Mengapa Kita Tidak Boleh Berbohong Saat Berjualan?

Mengapa Kita Tidak Boleh Berbohong Saat Berjualan?

Ilustrasi sales menawarkan produk ke konsumen | Sumber: Unsplash ( LinkedIn Sales Solutions)

“Ini adalah produk terbaik dan dijamin bisa menyembuhkan sakit Anda dalam waktu 3 hari pemakaian saja!”

“Beli satu, gratis kulkas dua pintu langsung di tempat!”

 

SohIB tentunya tidak asing bukan dengan kalimat-kalimat bombastis seperti di atas saat sedang menawarkan sesuatu? Kata-kata seperti dijamin, terbaik, termurah, pasti sembuh, berhadiah langsung,  dan lain sebagainya memang lazim digunakan dalam penjualan produk. Selain dapat mempersuasi calon pembeli, siapa sih, yang tidak suka dengan kepastian?

Namun, nggak jarang ‘bahasa marketing’ ini sebenarnya hanyalah kebohongan belaka demi menggaet pembeli dan menaikkan target penjualan. Banyak penjual atau sales yang kemudian tidak bisa mempertanggungjawabkan ucapannya saat sedang menawarkan produknya. Alhasil, pembeli menjadi yang dirugikan dan kecewa dengan ekspektasi yang tak sesuai realita.

Hanya saja, dengan kecanggihan teknologi dan kekuatan media sosial saat ini, akal-akalan penjual barang yang tidak jujur bisa dengan mudah dipecahkan dan disebarluaskan kepada masyarakat, lo!

Jika SohIB melihat di marketplace, gampang sekali untuk menemukan review yang diberikan pelanggan terhadap sebuah produk atau brand sebelum kita membeli. Sehingga, kamu bisa memutuskan sendiri apakah ingin tetap melakukan pembelian atau tidak setelah membaca tanggapan tersebut.

Untuk SohIB yang sedang merintis bisnis atau berkecimpung di dunia persalesan, berikut adalah 5 alasan mengapa kita tidak boleh berbohong saat melakukan penjualan!

Baca juga: Panggilan Interview dari E-mail Asli atau Palsu? Check Cara Membedakannya di Sini!

Merusak Reputasi Perusahaan dan Diri Sendiri

Poin pertama ini adalah jalur cepat menuju kegagalan seketika, ya guys! Seperti yang tadi sudah kita bahas, masyarakat digital sudah terbiasa untuk mencari opini sebuah produk dengan media sosial atau website.

Bayangkan, apa jadinya bila dengan kebohongan selama 10 menit, kemudian pelanggan menemukan fakta yang berkebalikan, dan kita di-review buruk olehnya? Waduh, mengembalikan kepercayaan konsumen tidak semudah berbohong tentunya. Tak hanya itu saja reputasimu pun juga dipertaruhkan, karena penyebab utama kejadian tersebut. So, masih mau melakukan fake promotion setelah poin pertama ini?

Konsumen Tahu Ketika Mereka Ditipu!

Ilustrasi seseorang melayani pembeli di kedainya | Sumber: Unsplash (Sinitta Leunen)

Senada dengan penjelasan di atas, orang-orang saat ini banyak yang lebih melek terhadap pemberitaan, sehingga mereka juga sudah teredukasi untuk berhati-hati dengan segala bentuk promosi. Meskipun bisa jadi, ada yang masih tergiur dengan penawaran dari kita, tetapi tetap saja, resikonya tidak sepadan.

Masyarakat dapat mengenali bahwa iklan yang cenderung berlebihan dan menjanjikan sesuatu yang kurang masuk akal, bisa jadi di situ letak kejanggalannya. Bahkan, bila kita benar-benar ketahuan, mereka bisa mengadukan kita dengan Undang-undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, lo!

Baca juga: SohIB Berkelas" TikTok Marketing: Membuat Konten TikTok untuk Pemasaran

Berpengaruh ke Penjualan Setelahnya

Ketika konsumen tahu bahwa produk yang kita jual tidak sesuai dengan informasi, sangat mungkin untuk mereka tidak lagi membeli barang yang sama. Lebih buruk lagi jika pelanggan yang merasa dikecewakan menyebarkan berita tersebut ke orang lain. Bisa-bisa, strategi marketing yang kita sudah canangkan terbuang sia-sia karena justru sibuk memperbaiki citra perusahaan. Ini juga dapat mempengaruhi kuantitas penjualan.

Masalah Menjadi Makin Panjang

Sebuah pepatah mengatakan bahwa nila setitik, rusak susu sebelanga. Ini benar lo, SohIB! Coba pikirkan kembali, bila akibat tidak jujur pada pembeli dan perusahaan mungkin kehilangan potensi pasar, siapa yang dirugikan? Tak hanya kamu saja, tetapi juga seluruh orang yang ada di dalam tim tersebut.

Sebagai contoh, kamu menjanjikan free product untuk pembelian nominal tertentu, padahal tidak ada program tersebut. Tim gudang dan marketing bisa saja kewalahan untuk memenuhi permintaan tersebut, yang padahal tidak ada. Tentunya, kamu nggak mau menjadi penyebab orang lain terkena akibat dari kesalahanmu, bukan?

Masalah Mental

Seseorang tidak luput dari kesalahan, tetapi kita bisa melakukan hal untuk menghindarinya dengan cara tidak menyengaja menimbulkan masalah. Sebuah peristiwa yang menyesakkan tidak hanya dialami oleh korban yang dibohongi, tetapi juga pelaku itu sendiri. Perasaan bersalah yang terus menghantui berakibat kita kehilangan konsentrasi pada pekerjaan dan kehilangan percaya diri.

Kejujuran adalah attitude utama bagi setiap individual, terlepas dari apapun profesinya. Semoga, kita senantiasa menjadi orang yang dapat memberikan pelayanan prima dan turut berkontribusi dalam peningkatan pendapatan perusahaan!

Baca juga: SohIB Berkelas: Belajar Membuat Iklan di Facebook dan Instagram