Bersama Wujudkan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas Menjadi ASN Agar Dapat Berbakti Untuk Negeri

Bersama Wujudkan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas Menjadi ASN Agar Dapat Berbakti Untuk Negeri

Muhammad Baihaqi (berbatik biru) didampingi kuasa hukumnya dari LBH Semarang dan aktivis difabel selesai mengikuti sidang di PTUN Semarang.

#SobatHebatIndonesiaBaik

#JadiKontributorJadiInspirator

#BerbagiMenginspirasi

#SohiBBerkompetisiArtikel

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas menyebutkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kelangsungan hidup setiap warga negara, termasuk penyandang disabilitas yang mempunyai kedudukan hukum dan memiliki Hak Asasi Manusia yang sama sebagai warganegara Indonesia dan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari warga negara dan masyarakat Indonesia merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, untuk hidup maju dan berkembang secara adil dan beradab. Sebagian besar penyandang disabilitas di Indonesia hidup dalam kondisi rentan, terbelakang atau miskin disebabkan masih adanya pembatasan, hambatan, kesulitan dan pengurangan atau penghilangan hak penyandang disabilitas. Untuk mewujudkan kesamaan hak kesempatan bagi penyandang disabilitas menuju kehidupan yang sejahtera, mandiri dan tanpa diskriminasi diperlukan peraturan perundangan-undangan yang dapat menjamin pelaksanaannya.

Salah satu hak yang dimiliki oleh penyandang disabilitas adalah mendapatkan pekerjaan. Hal ini telah diatur dalam UU. No. 8 Tahun 2016, pasal 11 yang berbunyi, hak pekerjaan kewirausahaan, dan koperasi untuk penyandang disabilitas meliputi hak memperoleh pekerjaan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintahan daerah, atau swasta tanpa diskriminasi. Seperti ditetapkan dalam pasal 53 UU Disabilitas, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah wajib mempekerjakan paling sedikit 2% penyandang disabilitas dari seluruh jumlah pegawainya. Maka tak heran jika setiap tahun selalu ada kuota penyandang disabilitas dalam formasi CASN. Meskipun jatah kuota telah ditetapkan, tapi dalam pelaksanaannya penentuan kuota minimal dalam UU Disabilitas tidak disertai dengan ancaman hukuman ketika kuotanya tidak terpenuhi sehingga berpotensi memunculkan diskriminasi.

Akhir Juni 2021, pemerintah telah membuka penerimaan Calon Aparatur Sipil Negara (CASN). Serangkaian tahapan administrasi seleksi CASN berlangsung lebih kurang 5 bulan, dari 30 Juni hingga 31 Desember 2021. Tentu saja banyak masyarakat yang mendaftarkan diri menjadi ASN, termasuk penyandang disabilitas yang memiliki kuota khusus hampir di setiap instansi pemerintah. Meski aturan kuota minimal telah ada sejak tahun 2016, di tahun 2020 BUMN hanya merekrut 178 orang jika dibandingkan dengan seluruh pekerja yang ada di BUMN. Jadi tak heran, jika banyak yang meragukan kesungguhan lembaga pemerintah memenuhi kuota minimal ASN untuk penyandang disabilitas. Perlakuan diskriminasi untuk penyandang disabilitas dalam perekrutan ASN masih saja terjadi hingga saat ini. Salah satu kasus diskriminasi dialami oleh Muhammad Baihaqi.

Muhammad Baihaqi ,berbatik hijau yang mendapatkan perlakukan diskriminasi saat seleksi CASN (Sumber foto : LBH Semarang)

Muhammad Baihaqi adalah seorang low vision yang mendapat perlakuan diskriminasi dari BKD Jawa Tengah, karena sebagai peraih nilai tinggi di tahap Seleksi Kompetensi Dasar(SKD) dalam seleksi CASN Formasi Khusus Disabilitas, namanya digugurkan secara tiba-tiba oleh BKD Jawa Tengah. Otomatis, Baihaqi tidak bisa melanjutkan ke tahap seleksi berikutnya. Jauh sebelum kasus diskriminasi ini terjadi Baihaqi adalah seorang guru yang telah mengabadikan diri untuk mengajar anak-anak pekerja migran Indonesia di negara bagian Sabah, Malaysia.

