ASN Bukan Power Ranger

ASN Bukan Power Ranger

ASN Bukan Power Ranger | Sumber: dokumentasi pribadi)

Tahun lalu (2022), Badan Kepegawaian Nasional mengadakan Rapat Koordinasi Nasional Kepegawaian di bulan Juli. Sebuah acara yang luar biasa karena menghadirkan banyak pemateri yang memaparkan ide dan konsep terbaru dari sistem manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN).

Presentasi luar biasa itu sangat memberikan pengetahuan dan pencerahan tentang bagaimana ke depannya ASN akan dikelola dengan baik sesuai kompetensinya masing-masing. Teori-teori yang biasa dipelajari dalam human resource dipadukan dengan beberapa ide baru terkait manajemen ASN dipaparkan dengan sangat gamblang dalam acara tersebut.

Dari konsep human resource yang begitu kuat,  timbul keyakinan bahwa saat ini telah banyak pakar human resource yang ikut andil dalam penyusunan kebijakan terkait manajemen ASN. Hal ini tentunya merupakan angin segar bagi para ASN, khususnya bagi mereka yang selama ini menginginkan perubahan dalam sistem manajemen kepegawaian, yaitu manajemen ASN yang memang berlandaskan Sistem Merit. 

Sistem Merit sendiri merupakan sistem yang sangat baik untuk diterapkan dalam penyelenggaraan manajemen ASN. Namun, sangat disayangkan, pelaksanaannya masih jauh dari kata baik. Terdapat beberapa daerah yang sudah menerapkan sistem ini dengan baik, tetapi lebih banyak lagi daerah yang belum menerapkan sistem ini.

Ketidakmerataan penerapan Sistem Merit tersebut malah menjadikan semakin tingginya gap kompetensi antara pegawai yang bertugas pada Kementerian/Lembaga dengan pegawai yang bertugas pada Pemerintah Daerah. Hal ini disebabkan pemerintah daerah cenderung belum sepenuhnya menerapkan sistem ini dalam pengelolaan ASN-nya sehingga pemetaan terhadap kebutuhan pengembangan kompetensi pegawai menjadi tidak terdeteksi.

Oleh karenanya, pengawasan pelaksanaan sistem merit oleh Pemerintah Pusat secara ketat merupakan kunci agar manajemen ASN dapat terlaksana dengan baik di seluruh lini, baik di tingkatan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Hal ini juga diperlukan untuk menghindari peletakan jabatan yang tidak sesuai dengan kompetensi sehingga tugas jabatan tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan baik oleh ASN.

Terlepas dari itu semua, sebenarnya kunci utama perubahan adalah diri sendiri. Perubahan yang terjadi dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan menuntut ASN untuk memiliki suatu kompetensi baru, yaitu agility. Agility merupakan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan sesuai kebutuhan lingkungan.

Hal ini mencakup bagaimana ASN mampu beradaptasi terhadap begitu banyaknya perubahan yang terjadi dalam pelaksanaan tugasnya, seperti perubahan peraturan yang sangat cepat maupun pelaksanaan transformasi digital yang sudah mulai merambah pada area pemerintahan.

Salah satu cara untuk dapat meningkatkan agility seseorang adalah dengan adanya support system yang baik, contohnya yaitu dukungan dari sesama ASN. Hal ini sebenarnya sudah tertuang dalam salah satu core value ASN, yaitu kolaborasi. Dalam suatu instansi apabila para ASN mau untuk terus berusaha mengembangkan kompetensi, membagi pengetahuan, dan keterampilan dengan sesama ASN (sharing knowledge), maka akan tercipta culture organisasi atau paling tidak culture kelompok yang sehat dan kompeten.

Namun, inti dari itu semua adalah 'mau berubah', dimulai dari diri sendiri dan menyebarkannya ke orang lain sehingga tercipta budaya kerja yang baik. Memang berubah bukanlah hal yang mudah, karena “Kita Bukan Power Ranger".

Akan tetapi, selama niat itu ada di dalam diri, maka ingatlah sebuah kalimat, "Walaupun Badai Datang Menghadang, Kita Pasti Akan Tetap Jadi Pemenang”. Paling tidak menang dari diri sendiri dan setelahnya menang dari tantangan dan perubahan yang saat ini begitu cepat terjadi. Belajar, beradaptasi, dan berkolaborasi. Mungkin itulah kompetensi kunci yang harus dimiliki oleh tiap ASN untuk dapat meningkatkan profesionalitasnya.