sisa makanan | Suara.com (Dok. Garda Pangan)

Masalah sampah tidak akan selesai apabila hanya bergantung pada pemerintah dalam mengatasi hal tersebut. Indonesia saat ini mengalami bonus demografi yang berarti jumlah anak muda paling besar dari seluh total populasi. Peran atau kontribusi anak muda sangat penting dalam mengatasi masalah sampah makanan. Selain itu, pengelolaan sampah makanan tidak akan berhasil dan berkelanjutan tanpa kesadaran untuk paham akan masalah sampah dan dampaknya dan bergerak untuk mengatasi permasalahan tersebut. Anak muda sebagai konsumen juga diharapkan semakin bijak dalam mengonsumsi makanan, mulai dari merencanakan makanan apa yang akan dikonsumsi hingga dalam mengambil porsi makanan sebagai langkah awal mengatasi tingginya jumlah sampah makanan saat ini.