Gaya Hidup Berkelanjutan: Gaya Hidup Masa Kini untuk Masa Depan yang Lestari

Gaya Hidup Berkelanjutan: Gaya Hidup Masa Kini untuk Masa Depan yang Lestari

ECO NOT EGO. Global climate change strike | Unsplash: Markus Spiske

Reduce, Reuse, Recycle| Pexels: Anete Lusina
Eco Product | Unsplash: Anna Oliinyk
Plastic pollution and juvenile fish | Unsplash: Naja Bertolt Jensen
Climate is changing | Unsplash: Markus Spiske

#SobatHebatIndonesiaBaik #JadiKontributorJadiInspirator #BerbagiMenginspirasi #SohIBBerkompetisiArtikel

Setelah menghadapi dua tahun yang sulit dikarenakan pandemi, dunia berangsur pulih seiring dengan berjalannya program vaksinasi, termasuk Indonesia. Meskipun tidak mudah dan memiliki banyak tantangan, pemulihan di seluruh wilayah tetap menjadi target utama untuk mencapai kekebalan kelompok. Pemerataan pemulihan global juga terus diupayakan agar tidak ada yang tertinggal.

Namun, dibalik kabar baik tentang upaya pemulihan global, ternyata diiringi dengan adanya isu krisis iklim yang semakin kesini semakin memprihatinkan. Dengan adanya isu krisis iklim ini tentunya membawa dampak bagi masyarakat di seluruh dunia.

Climate is changing | unsplash: Markus Spiske

Kenapa disebut krisis?

Mungkin masih banyak yang tidak menyadari bahwa perubahan iklim yang terjadi saat ini bisa menjadi sebuah krisis. Hal ini bisa terjadi karena dampaknya berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap kelangsungan hidup manusia yang meliputi kondisi tempat tinggal, ketersediaan pangan, kesehatan, keselamatan hidup, perubahan perilaku dan mental, bahkan keamanan suatu negara.

Sebenarnya, isu mengenai perubahan iklim ataupun pemanasan global ini sudah terjadi dari beberapa tahun yang lalu. Tapi banyak masyarakat masih belum 'ngeh' dengan dampaknya seperti apa dikarenakan dampak krisis ini tidak serentak terjadi dan tidak merata di seluruh bumi. Namun, ada beberapa daerah yang sudah merasakan krisis iklim ini. Pada tahun 2019 lalu, California baru saja mengalami salah satu kebakaran terhebatnya karena pemanasan global. Begitu juga di Australia, terdapat beberapa titik kebakaran hutan yang semakin parah karena suhu meningkat. Sedangkan, beberapa negara di Afrika sudah mengalami krisis air bersih karena kemarau dan gletser yang mengering sejak tahun 2014. Di Indonesia, desa-desa pesisir di Demak sudah perlahan ‘dimakan’ tepi laut karena perubahan iklim. Bahkan, yang baru ini terjadi yaitu banjir rob di sejumlah wilayah pesisir utara Jawa, termasuk Semarang. Semua itu dipicu oleh faktor cuaca, siklus bulan, hingga penurunan muka tanah dan pemanasan global.

Senin (27/6), Sekjen PBB Antonio Guterres mengumumkan status "ocean emergency" dalam konferensi laut yang digelar di Lisbon, Portugal. Naiknya level air laut, pemanasan suhu air laut, rusaknya terumbu karang, peningkatan keasaman air laut, hingga banyaknya sampah plastik di laut yang semakin memperparah kondisi laut saat ini.

Plastic pollution and juvenile fish | Unsplash: Naja Bertolt Jensen

Lalu, apa yang bisa kita lakukan?

Dibalik dampak negatif pandemi, ternyata juga membawa hikmah tersendiri. Tanpa sadar, kejadian ini membuat banyak orang memikirkan tentang dunia dan kerusakan di dalamnya, sehingga banyak yang menganggap bahwa situasi ini menjadi saat yang tepat untuk kembali ke alam. Salah satu caranya adalah dengan menerapkan gaya hidup berkelanjutan.

Membahas mengenai gaya hidup berarti menyinggung tentang kebutuhan sekunder manusia yang bisa berubah seiring dengan perubahan zaman, keinginanan, dan nilai/value yang dimiliki setiap individu. Gaya hidup atau biasa dikenal dengan lifestyle dapat dilihat dari berbagai aspek seperti cara berpakaian, kebiasaan, pola pikir, kehidupan sosial dan kecenderungan dalam membelanjakan uang. Gaya Hidup juga dijadikan sebagai suatu karakteristik yang dapat membedakan antar individu maupun antar kelompok/komunitas. 

Bagaimana dengan gaya hidup berkelanjutan?

Pada dasarnya, gaya hidup berkelanjutan atau sustainable lifestyle yaitu menjalankan hidup dengan kesadaran (mindfull) dan berpikir dalam jangka panjang, karena hampir semua tindakan yang kita lakukan pada masa kini memiliki dampak pada lingkungan dan orang lain.

Gaya hidup berkelanjutan tercermin pada produk, perilaku, dan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan kita tanpa mengurangi dan mengubah akses sumber daya untuk generasi di masa depan. Gaya hidup berkelanjutan merupakan gaya hidup ramah lingkungan.

Eco Product | Unsplash: Anna Oliinyk

Dalam rangka menerapkan gaya hidup berkelanjutan dan ramah lingkungan kita bisa memulainya dari diri sendiri dan dari rumah dimana kita juga bisa berdampak.

Bagaimana caranya?

  • Sadari bahwa ada sumber daya alam yang terbatas, sehingga kita harus bijak menggunakannya.
  • Bekali diri dengan ilmu pengetahuan dan pendidikan tentang lingkungan agar tumbuh kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan.
  • Bersikap kritis terhadap setiap produk yang kita gunakan. Bersikap kritis berarti kita memilih produk yang ramah lingkungan dan meminimalisir sampah.
  • Konsumsi makanan dan minuman yang tidak banyak menghasilkan sampah.
  • Pilah sampah dan salurkan. Apalagi kini sudah banyak startup yang menciptakan solusi untuk memproses sampah baik itu sampah organik, anorganik, elektronik, maupun minyak jelantah. Jadi, gunakan berbagai layanan ini untuk membantu kita membuang sampah dengan lebih bertanggungjawab.
Reduce, Reuse, Recycle | Pexels: Anete Lusina

Sedikit saja kita mau membiasakan gaya hidup yang baik ini, berarti kita turut serta dalam menjaga kelangsungan hidup bumi. Kebiasaan itu bisa menular, begitupun dengan gaya hidup. Sebuah kebiasaan itu dapat merubah kehidupan kita meskipun kita memulainya dari kebiasaan kecil. Jadi, mari kita mulai membentuk kebiasaan baik dengan gaya hidup berkelanjutan untuk masa depan yang lestari.