Dari sampah untuk sampah : Kitosan untuk menanggulangi Food Loss dan Food Waste di Indonesia

Dari sampah untuk sampah : Kitosan untuk menanggulangi Food Loss dan Food Waste di Indonesia

Tumpukan sampah makanan | Pexels (Gareth Willey)

#SobatHebatIndonesiaBaik #JadiKontributorJadiInspirator #BerbagiMenginspirasi #SohIBBerkompetisiArtikel

Sampah makanan merupakan salah satu masalah serius di Indonesia yang harus segera ditangani. Mengutip dari antaranews, Indonesia menyumbang sebesar 184 kg sampah makanan per orang atau sekitar 48 juta ton sampah makanan per tahun. Sampah makanan tersebut berasal dari food loss dan food waste akibat dari kurang baiknya praktik penanggulangan bahan pangan ketika panen dan distribusi. Food loss merupakan hilangnya bahan pangan ketika proses produksi dan distribusi, sedangkan food waste adalah makanan yang terbuang menjadi sampah. Masalah food loss dan food waste di Indonesia ini sangat serius, pasalnya jumlah 48 juta ton makanan yang terbuang dapat memberi makan 125 juta warga Indonesia yang terjangkit kemiskinan dan penyakit stunting.

Industri Ekspor Udang dan Limbah Udang

Salah satu jenis sampah makanan yang banyak di Indonesia berasal dari produk perikanan. Kita patut bangga bahwa Indonesia masuk ke jajaran negara dengan ekspor produk perikanan terbanyak di dunia. Menurut website Kementerian Kelautan dan Perikanan yang diterbitkan pada 16 Agustus 2021, Indonesia naik dua tingkat menjadi posisi ke-8 sebagai negara dengan eksportir produk perikanan terbesar di dunia. Mengutip dari website Kementerian kelautan dan Perikanan nilai ekspor produk perikanan Indonesia meningkat pada tahun 2020 sebesar 5,7% dibandingkan tahun 2019 padahal ketika itu sedang terjadi pandemi COVID-19. Disusul pada tahun 2021 jumlah ekspor produk perikanan meningkat sebesar 7,3% dibandingkan tahun 2020. Berdasarkan komoditinya, ekspor udang menempati urutan tertinggi dibandingkan yang lainnya. Sayangnya, hal ini menyebabkan munculnya masalah limbah akibat komoditi ekspor udang hanya menggunakan dagingnya saja. Limbah kulit dan kepala udang tersebut dapat menyebabkan pencemaran lingkungan dan menimbulkan aroma tidak sedap. Menurut Kompas.com, limbah udang termasuk limbah organik yang menyebabkan ekosistem laut tidak seimbang. Hal ini menyebabkan populasi alga meningkat yang mempengaruhi komunitas mahkluk hidup lain yang ada di perairan. Masalah tersebut harus ditangani dengan tepat agar tidak menimbulkan berbagai jenis masalah lainnya yang lebih parah. Salah satu solusi untuk mengurangi masalah tersebut yaitu mengolah limbah udang menjadi komponen biomaterial bernama kitosan. SohIB disini sudah tahu belum apa itu kitosan? Mari kita ulas bersama-sama ya. 

Udang merupakan komoditas eskpor di Indonesia | Unsplash (Etienne Girardet)

Pengolahan Limbah Udang Menjadi Kitosan

Kitosan | wikipedia (Chitosan - Wikipedia)

Kitosan merupakan produk turunan dari kitin yaitu senyawa biomaterial terbanyak kedua di dunia setelah selulosa. Kitin biasa ditemukan pada hewan yang memiliki cangkang seperti udang, kepiting, rajungan, dan serangga. Pengolahan kitosan dari limbah udang melewati berberapa proses untuk menghilangkan sisa-sisa mineral dan protein pada limbah kulit udang. Selain menjadi solusi dari menumpuknya limbah cangkang dari udang dan kepiting, kitosan juga memiliki segudang menfaat di berbagai aspek kehidupan seperti zat anti bakteri, anti jamur, pengawet alami pada makanan, dan zat penyerap logam berat. Karena kitosan berasal dari bahan organik sehingga kitosan aman bagi manusia dan tidak beracun.

Aplikasi Kitosan untuk Mengurangi Food Loss dan Fodd Waste 

Kitosan dapat memperpanjang usia buah dan sayuran | pexels (Mali Maeder)

Food loss terjadi pada rantai produksi dan distribusi bahan pangan. Sifat kitosan sebagai anti bakteri dan anti jamur dapat diaplikasikan pada komoditas pangan sebagai pelapis agar bahan pangan tidak mudah rusak. Sudah banyak penelitian yang melakukan teknologi pelapisan dengan kitosan pada buah dan sayuran untuk memperpanjang umur simpan. Mengutip dari food review, pemanfaatan kitosan sebagai bahan pelapis membawa keuntungan karena dapat menjaga kesegaran buah dan sayuran lebih lama. Manfaat ini dapat menekan food loss sehingga distribusi makanan ke konsumen jauh lebih merata. Kitosan yang melapisi permukaan luar kulit buah dan sayuran berperan untuk menjaga buah dan sayuran dari udara, kotoran, dan mikroba pembusuk sehingga tidak cepat rusak.

Penggunaan teknologi pelapisan dengan kitosan untuk mencegah kerusakan pada bahan pangan | sciencedirect  (https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0925521414001410)

Pada aspek food waste, kitosan berperan sebagai pengawet alami pada beberapa komoditas makanan seperti tahu, bakso, sosis, dan mi basah. Makanan tersebut dapat bertahan lebih lama di suhu ruang dibandingkan tanpa pemberian kitosan. Dikutip dari Linawati Hardjito  tahun 2006, penggunaan kitosan sebagai pengawet dapat menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk dan juga menjaga produk pangan tersebut dari lingkungan luar sehingga lebih awet. Umur simpan bakso,mi basah, dan tahu yang semula hanya satu hari di suhu ruang menjadi tiga hari. Penggunaan kitosan sebagai pengawet juga dapat menggantikan formalin yang berbahaya bagi manusia. Umur simpan makanan yang lebih lama dapat membuat makanan tidak cepat dibuang dan menjadi sampah. Berbagai macam manfaat dari kitosan dapat menjadi solusi untuk masalah food loss dan food waste di Indonesia.Kolaborasi penggunaan kitosan dengan proses produksi bahan pangan yang baik serta gaya hidup minim sampah dapat mempercepat penanggulangan masalah sampah yang ada. Bagaimana sobat SohIB, tertarik untuk eksplorasi dunia kitosan lebih jauh lagi?