Mengenal Fast Fashion, Masalah Baru Abad Ini

Mengenal Fast Fashion, Masalah Baru Abad Ini

Fast fashion, fenomena baru yang sedang ramai terjadi | Sumber: Unsplash (Alyssa Strohmann)

#SobatHebatIndonesiaBaik #JadiKontributorJadiInspirator #BerbagiMenginspirasi #SohIBMiniBootcamp

Pakaian! Siapa sih, yang tidak memakai pakaian di dunia ini? Dari kita lahir hingga tua, semua orang pasti memakainya, karena itu memang sudah menjadi kebutuhan dasar kita, selain tempat tinggal dan makanan.

Namun, seringkali kita membeli pakaian bukan sekadar kebutuhan, tetapi ada suatu rangsangan dari luar yang membuat kita berpikir untuk membelinya. Misalnya saja, saat itu sedang ada potongan harga yang menarik atau setelah melihat desainnya yang menarik dan berujung ke arah perilaku komsumtif.

Kondisi ini menjadi salah satu sebab yang membuat industri fesyen cepat (fast fashion) semakin berkembang.

Namun, SohIB sudah tau belum, apa itu  fast fashion? Fesyen cepat adalah pakaian yang diproduksi secara massal dengan harga murah dan cepat untuk mengikuti perkembangan tren pakaian.

Mereka biasanya mengadopsi rancangan dari merek desainer terkenal, yang kemudian diproduksi dan didistribusikan secara banyak, lalu dibanderol dengan harga murah. Pembeli dapat mempunyai produk yang terlihat mirip dengan merek desainer, tetapi harganya terjangkau. Faktanya, memang kebanyakan orang ingin terlihat mewah, hanya saja tidak mau membayar mahal.

Kalau dilihat sekilas, mungkin ini terlihat menguntungkan bagi pembeli dan penjual. Namun, sebenarnya dampak yang ditimbulkan dari fast fashion lebih besar dari yang kalian duga, lo. Berikut adalah penjelasannya!

Fast fashion (fesyen cepat) masalah
Seorang Wanita dalam Setumpuk Pakaian | Freepik:wayhomestudio

1. Tren Berganti dengan Cepat

Dengan adanya percepatan proses produksi, barang yang dipajang dan dijual di toko tentunya juga akan ikut berganti dengan cepat. Hal ini menimbulkan konsumen merasa takut tertinggal dari tren tersebut alias FOMO (Fear of Missing Out).

2. Pembelian yang Berlebih

Jangkauan harga yang diberikan memang cenderung murah dengan model yang beragam. Ditambah lagi dengan gencarnya promosi yang ada mendorong konsumen untuk membeli pakaian yang memang sebenarnya tidak dibutuhkan. Efeknya bisa membuat kita makin terjebak dalam kondisi pembelian impulsif. 

3. Proses Pewarnaan yang Menghasilkan Limbah

Dalam prosesnya, tentu kain akan melewati yang namanya pewarnaan. Menurut Euronews, setiap 1 ton kain dibutuhkan 200 ton air. Bisa dilihat ya, perbandingannya sangat besar! Nah, apabila sampah tersebut tidak diolah dengan baik, bisa saja akan mencemari kawasan sekitar pabrik, lalu mengotori tanah dan sumber air.

4. Sampah Tekstil

Banyaknya sampah tekstil juga terjadi disebabkan oleh meningkatnya produksi pakaian itu sendiri. Tren begitu cepat berganti, lalu ditambah dengan kualitas produknya yang memang dibuat bukan untuk tahan lama.

Yah, namanya juga fast fashion, cepat dipakai dan juga cepat  untuk dibuang! Itu semua membentuk siklus yang terjadi berulang-ulang, sehingga menimbulkan sampah tekstil yang menggunung.

Belum lagi hasil dari lebihan sisa produksi dan barang cacat yang belum masuk ke pasar. Lebih parahnya lagi, kebanyakan pakaian menggunakan polyester, padahal itu adalah jenis kain dengan campuran plastik. Seperti yang kita ketahui, plastik merupakan bahan yang sulit terutai di alam, membutuhkan waktu hingga ratusan tahun.

Dampak fesyen cepat terhadap lingkungan memang masih dianggap remeh, khususnya waga Indonesia. Namun, kita semua tidak bisa langsung tiba-tiba berhenti membeli baju, sebab akan ada masalah ekonomi yang terjadi. Cara mengatasi efek buruknya, bisa kita mulai dari mengenakan pakaian yang lebih awet dan memilih bahan pakaian yang berkelanjutan. 

Bila dipikir-pikir kembali, budaya beli baju setahun sekali saat lebaran ada bagusnya juga, ya?