Diskriminasi yang dialami oleh Baihaqi masih terkait dengan kuota khusus yang disediakan oleh pemerintah untuk penyandang disabilitas. Kasus ini bermula ketika Baihaqi yang telah lolos SKD CASN untuk guru penyandang disabilitas tiba-tiba dibatalkan oleh Pemprov Jawa Tengah karena dinilai tidak memenuhi syarat karena Baihaqi mendaftar pada posisi yang salah. Pemerintah membutuhkan penyandang disabilitas daksa, sedangkan Baihaqi adalah disabilitas netra.

Berdasarkan UU. No. 8 Tahun 2017 tentang Penyandang Disabilitas dan UU. No.5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, tidak ada pasal yang menyatakan bahwa formasi Khusus disabilitas hanya dikhususkan bagi disabilitas daksa. Formasi khusus disabilitas berlaku untuk semua ragam jenis disabilitas. Jika memang Baihaqi dianggap tidak memenuhi syarat, seharusnya namanya sudah digugurkan sejak tahap seleksi administrasi. Namun faktanya, Baihaqi lolos dari seleksi administrasi dan berhasil melewati masa sanggah, bahkan meraih nilai tertinggi pada tahap SKD. Merujuk pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 23 Tahun 2019, sejak dari tahap administrasi, tiap-tiap instansi diharuskan untuk menetapkan kebutuhan pekerja dengan seksama, tanpa terkecuali formasi khusus yang mencakup jumlah 2% pekerja penyandang disabilitas di dalamnya. Sejak tahap administrasi pihak penyelenggara seharusnya memastikan kesesuaian pelamar penyandang disabilitas dengan formasi yang ada dengan menemuinya. Karena Baihaqi sudah memasuki tahap SKD, artinya ia telah lolos administrasi.

Aktivis difabel yang tergabung dalam Jangka Jati Menyerahkan DIM ke Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah (Sumber foto : Komunitas Sahabat Difabel)

Berbagai upaya advokasi yang melibatkan banyak lembaga telah Baihaqi lakukan, diantaranya mengadu ke Komnas HAM, mengadu ke perwakilan Ombudsman JawaTengah melapor ke Direktorat Jenderal HAM Kementerian Hukum hingga menempuh upaya administrasi ke Pemprov Jawa Tengah.

Baihaqi tidak sendiri. Upayanya untuk memperoleh keadilan didukung oleh sejumlah aktivis difabel yang tergabung dalam Jaringan Kawal Jateng Inklusi (Jangka Jati). Para aktivis difabel tersebut menyerahkan Daftar Isian Masalah (DIM) sebagai masukan substansi Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) baru provinsi Jawa Tengah tentang Pelaksanaan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas ke Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah, Komisi E DPRD Jateng dan Gubernur Ganjar Pranowo.

Dalam kesempatan tersebut, para aktivis difabel memberikan konteks situasi dan kondisi lokal Jawa Tengah terkait masalah, tantangan dan harapan pelaksanaan pemenuhan hak penyandang disabilitas Jawa Tengah. Daftar Isian Masalah (DIM) berasal dari masukan pegiat difabel dari semua ragam jenis disabilitas tentang situasi dan kondisi yang aktual dan faktual yang dihadapi oleh difabel sehari-hari dari seluruh kabupaten dan kota se-Jawa Tengah. Masukan tersebut adalah wujud adanya rasa memiliki dan niat memberikan kontribusi agar Perda baru Jateng benar-benar menjadi payung hukum yang mampu melindungi dan memenuhi hak hak penyandang disabilitas dalam semua bidang termasuk pekerjaan.

Anggota Komunitas Sahabat Difabel menghadiri sidang Baihaqi di PTUN Semarang (Sumber foto : Komunitas Sahabat Difabel)

Perjuangan penyandang disabilitas untuk mendapatkan haknya sebagai anggota masyarakat dan warganegara Indonesia masih harus terus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Difabel dapat melakukan pekerjaan apapun termasuk menjadi ASN. Mari bersama menjadi bagian dalam rangka mewujudkan pemenuhan hak penyandang disabilitas mendapatkan pekerjaan menjadi ASN agar dapat berbakti untuk negeri tanpa diskriminasi.

Referensi :

Undang-undang No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas

Peraturan Menteri PANRB No. 23 Tahun 2019 tentang Kriteria Penetapan Kebutuhan Pegawai Negeri Sipil dan Pelaksanaan Seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil Tahun 2019.

https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5103604/bumn-rekrut-178-penyandang-disabilitas-sepanjang-2020

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210114083712-20-593512/baihaqi-penyandang-difabel-netra-menggugat-seleksi-cpns

https://youtu.be/6i8KjW0sbcg

https://youtu.be/xpLLeUB789A